Diana membenamkan wajah di dada Alex. Matanya terpejam menikmati detak jantung dan aroma tubuh Alex yang maskulin. Semua hal itu membuat Diana merasa nyaman. Entah kenapa mengetahui dirinya bersandar di sisi tato kepala naga menambahkan rasa aman dalam hati Diana.
Apakah yang dikatakan Alex benar? Bahwa naga adalah makhluk mistis pelindung keluarganya? Jari-jari Diana menelusuri torehan tinta hitam yang membentuk gambar kepala naga. Mulut sang naga yang menganga menimbulkan kesan seolah dapat menggigit jarinya. Diana mengusir pikiran itu jauh-jauh. Naga cuma ada dalam dongeng anak kecil. Alex masih membutuhkan tidur supaya dirinya dapat aktif dan waspada di malam hari. Diana menemani dengan baik--sambil menekuni tatonya. Siangnya Alex memesankan makan siang untuk mereka dari salah satu restoran bintang empat. Diana menikmati makan siangnya yang lezat, sedangkan Alex lebih menikmati Diana daripadaSaat masih muda Alex telah kehilangan keluarganya. Bukan karena kecelakaan, tapi karena kedengkian lawan bisnis ayahnya. Alex yang saat itu pergi diam-diam dari rumah untuk ikut serta di arena tarung bebas ilegal lolos dari pembantaian. Dia berhasil bangkit dari keterpurukan dan membalas dendam pada pembunuh keluarganya. Alex tidak membunuh, dia membuat situasi korbannya begitu buruk hingga mengakhiri hidup sendiri. Pengalaman hidup yang pahit membentuk Alex menjadi seorang lelaki yang tidak percaya pada siapa pun. Kepribadian inilah yang membantunya dalam membangun bisnis dari nol. Kawan dia sambut, lawan dihadapi dengan tangan besi. Alex membuat dirinya dikenal semua orang, terutama mereka yang bergerak dalam bisnis hiburan malam. Lawan-lawan Alex telah berusaha menggunakan berbagai cara untuk menjatuhkannya, tapi dia terlalu pandai. Bahkan wanita-wanita cantik yang dikirimkan tidak satu pun yang mampu memikat hati Alex. Wanita-wanit
"Bagaimana rasanya bisa melihat pikiran orang lain? Tidak ada yang bisa menyembunyikan sesuatu darimu dong?" tanya Diana. Matanya menatap Alex dengan takjub. "Hmm... Tidak setiap saat aku bisa melakukannya dan rasanya tidak selalu menyenangkan. Tapi, ya, hal itu sangat berguna untukku. Terutama dalam pekerjaan." "Seandainya aku juga bisa," keluh Diana. Alex tertawa, "Untungnya tidak." "Huh, menyebalkan." "Ehm... Mengenai apa yang kamu pikirkan tadi. Kamu ada rencana untuk melakukannya dalam waktu dekat?" Suara Alex penuh godaan. "Tidak, Alex! Memikirkan belum tentu melakukan!" "Kapan saja kamu siap, beri tahu aku." Alex mengerling. "Kamu tidak pergi ke club hari ini? Sudah hampir waktunya kan?" Diana mengalihkan topik pembicaraan. "Mereka bisa menunggu." Alex menangkap Diana yang hendak melarikan diri darinya, "Sekaran
"Jadi si b*ngsat itu menunjukkan kelemahannya juga sekarang. Amati terus apa yang mereka perbuat. Catat waktu hingga ke detik-detiknya. Aku tidak akan melewatkan kesempatan untuk menjatuhkan anak sombong itu!" "Siap Bos!" Sekelompok lelaki berbadan besar yang sedari tadi mendengarkan kicauan bos mereka dengan patuh kini bergerak keluar dari ruangan. Apa yang disampaikan oleh bos harus dilaksanakan. Kalau tidak nyawa taruhannya. Tinggallah seorang lelaki berambut putih duduk di belakang meja besar yang dipahat dari sebongkah kayu. Wajahnya keras dan kasar dimakan usia. Di bagian kiri wajahnya ada bekas luka yang membujur miring dari tengah dahi ke pipi. Mata yang dilalui oleh bekas luka itu berwarna putih karena rusak. Nama lelaki itu adalah John. Tidak ada yang tahu nama belakangnya. Dia hanya memberitahukan nama belakangnya pada orang yang hampir mati. Sebelum Alexander menjadi kuat seperti se
Seharusnya sore ini Diana sudah dalam perjalanan kembali. Alex menghitung, dia bisa memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi Diana untuk berangkat dari kota tempat orangtuanya tinggal menuju ke kota ini. Jika jalanan bebas hambatan perjalanan hanya membutuhkan waktu tiga jam. Satu malam tanpa kehadiran Diana membuat Alex tidak dapat tidur karena insomnia yang diderita. Meskipun demikian dia tidak mau minum obat tidur lagi. Apa artinya satu malam dibanding selamanya? Matahari mulai turun ke peraduannya. Langit berubah warna. Alex mondar-mandir dengan gelisah di dalam kamar ketika waktu yang dia perhitungkan terlewati. Ada secercah perasaan tidak nyaman yang tidak dapat dia singkirkan. Untuk menghilangkan kecemasan Alex mencoba menelepon. Diana tidak menjawab panggilan teleponnya. Alex mencoba beberapa kali lagi. Hasilnya sama saja. Apakah Diana tidak mendengar dering handphonenya? Ataukah handpho
Diana terbangun dengan linglung di atas sebuah tempat tidur. Pipinya masih terasa sakit akibat tamparan tadi. Kepalanya melayang. Diana mencoba turun dari tempat tidur dan jatuh terduduk. Kakinya lemas. Alex. Tujuan mereka adalah Alex. Hati Diana diliputi kecemasan. Dia menyesal karena begitu mudah diculik. Orang-orang ini menyeretnya ke dalam van saat dia turun dari mobil travel. Jika terjadi apa-apa pada Alex dia akan menyesal seumur hidup. Itu pun jika dia masih hidup. Lelaki tua bernama John yang menamparnya tadi terlihat begitu menyeramkan. Apa hubungan orang itu dengan Alex? Terdengar suara kunci dibuka. Jantung Diana berdegup kencang. Rasa takut menyelimuti. Matanya mengawasi pintu yang terbuka. "Ah, sudah sadar rupanya!" John tertawa senang. Dia berjalan mendekati Diana yang masih terduduk di lantai. John mengangkat Diana ke atas tempat tidur dan duduk berhadapan dengannya. Mata kanannya
Dari tindakan Alex, John dapat mengukur betapa berharganya Diana. Dia mengelus bekas luka di wajahnya. Sebuah kebiasaan yang kerap dilakukan saat memikirkan sebuah rencana kotor. John memanggil anak buahnya. "Ambilkan segelas air," perintah John. Tidak sampai satu menit segelas air sudah diletakkan di meja John. Dia mengeluarkan sebotol cairan dan menuangkan beberapa tetes ke dalam gelas. "Paksa wanita itu minum." Anak buahnya mengangguk paham. Dia mengajak seorang lelaki lagi menuju kamar Diana. John mengamati dari CCTV. Matanya memicing memperhatikan kedua anak buahnya masuk ke kamar Diana. Wanita itu tampat terkejut tapi menerima gelas air. Tidak disangka Diana menyiram anak buahnya. John tertawa. Tampaknya dia harus turun tangan sendiri. Diana terheran-heran saat John muncul bersama dua orang lelaki yang disiramnya tadi. Mau apa dia?&n
"Kamu tidak boleh pergi sendirian," kata Alex tegas. "Apaan sih?" "Kamu. Tidak boleh. Pergi. Sendirian." Alex mengeja kalimatnya. "Tapi aku cuma mau ke dapur!" Diana kesal dan geli dengan tingkah Alex. "Kamu mau apa? Kuambilkan." "Aaaah kamu ini, kok jadi tambah posesif sihhh!" Diana merajuk. Alex memeluk Diana erat-erat, "Maafkan aku Princess, perasaanku belum pulih." Diana terhenyak. Begitu rupanya. Dia menangkup wajah Alex dan menatap matanya, "Aku baik-baik saja kan? Kamu berhasil menyelamatkanku." "Aku tahu." Alex tersenyum. Mata Diana melebar mendengar kepercayaan diri Alex, "Ada yang pernah bilang kalau kamu sombong?" "Beberapa kali. Tapi mereka sudah kuberi pelajaran." "Ehm..., kamu mau memberiku pelajaran juga?" "Hati-hati dengan ucapanmu, Princess. Aku bisa m
Diana melihat lelaki di hadapannya berbicara lewat headset. Tampaknya Benyamin memberi perintah khusus. Diana merasa akan terjadi sesuatu yang buruk. Saat itu Alex tampak berlari kecil ke arah mereka. Dia berhasil mengejar penjambret tadi dan merebut kembali tas Diana. "Maaf, Nona. Aku harus membawamu pulang." Si lelaki berjas tersenyum. "Aku sudah bilang tidak mau." Diana bergerak mundur. Alex yang mengamati pergerakan tidak biasa ini mempercepat langkahnya. Wajahnya mulai cemas. Dia bisa menebak sesuatu yang aneh sedang terjadi. "Maaf." Diana menjerit saat lelaki berjas itu mengangkatnya dengan mudah. Tubuhnya dipanggul di pundak seperti membawa sekarung beras. Lelaki itu berjalan cepat ke arah pintu utama. "Hei!!" Alex berteriak. Sedikit lagi dia mencapai Diana. "Alex!" Diana tahu Alex tidak akan membiarkannya dibawa pergi, "Turunkan aku