"Ashera, mau ke mana?" Trixi tampak khawatir dan penasaran melihat sahabatnya berjalan dengan langkah sedikit cepat tidak seperti biasanya.
Ashera tersenyum menunggu sampai Trixi benar-benar sampai di hadapannya."Aku mau ke kasir," jawab Ashera sembari berbalik dan berjalan beriringan dengan Trixi."Apa rumah sakit sudah menangih biaya perawatan ibumu lagi?" Trixi menghentikan langkah mereka. Menghadapa Ashera dan memperhatikan Ashera dengan sorot mata iba dan simpati."Tidak," jawab Ashera mengetahui kecemasan Trixi. "Aku ingin membayar sebagaian biaya perawatan ibuku," sambung Ashera menjelaskan tujuannya pergi ke kasir."Kamu punya uang?" Lagi-lagi Trixi bertanya dengan wajah iba."Ya, sedikit." Ashera kembali berjalan dan diikuti oleh Trixi."Apa kamu pinjam uang dari cafe? Atau ...." Trixi menghentikan ucapannya.Bukan hanya ucapannya saja yang berhenti, tetapi juga langkahnya dan rasanya tidak lengkap bila dia tidak menghentikan dan menahan lanAshera tidak berani memutar tubuh menghadap pria yang memanggilnya. Andai saja yang memanggilnya bukan suara dingin Arion, kemungkinan dia akan langsung berputar menanggapinya. Sayangnya, suara yang memanggilnya adalah milik Arion sehingga Ashera memiliki rasa ragu.Sekali Ashera menghirup napas, lalu menghembuskannya secara halus dan perlahan. Hal ini terjadi hingga hitungan ketiga dan akhirnya dia berputar balik."Anda memanggil saya, Tuan?" tanya Ashera mengarahkan sorot mata pada Arion.Jantung Ashera berdetak cepat ketika pria yang disapanya tidak langsung menjawab pertanyaannya. Arion bangkit dan berdiri, lalu berjalan mendekati Ashera dengan langkah santai, namun tampak sangat menggetarkan.Ternyata bukan hanya sorot mata dan suara serta aura wajahnya saja yang dingin, langkah Arion saat mendekati Ashera pun terasa dingin hingga tubuh Ashera terasa beku.Rasanya tidak cukup Arion membuat jantung Ashera melakukan senam hanya dengan suara dan tatapannya saj
"Maaf, Tuan. Bisa singkirkan tangan Anda dari tubuhku?" Ashera menahan kemarahan dan memberontak untuk melepaskan diri.Tatapannya sangat tajam seperti pisau siap menghunus pria yang telah lancang dan berani menyentuh kulit tubuhnya. Meski Ashera menyadari bila pakaian yang dikenakan malam ini memang memancing mata pria untuk menyentuhnya, tapi tidak seharusnya dia diperlakukan dengan tidak sopan. Ashera menepis tangan pria itu dari tubuhnya."Jangan sok jual mahal, Nona!" seru pria itu tampaknya terpancing oleh penolakan Ashera.Ashera mengatur pola napas yang mulai memicu diafragma dan dadanya naik-turun menekan amarah dalam diri. Bila bukan karena pekerjaannya, mungkin saja dia sudah menampar pria itu karena telah berlaku kurang ajar padanya.Ashera kembali menarik napas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan untuk kembali memanjangkan kesabarannya. Dia kembali mengingat pesan yang pernah Ester berikan padanya sebelum memutuskan untuk bekerja di cafe itu.
"Kamu pikir, kamu bisa lepas dari kami, Nona manis?" Salah satu pria menyentuh dan mengusap wajah Ashera dengan lembut, namun terasa menjijikkan dan ngeri bagi Nada. Apalagi saat pria itu mencubit kecil dagu Ashera dengan cubitan genit. Ashera membuang muka menepis tangan pria itu. Darahnya berdesir bukan karena tergoda oleh sentuhannya, melainkan ngeri dan takut. Langit seakan runtuh saat itu juga ketika dia tidak bisa melawan dan melarikan diri karena cekalan kedua pria itu sangat kuat pada lengannya."Lepaskan aku!" pekik Ashera ketika mereka menyeret paksa dan membawanya pergi dari tempatnya berdiri.Meski Ashera memberontak dan terus berteriak meminta untuk dilepaskan, kedua pria itu sama sekali tidak menghiraukannya, malah salah satu dari mereka membungkam mulutnya sehingga Ashera tidak dapat lagi berteriak dan minta tolong."Dia urusanku, kamu ambil mobil! Kita segera bawa wanita cantik ini pergi!" perintah pria yang membungkam mulut Ashera.Pria sat
Saat terbangun, Ashera merasakan punggung dan leher bagian belakangnya sakit. Sebelum benar-benar membuka mata, tangannya menyentuh dan memeriksa bagian tubuhnya yang sakit. Saat ini Ashera belum mengingat apa yang terjadi padanya hingga rasa sakit itu menimpanya.Ashera berusaha menggerakan lehernya beberapa kali ke kanan dan ke kiri. Dia ingin meregangkan otot-otot lehernya. Dia pikir karena salah posisi tidur dan berharap dengan sedikit peregangan, maka rasa sakit itu hilang. Nyatanya salah, semakin dia menggerakkan lehernya, semakin rasa sakit itu dirasakannya."Jangan terlalu banyak digerakkan!" Ashera langsung membuka mata ketika mendengar suara seorang pria.Tubuh Ashera seperti tersengat aliran listrik dengan tegangan sangat tinggi ketika matanya telah sempurna terbuka dan melihat sosok pria yang bersuara di dekatnya. Bahkan bola mata bulatnya hampir saja terlepas dari mangkuknya ketika mengetahui siapa pria itu."Arion!"Tubuh Ashera melonjak dari p
Ashera sama sekali tidak menyangka kalau dia akan menjadi tawanan di rumah itu. Dia pikir setelah sarapan akan pergi ke rumah sakit setelah mengucapkan rasa terima kasihnya. Ternyata apa yang dilakukan Arion tidak pernah dia pikirkan.Ashera bahkan berpikir bila Arion bukan menganggapnya sebagai Aleysa karena setelah dia membuka mata, pria itu bersikap dingin padanya. Seharusnya bila Arion mengira dirinya adalah Aleysa, pria itu pasti khawatir melihatnya kesakitan."Atau ... jangan-jangan dia sudah tau kalau aku bukan Aleysa dan kita adalah saudara yang memiliki wajah mirip?" Pikiran Ashera melayang tidak karuan. Bukan masalah bila Arion mengetahui identitasnya yang asli, yang dia takutkan adalah Aleysa dan Kafi. Dia takut mereka menyakiti ibunya setelah Arion mengetahui bila Aleysa memiliki saudara dengan wajah yang mirip."Tidak, meski wajahku sama dengan Aleysa, tidak mungkin pria itu menduga bila malam itu yang tidur dengannya aku, bukan Aleysa."Ashera berp
"Apa kau akan terus berdiri di sana dan membiarkan aku kelaparan?" Suara Arion berhasil membuat Ashera terbangun dari rasa gugup dan lamunannya.Ashera yang masih enggan menginjakkan kaki di dasar lantai karena merasa gugup oleh tatapan Arion dan memang dia tidak tau harus melakukan apa dan harus bersikap sebagai siapa, Aleysa-kah atau bersikap sebagai dirinya sendiri? Sapaan Arion membuat langkah Ashera berlanjut dan mendekati meja makan. Lagi-lagi langkah Ashera berhenti ketika telah dekat pada meja. Dia masih ragu, di mana dia harus duduk? Di sana ada empat kursi dengan Arion duduk di seberang dia berdiri. Dia bingung, apakah harus duduk di samping Arion atau di depan pria itu?Arion seperti patung pengamat. Setelah bebicara satu kalimat, dia tidak mengucapkan apa-apa lagi. Hanya bola matanya yang dingin dan lekat memperhatikan Ashera yang kikuk.Tidak mau terlihat bodoh dan gugup, Ashera menarik kursi yang ada di hadapan Arion, lalu duduk.Berhadapan dengan
Ashera benar-benar tidak menyangka bila Arion bukanlah pria yang bisa dipegang kata-katanya. Arion telah berjanji akan mengantarnya pulang, tapi kenyataannya, dia malah sudah pergi. Wajah berseri Ashera yang tadinya penuh dengan harapan akan bebas dan bertemu dengan ibunya, kini hilang sudah. Wajah itu layu dan penuh rasa kecewa. Ashera memutar kembali tubuhnya dengan tiada semangat sama sekali."Non!" panggil Iyem ketika melihat Ashera melangkah lemah hendak kembali ke kamarnya."Aku mau tidur lagi, Bi," jawabnya tanpa menoleh, apalagi menghentikan langkahnya.Tidur? Alasan Ashera jelas saja hanya alasan klasik, Iyem pun tidak akan percaya. Mana mungkin pagi-pagi begini ada yang akan kembali tidur?"Non, tuan Arion meminta maaf dan akan mengantarmu pulang malam nanti," ucap Iyem tidak peduli apakah Ashera akan mendengarkan atau tidak.Ashera menghentikan langkahnya, lalu menoleh melihat Iyem. Wajah Iyem terlihat menyayangkan apa yang terjadi padanya. Ashera
Arion terkejut saat pulang hampir tengah malam, saat melihat Ashera tidur di sofa. Dia tidak tau apa yang dilakukan oleh Ashera, tetapi dia merasa yakin bila Ashera menunggu kedatangannya dan mungkin menunggu janjinya."Tuan," sapa Iyem melihat Arion pulang."Hust!" Arion meletakkan jari telunjuk di depan bibir meminta Iyem diam agar tidak mengganggu tidur Ashera."Nona Aleysa menunggu Anda kembali. Saya telah mengatakan bila Anda akan terlambat pulang dan memintanya tidur di kamar, tapi dia tidak mau dan ingin menunggu Anda pulang," jelas Iyem menceritakan keras kepala Ashera menunggu Arion pulang dan menepati janjinya.Arion mengalihkan pandangnya pada Iyem, lalu meminta Iyem meninggalkan mereka dan istirahat.Arion berjalan mendekat. Ada rasa bersalah dalam dirinya karena telah mengingkari janji untuk mengantarnya pulang setelah mendengar cerita Iyem tentang penantian Ashera. Sangat pelan Arion duduk di samping Ashera tanpa melakukan apapun, kecuali memandangi