*Happy Reading*
"Aa ...?!"
Aku langsung terlonjak dari tidurku, dengan napas tersengal dan buliran keringat dingin yang telah membasahi sekujur tubuh.
Astagfirullah ... Ya Allah .... Alhamdulilah ternyata itu hanya mimpi.
Mengusap wajah dengan kasar, aku pun terus berdzikir demi menenangkan gemuruh dalam hati yang belum reda. Padahal cuma mimpi. Tapi rasanya capek sekali. Semuanya seperti nyata dan--
"Ada apa?"
Astagfirullah!
Aku kembali melonjak kaget saat sebuah suara terdengar dari samping tiba-tiba. Membuat kepalaku turut menoleh ke sumber suara.
Alan! Itu Alan!
Alahmdulilah ya Allah. Suamiku tidak kenapa-napa, dan ternyata baik-baik saja!
Segera saja, aku pun menarik tangan Alan, dan langsung mendekap perutnya erat sekali. Posisi Alan yang berdiri dan aku yang duduk di tempat tidur, membuat aku hanya bisa memeluk perut atasnya, hampir ke arah dada.
Tidak apa-apa. Dari sini juga, aku bisa me
*Happy reading*"Di-dia meninggal?" tanyaku dengan syok.Alan hanya menanggapi tanyaku dengan anggukan satu kali."Hanya karena diabaikan Aa, dia bunuh diri?" Aku masih mengejar penjelasan.Kali ini Alan tidak langsung menjawab. Dia terdiam lalu membuang napas kasar."Entahlah, mungkin juga itu salah satunya," jawabnya tidak yakin. Aku pun mengejar penjelasannya dengan menarik-narik lengan bajunya."Saya tidak tahu tepatnya, Hasmi. Soalnya saya kan tidak pernah bertemu dan mengobrol lagi dengannya setelah pertemuan terakhir kami. Temannya bilang, dia depresi karena merasa bersalah pada saya. Tapi ada juga yang bilang, depresi karena KDRT. Tahu sendiri bagaimana Papa saya, kan? Dia kalau marah selalu gelap mata. Saya saja hampir mati terbakar."Ah, benar juga. Pantas wanita itu sampai depresi. Tekanan batinnya double. Udah dihantui penyesalan, KDRT pula. Kasian, ya?"Itu pula yang membuat saya sempat tidak ingin menikah."
*Happy Reading*"Aa beneran gak ikut? Gak bakal nemenin saya di sana?"Entah sudah berapa kali pertanyaan itu aku layangkan hari ini. Bahkan saat sudah di depan pintu pesawat pun, aku masih saja bertanya."Maaf, ya?" Dan sebanyak apa pun aku bertanya. Jawaban Alan tetap sama. "Saya bukannya tidak mau, tapi tidak bisa. Banyak kasus yang harus saya tanganin. Nanti kalau ada waktu, saya akan ke sana mengunjungi kamu."Selalu saja begitu. Seperti kami bukan suami istri saja. Juga, sepertinya pekerjaan lebih penting dari pada aku."Ih, Aa. Hasmi kan bukan mau dikunjungi, tapi di temenin. Kali kita bisa sekalian honeymoon gitu. Mumpung di Jepang. Bisa photo bareng dibawah puun sakura. Pasti cakep."Alan tersenyum simpul menanggapiku, lalu mengusap kepalaku lembut."Nanti kan kita bisa ke sana lagi, kalau memang kamu mau honeymoon di sana. Yang penting sekarang kamu fokus dulu saja pada pengobatan. Okeh!""Ya, kan ka
*Happy Reading*"Kata siapa kamu, Putra?" Tak ingin langsung percaya. Aku pun kini mengejar penjelasan Putra."Bukan kata siapa-siapa. Putra gak sengaja denger aja waktu Aa Alan dapet telepon dari stafnya. Cuma, karena Aa Alan diem aja dan kayaknya gak mau bikin semua orang khawatir. Putra juga diem ajalah. Masa Putra harus nyebar-nyebar. Ih ... emang ekye cowok penebar gosip?" jelas Putra, berlagak seperti lanang kemayu diakhir cerita.Mungkin, niatnya ingin berkelakar agar aku sedikit santai. Namun, mana bisa aku santai di situasi begini?Ya Tuhan ... apalagi sih, ini? Kenapa masalah yang datang gak udah-udah? Author nih emang resek, ya? Kayaknya gak suka banget liat aku sama Alan seneng dikit. Di kasih konflik mulu.Ayolah, thor! Kami tuh masih penganten baru. Kapan senangnya?Novel lain tuh, ya, kalau tokohnya abis nikah di bikin senang. Kasih pesta pernikahan meriah, malam pertama yang hot, Honey moon romantis. Nah ini
*Happy Reading*"Dapat info dari siapa?" Setelah beberapa saat terdiam. Alan pun bertanya lagi.Berdecak sebentar, aku kembali menulis. Repot banget asli komunikasi begini. Kapan ya boleh ngomong lagi? Kangen dangdutan euy."Aa gak perlu tahu Hasmi dapet Info dari mana. Penting kabar itu bener, kan? Firma Hukum Aa beneran lagi kena masalah, kan? Please jujur! Jan boong terus. Mau jadi pinokio season selanjutnya? Kek kurang mancung aja tuh idung!"Alan lalu mendesah panjang melihat tulisanku. Sebelum menyugar rambutnya dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi yang dia duduki."Iya, itu benar." Akhirnya dia jujur. "Tapi kamu tenang aja. Semuanya akan segera selesai, kok. Karena saya sudah menemukan pelakunya dan bukti kebohongannya." Dia mencoba menenangkan.Namun, aku tidak tahu dia jujur atau kembali bohong. Beberapa minggu jadi istrinya aku lumayan mengenal karakter Alan. Dia tuh orangnya lebih suka berpikir sendiri dan
*Happy Reading*Sudah kubilang. Alan itu kadang seperti Bunglon, dispenser, iklim Indonesia, mood saat PMS, juga apalah itu namanya yang gampang berubah.Karena apa? Ya karena Alan memang gak bisa konsisten sikapnya. Kadang bisa manis kek gula aren tanpa pengawet. Kadang dingin kek kutub utara. Ah, pokoknya Alan itu nyebelin.Seperti beberapa hari setelah telepon manis kami. Malam itu, dia manis banget kan, sampai bikin aku sama kalian baper. Tapi besokannya, dia ngilang, dong pemirsah!Iya, ngilang kek kang ngutang yang di tagih. Blass aja gitu gak ada kabar. Tetapi, karena waktu itu dia lagi ada masalah. Jadi ya ... aku coba ngerti. Mungkin, dia sedang sibuk.Lalu, besokannya dia muncul lagi dengan ke uwuw-an yang bikin aku diabetes. Kalian gak usah tahu lah, ya? Nanti makin baper malah niat nikung. Repot aku.Tapi terus, ngilang lagi. Begitu aja terus hingga aku genap tiga bulan di negara ini. Bahkan si
*Happy Reading*Kukira, aku beneran di culik. Di maling pria asing yang akan menjualku, atau sekedar mengambil organ tubuh seperti yang sudah santer beredar di dunia hitam.Eh, ternyata aku hanya kena prank!Iya, serius. Aku kena prank! Pelakunya adalah Dokter Somplak, alias Karina Ayunda Putri si Nyonya Setiawan yang selalu lupa jika dia adalah istri sultan. Bangsul benget, kan?Nyebelin banget emang tuh orang. Udah mah aku sport jantung, ketakutan meski dalam kondisi pingsan. Eh, pas bangun cengiran konyolnya yang aku lihat.Entah mau apa dia di negar ini juga?"Dokter ngapa, dah, iseng banget. Kalau mau ketemu saya kan bisa ngomong baik-baik. Jemput baik-baik. Gak kayak gini caranya, Dokterrr! Bikin sport jantung aja!" omelku dengan sungguh-sungguh, setelah tahu pria tadi dan wanita-wanita yang membuat aku pingsan adalah suruhannya."Namanya juga bikin suprise. Mana ada ngomong dulu," jawabnya santai. Tanpa merasa berdo
*Happy Reading*"Ya di Tokyo, lah! Memang di mana lagi? Gak denger kamu tadi Raina bilang apa? Mumpung kalian di sini." Dokter Karina menjawab dengan tegas, saat aku bertanya di mana mereka. Seraya mengingatkan salah satu ucapan Mbak Raina beberapa saat lalu.Bener juga sih, tapi ..."Kalau gitu, kenapa Umi ada di sini? Setahu saja Umi itu takut naik pesawat loh, Dok?" Aku pun bertanya kembali. Menyuarakan rasa penasaranku.Setelah Umi dan Teh Laras pergi lagi. Aku memang segera menarik Dokter Karina agar bisa aku introgasi di sela kegiatan acara make up Mbak Raina.Bukannya langsung menjawab. Si Dokter somplak itu malah tersenyum misterius. Sebelum berkata dengan bangga."Saya kasih obat tidur sebelum naik pesawat. Jadinya selama perjalanan Umi tidur, dan baru bangun barusan."Astaga! Benar-benar ya Dokter ini. Terniat banget kalau ngerjain orang."Mi, matanya liat ke bawah. Susah ini pasang bulu matanya," te
*Happy Reading*"Insya Allah, saya akan menjaga amanat kalian." Alan menjawab dengan sungguh-sungguh, seraya merangkul bahuku dan mengusap lembut lengan atasnya.Kemudian, membatu menyeka ujung mata yang terus berair. Aku mencoba menahan napasku, agar air mata ini sedikit reda. Bahkan, sudah menengadahkan wajah demi menahan laju air yang terus menganak sungai.Namun, nihil. Aku masih saja ingin menangis. Mereka sih, bikin aku terharu. Kan, aku jadi melow. Duh, make up ku luntur kagak ini, ya?"Hei, udah dong nangisnya. Ini hari bahagia kita, lho. Harusnya kamu tertawa, bukan menangis terus seperti ini." Alan masih mencoba membantuku menyeka air mata dengan ibu jarinya."Hasmi ... juga maunya gak nangis, A'. Tapi ... gak bisa. Air matanya gak mau berenti. Huhuhu ...." ucapku terbata di sela isakanku. "Aduh ... ini gimana? Air matanya gak mau berenti Aa. Untung eye linernya mahal. Gak luber, kan?" Aku masih berusaha menghentikan tan