Inilah hari yang paling dinanti setiap manusia. Mungkin inilah sebagian harapan kecil juga yang diinginkan tiap insan. Berkumpul dengan keluarga tercinta, bersenda gurau didalamnya, hangat menabur ria dalam untai tawa sebuah keluarga.
Pagi yang begitu terasa beda, sorot sinar mentari menari indah dalam penglihatan, terasa begitu silau. Terbangun dari tidurnya, suara bising dari bilik dapur terdengar juga meninggalkan aroma roti gandum yang telah dibakar, ditambah lapisan selai coklat, menambah aroma pagi semakin kuat.
“Pagi, Linara.” Bunda Adelia menyambut Linara yang baru saja tersadar dalam mimpinya, perlahan mengumpulkan nyawa sembari menatap heran dengan hari ini yang masih tak sangka bagi Linara akan bertemu dengan Bunda.
Terdiam sesaat, sambil mengucek matanya dan tersenyum kecil. Lalu menerima kenyataan manis ini bahwa Bunda Adelia benar-benar sudah ada bersamanya, seketika hangat menyelimutinya. Langkahnya juga kini pasti, melangkah menuju Bu
Dug!Dug!“Siapa itu?!”Linara terkejut setengah mati melihat sosok misterius dibalik Pintu Kaca yang terus diketuk. Sepertinya dia hendak kedalam. Linara segera mematikan kompor api, membuat kuda-kuda untuk berjaga tampak waspada. Matanya membulat sempurna, hatinya begitu gelisah melihat sosok misterius yang mendadak hadir.“Siapa Dia?”Ketukan jendela semakin kuat, membuat Linara semakin menyiapkan diri untuk menghadapinya. Dengan perbekalan Pisau daging yang Linara pegang dengan kuat untuk menjaga dirinya. Wujud hitam itu semakin mengetuk keras, perlahan Linara mendekati, membuka tirai transparan untuk melihat lebih jelas siapa gerangan?Sepertinya sosok itu bukan sosok biasa, hanya orang tertentu dengan keahlian memanjat yang luar biasa. Tepatnya dilantai 10 yang berjarak tinggi sekali dari permukaan tanah, bahkan seekor kera
“Ini sudah terbilang sangat jauh, posisi kita aman. Berhentilah sebentar,” Theo memerintah Rayhan, segera Rayhan berhenti dibahu jalan yang cukup sepi.“Ada apa?”“Ada yang harus Aku lakukan dulu,” Ujar Theo sambil keluar dari mobil.Theo berjalan cepat menuju arah belakang mobil tepatnya bagasi mobil, dia membukanya dan mengambil sesuatu dibalik begasi itu. ternyata Theo melakukan pergantian plat nomor kendaraan, cara agar tak dikenali oleh Jarvas.“Ayo jalan lagi,” Ucap Theo setelah usai semuanya, dia menutup pintu mobil dengan sekali hentak.Perjalanan kembali dilanjutkan, hari semakin gelap, cuaca dingin juga memeluk begitu erat pada tulang dan daging yang terbalut. Rayhan tampak mengatuk, kini giliran Theo yang mengambilm alih kemudi. Saat terlepas dari setir, Rayhan langsung menguap dan menutupkan matanya dengan lelap.“Theo,” Sahut Bunda Adelia dari kursi belaka
“LINARA!”Avraam berteriak begitu histeris, matanya membulat sempurna bahkan terlihat ingin keluar dari tempatnya. Darah yang mengalir membasahi tangan Avraam yang menangkup wajah Linara, seakan merah mengental keadaan disana.Awalnya tembakan itu teruju pada Avraam, Linara yang berada dibelakangnya punggung Avraam langsung membalikan semua posisi. Linara memeluk erat Avraam, agar Linara bisa melindung Avraam. Karena hanya dengan ini, Linara bisa membalas bantuanya yang sudah cukup melindungi Linara. mungkin bisa dikatakan sebagai pengorbanan.“Lain kali, jangan bertindak bodoh.” Tutur akhir Linara setelah suara denging yang melingking mengintari pendengarannya, pandangannya juga sudah kabur, semua mulai tak jelas.Bruk!“Linara!”Teriak Avraam kembali dengan memeluk Linara dengan darah yang tertinggal begitu dalam, kejadian itu disaksikan langsung
“Dulu saat Kecelakaan 3 tahun lalu, dengan mobil keluarga Group Majaya. Mendengar kabar sang isteri pemilik perusahaan Group Majaya telah tiada, tentu membuat rasa pedih. Namun, satu sisi Saya juga merasa pedih setelah Anak semata wayang Saya harus kehilangan Kakinya di usia yang sedang aktif dan gemar dalam belajar juga bersosial,”“Nyawa supir pribadi Saya juga ikut terseret dalam kasus kecelakaan itu, kecelakaan dulu murni sebuah musibah. Pihak polisi dan beberapa saksi menjadi bukti kuat bahwa kecelakaan itu terjadi karena jalanan yang terlalu curam, akibatnya sulit untuk mengendalikan kemudi. Tapi, ada juga yang mengatakan bahwa mobil Group Majaya hilang kendali karena rem blong.” Lanjut Bunda Adelia membuat Avraam tertohok dengan pernyataan Bunda Adelia.“Bukankah Mobil satunya lagi yang sebenarnya hilang kendali?” Avraam menukasnya, karena semua seperti tidak sesuai apa yang Avraam dapat.&ld
“Kamu sudah ingat, Nak?” Bunda Adelia seakan tak percaya.“Iya Linara ingat lah, Bundakan. Bunda Adelia, Bunda kesayangan Linara.” Seketika raut wajahnya berubah, menampakan Linara yang seperti dahulu.Bunda begitu bahagia, memeluknya dengan hangat, “Bunda yakin, Kamu tidak akan pernah melupakan Bunda,” Ujarnya sambil mengecup Linara.“Linara tidak pernah melupakan Bunda, kenapa sih Bunda ngomong kaya gitu?” Jawab Linara sedikit mengerucutkan bibirnya.Bunda Adelia menangkup wajah Linara, menatapnya dengan penuh haru, “Tidak sayang, Bunda hanya bilang terima kasih sudah bertahan hingga sekarang,”Meskipun perkataan Bunda yang tidak dipahami sepenuhnya oleh Linara, tapi pelukan Bunda membungkam semua rasa ingin tanyanya. Perasaan nyaman memeluk hangat sang Bunda, rasa aman dan tentram seakan mengalir begitu saja pada diri Linara. Entah apa yang terjadi sebelumnya
Malam yang begitu banyak drama dan tangisan. Pedih, pahit semua berpadu menjadi satu dengan malam yang merangkul dingin sebuah rasa.“Sudah jangan menangis lagi, Kamu jelek kalau nangis.” Canda Rayhan yang memancing Linara untuk mencubit dirinya.“Aww! Ternyata cubitan Kamu masih tetap sama. Sama-sama menyakitkan,” Celoteh Rayhan semakin menjadi.“Mana ada cubitan yang berubah? Kamu ini Ray ada-ada aja.” Balas Linara sembari tertawa kecil.Angin yang berdesir dikeheningan malam, mengantar rasa lapar pada seorang Pasien yang baru tersadar dalam tidurnya yang panjang. Suara getaran perut membuat rasa malu seisi ruangan, Rayhan yang mendengar suara perut keroncongan Linara hanya bisa menyembunyikan tawanya.“Kamu pasti lapar ya?” Tanya Rayhan membuat Linara berdelik malu.Melihat Linara yang tanpa respon pasti itu adalah sebuah jawaban iya, namun terhalang rasa malu, membuat Rayhan h
Hari berlalu dengan semu, kondisi Linara juga semakin menemukan titik temu sebuah kepulihan. Hingga jatuh pada hari pemeriksaan skala besar mengenai seluruh kondisi Linara. Hasil menyebutkan bahwa Linara sudah dikatakan sehat, bisa dikatakan juga sudah bisa pulang.“Keadaan Linara sudah cukup bagus, Linara juga sudah bisa pulang hari ini.” Ucap Dokter sembari melihat hasil rekaman medis terupdate.“Syukurlah, tapi Dok untuk ingatan Linara bagaimana?” Tanya Bunda yang selelu khawatir akan gejala Dimensia Linara.“Untuk Ingatannya yang lemah itu tidak bisa untuk disembuhkan, namun semua dilakukan dengan therapy dan beberapa obat untuk memperpanjang ingatannya. Tapi, dengan resiko kerusakan beberapa organ apabila pemakaian obat secara terus menerus, khususnya pada ginjal. Ginjal akan rusak apabila obat yang dikonsumsi dalam dosis besar.”Setelah mendengar pejelasan Dokter mengenai penyakit Linar
MenyiapkanTepat hari ini adalah hari yang dinanti, kepulangan Linara sungguh menjadi momen yang harus diabadikan. Disisi itu semua ada Kaivan dan Fara yang sibuk dengan penyambutan kepulangan Linara."Far, Lu dimana?" Tanya Kaivan dibalik panggilan seluler."Gue masih di Toko, masih ada barang yang belum dibeli.""Yaudah, tunggu. Gue nyusul kesana," Balas Kaivan sembari menyalakan mesin motor.Panggilan berakhir singkat, Kaivan segera melajukan motor kesayangannya dengan cepat. Tak perlu waktu lama untuk Kaivan sampai ke Toko Swalayan."Coklat atau Vanila? Argh! Teman macam apa Aku ini, tidak tau rasa kesukaan Linara," Gerutu Fara disela pemilihan topping rasa saja membuat Fara binggung tujuh keliling, gerutunya selalu menjadi saat memandang kedua Topping untuk membuat Cake."Coklat." Timpal seseorang dari arah belangkang.