*Happy Reading*
"Ya di Tokyo, lah! Memang di mana lagi? Gak denger kamu tadi Raina bilang apa? Mumpung kalian di sini." Dokter Karina menjawab dengan tegas, saat aku bertanya di mana mereka. Seraya mengingatkan salah satu ucapan Mbak Raina beberapa saat lalu.
Bener juga sih, tapi ...
"Kalau gitu, kenapa Umi ada di sini? Setahu saja Umi itu takut naik pesawat loh, Dok?" Aku pun bertanya kembali. Menyuarakan rasa penasaranku.
Setelah Umi dan Teh Laras pergi lagi. Aku memang segera menarik Dokter Karina agar bisa aku introgasi di sela kegiatan acara make up Mbak Raina.
Bukannya langsung menjawab. Si Dokter somplak itu malah tersenyum misterius. Sebelum berkata dengan bangga.
"Saya kasih obat tidur sebelum naik pesawat. Jadinya selama perjalanan Umi tidur, dan baru bangun barusan."
Astaga! Benar-benar ya Dokter ini. Terniat banget kalau ngerjain orang.
"Mi, matanya liat ke bawah. Susah ini pasang bulu matanya," te
*Happy Reading*"Insya Allah, saya akan menjaga amanat kalian." Alan menjawab dengan sungguh-sungguh, seraya merangkul bahuku dan mengusap lembut lengan atasnya.Kemudian, membatu menyeka ujung mata yang terus berair. Aku mencoba menahan napasku, agar air mata ini sedikit reda. Bahkan, sudah menengadahkan wajah demi menahan laju air yang terus menganak sungai.Namun, nihil. Aku masih saja ingin menangis. Mereka sih, bikin aku terharu. Kan, aku jadi melow. Duh, make up ku luntur kagak ini, ya?"Hei, udah dong nangisnya. Ini hari bahagia kita, lho. Harusnya kamu tertawa, bukan menangis terus seperti ini." Alan masih mencoba membantuku menyeka air mata dengan ibu jarinya."Hasmi ... juga maunya gak nangis, A'. Tapi ... gak bisa. Air matanya gak mau berenti. Huhuhu ...." ucapku terbata di sela isakanku. "Aduh ... ini gimana? Air matanya gak mau berenti Aa. Untung eye linernya mahal. Gak luber, kan?" Aku masih berusaha menghentikan tan
*Happy Reading*Aku tidak tahu berapa lama saling mencecap dan bersilat lidah dalam artian sebenarnya. Yang jelas, rasanya aku yakin akan segera mati jika saja Alan tidak melepaskan tautan bibir kami.Ya, rasa bibir itu memang masih semanis dulu. Juga, seganas dulu. Bibirku terasa kebas sekarang setelah dia cecap dengan membabi buta. Beruntung kami masih punya akal sehat, hingga tak berlanjut saling meloloskan pakaian saat itu juga.Duh, bisa gak keluar ruangan sampai pesta bubar jika hal itu terjadi. Bahkan, mungkin tetap mengurung diri sampai pagi menjelang. Siap-siap di bully si dokter koplak aja setelahnya.Dengan napas yang yang masih tersengal, Alan menyatukan kening kami. Dia tersenyum puas, lalu mencium keningku berkali-kali."Terima kasih, sayang," ucapnya kemudian, kembali menyatukan kening kami.Aku tidak membalas ucapan itu. Masih sibuk mengisi rongga paru dengan napas sebanyak-banyaknya. Gak lucu kan, kal
*Happy Reading*"Hadew ... penganten baru gak sabaran banget, ya? Mentang udah lama gak ketemu. Ngamar aja udah! Jangan lepas sampai garis dua!"Dan ... perusak susana pun muncul.Siapa lagi kalau bukan Letkol Erlangga. Polisi playboy cap kapak rompang.Duh, kalian pinter ya, nebaknya. Ketempuhan dah si Amih ngebut nulis hari ini. Ketawa jahat ah."Bang Elang?" gumamku refleks. Saat melihat polisi resek itu menghampiri, seraya menggendong seorang balita yang ku kenali sebagai salah satu daru Duo K."Yo! Selamat ya buat kalian," jawabnya lalu menjabat tangan Alan dengan erat.Saat dia mengulurkan tangan padaku, aku hanya membalasnya dengan menyatukan tangan di dada. Sama seperti yang aku lakukan pada tamu pria yang lain. Bang Elang lalu nyengir sambil menggaruk tengkuknya."Makin susah dah di mudusinnya," celetuknya kemudian. Membuat Alan langsung waspada."Becanda, elah! Sans ngapa, Pak. Langsung keruh
*Happy Reading*Aku tidak bisa menyahuti ucapan Alan barusan. Selain karena aku tidak tahu kebenaran tentang dugaannya. Aku juga tidak percaya.Ya kali Frans suka sama aku? Udah gila kali, ya? Siapa aku, woy! Lagi pula, Orang kayak Frans itu, bisa senyum tulus aja udah mukjizat banget. Apalagi bisa jatuh cinta. Ngeri kiamat besok aku.Tetapi, sekali pun ucapan Alan benar pun. Aku jelas tidak akan mau. Lah, ngadepin beton kayak Alan aja, aku kena mental mulu. Apalagi ngadepin titisan malaikat malaikat maut kayak Frans. Mati berdiri aku.Duh, jangan sampai pokoknya. Aku masih sayang nyawa!"Sebenarnya, kamu punya hubungan apa sama Frans?" tanya Alan lagi, masih saja curiga."Hubungan apa, sih? Jangan ngadi-ngadi, deh, A'. Lah, ketemu muka aja saya sama si Frans-Frans itu baru beberapa kali. Itu pun cuma sekilas-sekilas. Gimana mau ada hubungan, coba? Lagian ya, A', di kasih kesempatan buat ngobrol juga saya mah ogah. Aa kan tahu saya ora
*Happy Reading*Puas sampai lemas!Alan benar-benar merealisasikan kalimat itu di malam pertama kami. Dia menggarapku tanpa ampun, mencakulku tanpa henti, dan minta nambah berkali-kali. Membuat aku lemas kehabisan tenaga.Benar-benar puas sampai lemas, kan? Dia yang puas, aku yang lemas. Bahkan saking lemasnya, sehabis mengerjakan sholat subuh berjamaah dengan Alan, aku pindah ke tempat tidur sambil merangkak dengan mata yang hampir rapat karena sudah benar-benar mengantuk.Itu pun, Alan masih tidak membiarkan aku langsung tidur. Dia kembali mendekatiku, dan menyingkap gaun tidur yang ku kenakan bagian bawah."Aa, Hasmi capek. Ngantuk!" Rasanya, aku ingin sekali menangis saat ini. Terlalu lelah melayani Alan yang tidak ada capek-capeknya."Iya, kamu tidur aja. Biar saja kerja sendiri. Satu kali lagi aja, kok. Biar benar-benar puas dan bisa tidur nyenyak."Ampun Gusti! Udah dapet enak berkali-kali, masih aja minta lagi. Her
*Happy Reading*Aku hanya bisa membuang napas panjang dengan bahu turun. Saat melihat keberadaan koper di sudut ruangan, yang masih belum bertambah jumlahnya.Masih tetap dua biji. Ingat pake biji, bukan pcs.Satu biji koper besar isinya baju dan perlengkapan Alan semua. Satu biji lagi berisikan baju-bajuku, tapi yang di hadiahkan oleh dokter Karina dan kawan-kawannya.Baju-baju kurang bahan, ngelimpring tipis mengkhawatirkan. Alias 'Lingeriee'!Iya, benar! Satu koper besar itu isinya lingeriee semua. Dalam berbagai bentuk, model, dan warna. Aku saja sampai syok melihatnya semalam. Saking syoknya sampai kepikiran buat buka butik khusus baju-baju dinas malam para istri itu, setelah pulang ke Indonesia.Gila memang! Si Dokter Komplak benar-benar seniat itu membuat aku gak bisa keluar kamar, hari ini. Menyebalkan sekali.Sayangnya, aku merasa cukup sekali saja pakai baju modelan begitu. Karena selain bahan dan ben
*Happy Reading*"Assalamualaikum ....""Waalaikumsalam ...."Alan langsung mengulum senyum, setelah menemukanku di sofa. Duduk santai sambil memeluk kaki, bermain hp dengan wajah bete luar biasa.Tenang, gaes! Aku gak jadi pake sarung, kok. Ganti selimut apartemen aja, yang aku pakai untuk menutupi kaki. Lebih terlihat manusiawi dan keren tentunya.Alan lalu menghampiriku seraya membawa koper beroda yang sangat aku kenali bersamanya."Maaf ya, lama. Tadi diskusinya gak bisa ditinggal," ucapnya sambil mengulurkan tangan untuk aku cium bagian punggung dan telapaknya.Setelah itu, dia membalasku dengan mengecup puncak kepala lumayan lama, sebelum mengambil duduk disebelahku."Hm ...." Karena masih kesal, aku hanya menjawab permintaan Alan dengan gumaman saja. Membuat pria itu langsung mendesah berat."Sayang, jangan marah. Aku kan pergi ngurusin kerjaan, bukan buat selingkuh."Dih, udah
*Happy Reading*"Uhuk! Cie pengantin baru, akhirnya keluar kandang juga. Gimana? Dapat berapa ronde semalam? Ugh ... kayaknya gempur abis-abisan, tuh! Jalannya udah beda, cuy!"Aku ingin sekali menyumpel mulut bocor Dokter Karina dengan Burger jumbo di hadapannya, saat mendengar celetukan jahilnya itu ketika waktunya makan malam di restaurant bawah. Ya, ternyata kami semua satu apartemen. Hanya beda lantai saja, soalnya si Nyonya Sultan sudah pasti membutuhkan Apartemen lebih besar, untuk menampung orang-orang yang dia bawa turut serta ke negara ini.Maksudku, ketiga anaknya dan baby sitter mereka masing-masing. Tahu sendiri, kan, dia dan suaminya sangat sibuk. Jadi pastinya butuh bantuan Baby sitter untuk mengurus anak-anaknya. Hanya saja, untuk urusan memandikan dan makanan. Dokter Karina biasanya turun tangan langsung mengurus ketiga anaknya. Dia itu ibu yang hebat. Tapi atasan yang nyebelin kadang. Terutama mulut bocornya. Suka nyeplos gak pandang tempat. Sepert