Setelah menyelimuti tubuh Cinta dan memastikan sang adik sudah benar-benar terlelap, Biru kembali ke kamarnya.Di sana dia mendapati sang istri yang tengah berbaring sambil menonton televisi. Biru senang, dia bisa bermain-main sebentar dengan Jingga sebelum tidur.“Sayang …,” panggilnya dengan nada tidak biasa sembari mendudukan tubuh, kakinya menjuntai ke lantai membuat perasaan Biru tidak enak.“Kenapa sayang?” Biru menyahut, dia berdiri di depan Jingga.“Aku kok nyium bau Ramen ya? Terus aku tiba-tiba ingin Ramen.” Benarkan, kalau nada suara Jingga sudah beda dan memanggilnya dengan sebutan sayang itu berarti Jingga akan merepotkan Biru.Tapi melihat puppy eyes Jingga membuat segala pertahanan Biru luluh lantah.“Kalau enggak salah ada Ramen instan di dapur, aku minta Encum buatin dulu ya?” Jingga mengangguk dengan mata berbinar, tidak sanggup Biru harus menolak keinginan istrinya itu.Akhirnya dia pergi keluar kamar untuk meminta asisten rumah tangga membuat Ramen instan untuk
Cinta memang pernah mengatakan ingin menikah muda dan rasanya sekarang Cinta juga ingin sekali menarik kata- katanya.Bukan pernikahan seperti ini yang diinginkan Cinta melainkan pernikahan sempurna dengan pria yang dia cintai dan mencintainya dengan tulus.Tapi demi memperbaiki kekacauan yang sudah dia timbulkan—Cinta harus menjalani ini semua meski dengan sangat terpaksa sehingga tidak ada roman kebahagiaan di wajahnya.Senyum pun sulit sekali terkembang.Raut wajah cantik Cinta yang telah dibalut makeup tampak masam apalagi ketika mobil yang membawanya sudah tiba di gedung mewah tempat pernikahannya berlangsung. Penjagaan sangat ketat, banyak sekali pria berseragam berkeliaran di sana.“Sayang, jangan lupa senyum ya.” Mami yang satu mobil dengan Cinta mengingatkan.“Iya Mi.” Cinta menyahut demikian hanya agar mami papinya berhenti khawatir dia akan merusak pesta.Cinta di bantu anggota Wedding Planner dituntun menuju ke sebuah ruangan sambil menunggu rombongan Davian tiba.Tidak l
Meski sudah syah menjadi suami istri, Cinta meminta ruangan terpisah dengan Davian untuk mengganti pakaian menjadi pakaian resepsi.Dia sedang menahan gejolak di dalam dadanya setelah bertemu Davian tadi dalam suatu akad nikah.Cinta mendengar permohonan maaf yang diucapkan pria itu dengan pendar yang tampak tulus di mata tapi Cinta tidak yakin kalau Davian sungguh-sungguh dengan ucapannya.Davian pernah membohonginya dan Cinta tidak memiliki alasan untuk mempercayai pria itu lagi.Ketika Cinta sedang memakai pakaian resepsi dibantu asisten MUA—Biru dan Jingga masuk ke dalam kamarnya.Jingga membawa satu piring makan siang untuk Cinta.“Kamu mual-mual enggak pagi ini?” Jingga bertanya setelah asisten dan MUA selesai merapihkan riasan Cinta dan keluar dari ruangan itu.“Enggak Kak.” Cinta menjawab, sebenarnya dia juga heran kenapa tidak mengalami morning sick seperti hari-hari sebelumnya yang membuat tubuhnya lemas tidak berdaya seharian.“Mungkin karena dedek bayi lagi deket sama ayah
Tidak ada cuti menikah yang bisa Cinta ajukan sesuka hati di kampus, jadi keesokan harinya Cinta masih harus kuliah. Dia bangun pagi sekali dan mendapati Davian masih terlelap meringkuk di lantai.Tidak ada sedikit pun rasa iba, yang ada kesal karena menurut Cinta kalau Davian sedang berakting agar dia mengasihaninya.Cinta turun dari sisi ranjang yang lain agar tidak mengganggu Davian lalu masuk ke dalam kamar mandi.Suara berisik di kamar mandi membuat Davian terjaga.Dia menegakan punggungnya, mengusap wajah kasar sebelum akhirnya bangkit seraya membawa bantal untuk dia simpan kembali ke atas ranjang.Davian menghubungi asisten rumah tangga di rumah bunda agar menyiapkan pakaian dan meminta supir mengantar ke rumah mertuanya.Davian dan Cinta memang belum membicarakan perihal di mana mereka akan tinggal setelah menikah.Tapi yang pasti Cinta tidak mau pergi dari rumah kedua orang tuanya.Cinta merasa tidak ada yang akan melindunginya nanti karena dia tidak percaya kepada suaminya
Karena bosan menunggu di dalam mobil, Davian keluar untuk melihat-lihat.Dia duduk-duduk di kantin yang mirip sebuah foodcourt karena terdapat tenan makanan dan minuman terkenal di sana.Davian memesan satu gelas kopi untuk menemaninya menunggu Cinta.Tidak lama kemudian tiba-tiba suasana menjadi ramai karena pergantian jam mata kuliah.Davian celingukan mencari keberadaan Cinta namun tidak dia temukan sampai ponselnya berdering menunjukkan nama Cinta.“Ha—““Kamu di mana sih? Cepetan ke mobil, aku lemes … udah mau pingsan!” hardik suara dari ujung panggilan sana menyela sapaan Davian disusul bunyi klik tanda Cinta memutuskan panggilan sepihak.Tanpa menghabiskan kopinya lebih dulu, Davian bangkit dan berlari menuju mobil.Dia melihat Cinta yang wajahnya begitu pucat bersandar di sisi mobil.Davian membuka kunci mobil dari jauh membuat Cinta terhenyak sesaat kemudian membuka pintu kabin belakang.Davian duduk di belakang kemudi untuk menyalakan AC.“Kamu mau makan apa?” Davian bertany
Hampir seminggu Davian tinggal di rumah mertua indah dan selama itu juga setiap malam dia tidur di lantai sampai tubuhnya pegal-pegal.Cinta sama sekali tidak merasa iba dan mengijinkan Davian tidur bersamanya di ranjang.Padahal setiap hari Davian mengantar jemput Cinta ke kampus.Pria itu juga yang merawat Cinta saat Cinta kepayahan mengalami mual muntah di pagi hari.Seperti pagi ini, Davian yang sedang mengaduk susu ibu hamil di dapur mendapat tatapan kagum dari beberapa asisten rumah tangga yang masih gadis di rumah mami papi.Mereka berharap memiliki suami tampan, mapan dan sangat perhatian juga menyayangi istri seperti Davian.Terlepas dari selentingan gosip dan dugaan tentang pernikahan mendadak putri bungsu majikannya itu yang tengah mengandung, yang mereka lihat adalah kesungguhan Davian dalam mengurus Cinta.“Maaf saya berantakin dapurnya ya, Cum ….”“Enggak apa-apa, Mas.” Malah Tini yang menjawab, asisten rumah tangga yang lain dengan pipi merona.Encum menyikut lengangan
Ini adalah kali pertama Davian akan bertemu calon anaknya melalui alat USG.Davian sangat tidak sabar ingin melihat sudah sebesar apa calon anaknya di dalam perut Cinta.Keduanya mengantri di sebuah ruang tunggu yang nyaman.“Mual enggak?” tanya Davian perhatian karena tadi di dalam mobil, Cinta mengatakan mual sebab mencium aroma parfum mobil.Cinta menjawab dengan menggelengkan kepalanya.“Aku boleh ya genggam tangan kamu kaya para calon ayah yang lain.” Davian berbisik dengan mencondongkan kepalanya ke samping.“Enggak usah aneh-aneh deh,” gumam Cinta bersama delikan sebal.Davian menjauhkan kepalanya dari kepala Cinta, dia tidak akan memaksa.Namun ketika Cinta sudah berada di dalam ruangan dokter dan dibaringkan di sebuah ranjang di dekat mesin USG, Davian tidak bisa mengendalikan dirinya saat dokter menunjukkan layar USG di mana terdapat kondisi calon anaknya di dalam perut Cinta.Tangan Davian menggenggam erat tangan Cinta, terlalu takjub melihat calon anaknya yang padahal masi
Pada kenyataannya, Cinta tidak bisa langsung mengambil cuti atau keluar begitu saja dari kampusnya.Dia harus menyelesaikan semester ini yang hanya tinggal satu bulan lagi.Cinta pikir tidak apalah dia menyelesaikan dulu satu semester ini saja, untuk menutupi perutnya yang semakin besar Cinta bisa menggunakan pakaian oversize.Sedangkan Davian harus pindah lebih dulu karena surat tugas sudah turun sekaligus menyiapkan rumah mereka di Medan.Setiap weekend Davian tidak pernah absen pulang ke Jakarta untuk bertemu Cinta padahal Cinta sering melarang pria itu pulang karena sebentar lagi dia akan menyusulnya ke Medan.Karena sesungguhnya Cinta lebih suka Davian tidak pulang.Ketika Cinta sedang mengerjakan tugas di meja belajar di kamarnya.Ponsel yang berada di atas ranjang berbunyi.Cinta melirik sekilas kemudian malas-malasan bangkit dari kursi meja belajar untuk menjawab panggilan yang masuk ke ponselnya.Nama suaminya muncul di layar.Cinta mengembuskan napas jengah namun tak ayal je