"Dasar manusia aneh! Laki-laki tidak bermoral!" maki Ashera berjalan keluar meninggalkan kamar Arion.
Kesal, marah, ingin memaki, namun tidak berdaya. Itulah yang dirasakan Ashera saat ini. Arion menekan dirinya dan mengatakan bila mulai hari ini dia adalah asistennya. Segala keperluan Arion, dia yang bertanggung jawab. Bahkan sampai menyiapkan pakaian, makan dan semuanya sampai hal yang terkecil dan pribadi pun, dia yang harus melakukannya.Bibir Ashera terus komat-kamit memaki dan menggerutu apa yang telah dilakukan Arion padanya."Ini namanya bukan asisten, tapi babu," gerutunya."Tidak baik wanita cantik sepertimu memasang wajah cemberut."Tiba-tiba Ashera dikejutkan dengan suara pria di hadapannya. Jelas saja hal ini membuat gerakan bibirnya langsung terhenti.Melihat siapa yang datang, bukan mengobati rasa kesalnya, dia malah semakin kesal. Ashera mengabaikan sapaan Fathan dan berlalu dari hadapan pria itu, lalu duduk dengan kasar di sofa. Matanya sini"Pakai sendiri!" Ashera menyampirkan celemek pada bahu Arion.Sembari berputar, sembari menyambar alat masak dan sendok sayur dari tangan Arion. Dia mengambil alih apa yang akan dilakukan oleh Arion, sedangkan Arion sendiri terdiam. Pria itu mengambil celemek dan meletakkan pada lengannya dan membiarkan Ashera melakukan tugasnya.Arion menjauh dari Ashera ketika ponselnya berdering dan menjawab. Pria itu melakukan obrolan cukup lama dan Ashera melihatnya sekilas, lalu cuek melanjutkan pekerjaannya. Ketika menoleh lagi, Arion sudah tidak terlihat di tempatnya berdiri."Dasar manusia aneh!" gerutu Ashera.Dia merasa Arion adalah pria paling aneh dan tidak bisa dimengerti sepanjang dia mengenalnya. Sikapnya selalu berubah-ubah tidak bisa ditebak. Terkadang dingin, cuek dan datar, tapi terkadang juga perhatian dan sok patuh."Makanannya sudah matang," ucap Ashera saat melihat Arion baru keluar dari kamarnya dan berjalan, sembari menghidangkan masakan di atas mej
"Silakan menikmati harimu!" Fathan merentangkan kedua tangan saat mereka telah tiba di tempat tujuan. Sebuah pantai laut lepas terbentang di hadapan Ashera dan Fathan. Tidak terlalu ramai pantai itu, hanya beberapa orang saja yang ada di sana. Lebih tepatnya hanya beberapa pasang. Mungkin karena bukan hari libur, mungkin juga karena siang hari, mereka takut hitam.Ashera mengedarkan pandang ke laut lepas, lalu melihat Fathan. Dia tidak tau apa tujuan pria itu membawanya ke sana, ke tempat yang bisa dikatakan sepi. Katanya mau merefresh otaknya, tapi hanya ada pasir putih dan birunya air laut."Aku tidak suka pantai," ucap Ashera sembari berjalan kembali masuk ke dalam mobil.Fathan tercengang, lalu berjalan mengikutinya dan berdiri di samping pintu mobil di mana Ashera duduk."Kenapa?" tanyanya dengan tatapan ingin tau."Tidak suka saja. Apa harus ada alasan?" seru Ashera menunjukkan nada tidak senang."Harus! Setiap hal pasti ada alasan," desak Fathan.
"Huh ... dasar pelor!" Ashera menggerutu ketika kembali ke dalam mobil dan mendapati Fathan tidur. Dia kesal karena asisten Arion itu membawanya ke pantai, tapi malah dia sendiri berdiam di dalam mobil dan tidur. Hanya saja Ashera juga merasa senang dan beruntung karena dengan begitu, dia dapat menghubungi Trixi. Paling tidak ada kelegaan sendiri mendengar kabar Trixi baik-baik saja. Terakhir yang dia ingat, sahabatnya itu juga disekap untuk mengancamnya."Sudah kembali?" Fathan membuka mata saat Ashera duduk di sampingnya."Dari tadi," jawab Ashera sewot."Sorry, aku ketiduran," sesal Fathan sembari mengucek mata seolah-olah dia memang ketiduran. Padahal Fathan sama sekali tidak tidur. Kemanapun Ashera pergi, sebenarnya dia mengekor.Karena hari sudah sore, Fathan mengajak Ashera kembali dengan alasan agar mereka sudah sampai rumah sebelum Arion kembali. "Aku tidak mau Arion tau kalau kita pergi ke luar. Bisa-bisa kita dihukum," ucap Fathan sembari memutar
"Jangan makan terlalu banyak! Sisakan ruang dalam perutmu!" Ashera mengangkat kepala dan langsung melihat Arion. Matanya mengernyit heran dan bingung. Dia tidak mengerti apa yang dikatakan pria yang kini duduk bersandar punggung di depan mata dengan tatapan dingin padanya. Bahkan makanan dalam piringnya sama sekali belum dia sentuh."Aku belum memakannya," ucap Ashera juga cuek dan terkesan obrolan kosong.Arion menghela napas halus, lalu mencondongkan punggung ke arah Ashera dengan kedua tangan terlipat di atas meja. Tatapannya semakin lekat dan dekat."Makanlah sedikit saja untuk mengganjal perut!" lirihnya memerintah.Ashera semakin tidak mengerti. Kemarin-kemarin Arion memintanya untuk makan lebih banyak dan mengatakan badannya terlalu kurus. Dia takut Ashera tidak akan kuat bertahan saat dia membutuhkannya untuk menyiapkan pakaiannya. Bahkan bila ada angin bertiup, tubuhnya akan turut melayang seperti layang-layang. Sekarang pria itu memintanya makan sedi
"Kenapa berhenti?" Ashera heran melihat Arion meminta sopir menghentikan mobil yang mereka tumpangi di pinggir jalan arah masuk ke area pemakaman. "Aku harus memastikan Aleysa tidak ada di sana," jawab Arion dingin tanpa melihatnya."Kenapa? Apa kamu takut Aleysa cemburu melihat aku bersamamu? Atau kamu takut aku menyakiti kekasihmu itu?" Hati Ashera yang sejak Arion menyetujui permintaannya mengunjungi makam Zanna merasa senang dan tenang, tiba-tiba meradang. Terlebih saat mengingat Aleysa. Bukan cemburu atau sejenisnya, tapi dia marah karena Arion melindungi Aleysa dan mengira bila dia akan menyakiti Aleysa.Sorot mata Ashera tajam melekat menatap Arion. Ada kebencian membara dalam netranya. Kebencian itu muncul begitu saja setiap kali mengingat nama Aleysa.Arion pun terdiam menanggapinya. Pria itu melakukan hal yang sama, membalas tatapan tajam Ashera. Bahkan sorot matanya lebih misterius dan lebih tajam melekat dari sorot mata Ashera. Hanya saja itu berla
"Bagaimana?" tanya Arion dengan wajah cemas."Maaf, Tuan. Saya tidak dapat menemukannya," jawab sopir dengan wajah takut dan juga cemas. Karena bila dia tidak menemukan Ashera, tenta saja bukan hanya kecemasan Arion yang memuncak, namun kemarahannya pun akan membuncah juga."Apa dia kabur?" gumamnya, tiba-tiba melintas pikiran bila Ashera melarikan diri darinya.Arion segera menghubungi Fathan kembali. Tidak lama kemudian Fathan datang bersama beberapa orang pria berseragam serba hitam."Apa yang terjadi?" tanya Fathan dengan tergesa-gesa dan panik.Arion menatap Fathan dengan sorot mata tajam."Bukankah katamu tempat ini sudah steril?" Suara Arion tegas dan bulat."Benar. Mereka telah melakukannya," jawab Fathan.Dia merasa orang-orangnya telah melakukan apa yang diperintahkan Arion, mengosongkan makam itu dan memastikan tidak ada Alyesa atau orang-orang yang dicurigai sebagai mata-mata Aleysa di sana. Lagi pula Fathan juga sudah membicarakan hal in
"Ashera, apa itu kamu?" Suara Arion sangat hati-hati.Langkah dan pandangnya pun sangat waspada saat melihat sebuah pergerakan di balik pohon dengan suara rintih dan tangis kecil."Ashera, ini aku," ucapnya lagi. Kali ini dia ingin yakin bila orang yang menangis di balik pohon itu Ashera.Arion sangat hati-hati, bukan karena tempat itu licin akibat hujan, tapi dia juga harus berhati-hati dan waspada bila saja orang itu bukan Ashera, melainkan orang lain atau malah binatang buas. Oleh karena itu, dia harus tetap waspada. Sebelum benar-benar melihat siapa dan apa yang ada di balik pohon, Arion mencari benda apa pun yang bisa dia gunakan untuk melindungi dirinya. Sebuah ranting kini telah ada dalam genggamannya dan siap menyerang bila ada serangan mendadak.Arion mendekat dengan sangat halus dan pelan. Bahkan untuk bernapas saja, Arion melakukan denga sangat halus."Ashera!" pekik Arion.Arion kaget bukan main saat langkahnya telah dekat dan melihat Ashera meringkuk kedinginan dengan t
Ashera kembali memejamkan mata tanpa berkata-kata. Tubuhnya telalu lemah untuk menanggapi Arion dengan penolakan. Tidak dapat dipungkiri, lingkaran dan pelukan Arion memberinya rasa hangat di saat tubuhnya terasa dingin. Meski merasa tidak nyaman dan canggung, Ashera mencoba untuk terus memejamkan mata."Tidurlah!" lirih Arion.Arion mengangkat kepala Ashera dan menyusupkan tangannya ke bawah menjadikan lengannya sebagai bantal untuk Ashera. Tadi dia tidak melakukan hal itu karena tidak mau mengagnggu tidurnya, tapi setelah melihat Ashera membuka mata dan terbangun, Arion berani melakukannya. Saat Arion semakin erat mendekapnya, tubuh Ashera hanya terdiam membeku. Bahkan tangannya pun tidak berani membalas pelukan Arion. Lagi-lagi matanya harus tetap terpejam meski sulit untuk tertidur.Karena tidak ada pembicaraan antara mereka, tidak ada pergerakan juga sehingga malam menjadi sangat hening. Hanya denting jarum jam dinding yang memberikan irama konstan.Arion merapatkan tubuhnya ket