Hallo semua, salam sayang dariku penulis BSP. Terima kasih sudah ikutin sampai bab ini, yukz biar autornya semangat update, komentar ya untuk dijadikan masukan. Terima kasih 🙏🙏
Kenyataan sebuah kehidupan, saat dirimu terpuruk, saat dirimu hancur bahkan sampai ke dasar pun kehidupan terus berjalan, tidak ada yang namanya mesin waktu berhenti meskipun hanya untuk sesaat. Ya, Dira mencoba untuk bangkit kembali. Meskipun dia menyerah tidak akan ada artinya sebab saat dia menyerah kehidupan masih terus berjalan.Dira ingat jika dirinya mendapatkan penawaran pekerjaan di kafe milik Rico. Hari ini juga dia datang ke sana dan melamar pekerjaan. "Selamat siang, apa benar ini kafe family eat?" tanya Dira pada salah satu pelayan di kafe itu. "Benar dan itu sudah ada di spanduk depan sana. Anda bisa membacanya," jawab pelayan itu dengan ketus.Dira tidak marah dengan jawaban pelayan itu, sebab ini juga salah dia. Sudah tahu kenapa harus tanya, padahal saat ini pengunjung kafe sangat ramai dan dia mengganggu pekerjaan pelayan itu. "Baiklah, terima kasih. Jika boleh apa saya bisa bertemu dengan Rico Hermansyah, saya Dira dan sudah membuat janji padanya," jelas Dira ak
"Dokter Rico," ucap Dira sedikit terkejut dengan kedatangan lelaki itu. Pasalnya tadi dia mendapatkan informasi jika Rico ada operasi. "Kenapa mukamu terkejut seperti itu? Dan kamu Adnan jangan selalu menggoda Dira. Kembalilah bekerja," papar Rico. "Aku tidak menggoda dia. Hanya saja aura dia membuat aku harus bersikap demikian," ungkap Adnan. Rico menggelengkan kepalanya, Adnan memang tipe lelaki ceplas-ceplos dan kadang juga cuek. "Apa pun itu, aku akan meminjam mangsamu ini terlebih dahulu," ucap Rico melirik ke arah Dira. "Mangsa?" Dira membeo tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Rico. Ini kali pertamanya dirinya bisa berada diantara dua lelaki seperti ini. Sejak dulu dia sama sekali tidak pernah bisa berdekatan dengan siapapun. "Apa kamu tidak paham. Sejak tadi dia menggoda dirimu?" tanya Rico. "Tapi aku bukan mangsa," sahut Dira. "Iya, kamu bukan mangsa. Karena kamu wanita yang aku idamkan Dira," ucap Adnan. "Apa kamu sekarang paham Dira?" tanya Rico saat mendeng
"Minum, obat ini." Rico menyodorkan beberapa obat pereda nyeri untuk Dira. "Terima kasih," ucap Dira yang langsung mengambil obat tersebut lalu meminumnya. Di menit selanjutnya, Rico menatap Dira yang kini tengah menyenderkan tubuhnya di bangku taman. Iya, setelah kejadian di kafe di mana Nadya yang menyatakan tentang status Dira. Wanita itu langsung mengajak Rico pergi karena merasakan sakit di pinggang dan hidungnya terasa mulai mengeluarkan cairan berwarna merah. "Aku tahu apa yang Pak Rico pikiran. Maaf telah menyembunyikan banyak fakta yang mengejutkan Anda," ucap Dira sembari mendongakkan kepalanya ke atas agar cairan berwarna merah itu tak banyak terjatuh."Jadi benar kamu istri Abi?" tanya Rico. "Iya, tapi pernikahan kami tidak seperti pernikahan pada umumnya. Hidup ini rasanya sangat lucu, seperti panggung sandiwara," cetus Dira. Rico mencerna ucapan Dira. Apa arti dari pernikahan tak seperti pada umumnya? Apa pernikahan Abi dan Dira seperti cerita dalam novel dengan per
Hawa dingin benar-benar dirasakan oleh Dira. Banyak tanda tanya muncul di benaknya, apa arti kata yang barusan diucapkan Abi. "Kak Abi apa maksud Kakak barusan?" tanya Dira saat Abi tak bergeming. "Apa kamu pura-pura tidak paham? Apa begini cara kamu merayu para mangsamu?" tanya Abi yang semakin membuat Dira kebingungan. "Kakak bicara apa? Aku sama sekali tidak paham," ulang Dira yang benar-benar tidak mengerti akan maksud ucapan Abi. Abi bangkit menghampiri Dira yang masih setia berada di depan pintu masuk. Pelan-pelan tapi pasti langkah itu hampir saja sampai di dekat Dira. Gadis cantik yang sudah sah menjadi istri dari Sander Abidin itu, merasakan tubuhnya panas dingin saat bola mata berwarna hitam pekat itu seperti menghunus jantungnya. Bukan apa-apa terakhir kali pandangan itu Dira dapatkan saat di rumah sakit yang berakibat dirinya mendapatkan kekerasan. Apakah kali ini dia akan mendapatkan perlakuan seperti itu lagi, terpental ke dinding? Semakin lama langka Abi semaki
Malam semakin larut, seharusnya menjadi waktu yang bagus untuk mengistirahatkan tubuh. Namun, tidak dengan Abi. Lelaki itu masih berjalan mondar-mandir di kamarnya memikirkan ucapan Dira terakhir kali sebelum wanita itu masuk ke dalam kamar. "Pikirkan apa saja yang Kakak mau, karena dengan begitu Kakak akan mengingatku seumur hidup Kakak." Potongan ucapan itu seperti kutukan yang membebani benak Abi."Dump it! Pergi!" Teriak Abi meminta suara itu tidak lagi mengganggu dirinya. Namun, sekuat dia mengusir suara Dira terus menerus yang dia dengar. "Sudah cukup Abi. Tiga bulan kamu bisa menganggap dia layaknya orang asing. Kali ini hanya butuh satu setengah bulan, berhenti memikirkan apa yang terjadi pada wanita itu. Lagi pula sebentar lagi kamu akan hidup bersama orang yang kamu cintai, Nadya Sabit. Tidak akan ada nama Andira Sabit lagi!" ucap Abi untuk bisa menenangkan dirinya sendiri.Abi menghentikan kakinya. Dia langsung mendudukkan pantatnya di pinggir ranjang. Bola matanya sekil
Suara dering ponsel perlahan-lahan terdengar di gendang telinga Dira. Itu bukan dering telepon atau bunyi notifikasi pesan melainkan bunyi alarm yang sudah disiapkan Dira agar tidak bangun kesiangan. Perlahan-lahan kelopak mata itu terbuka. Seperti biasanya Dira merasakan pening di kepalanya yang langsung menimbulkan rasa malas pada dirinya agar tetep berada di atas kasur. Namun, saat Dira mengingat jika dirinya memiliki perjanjian dengan Abi, wanita itu mau tidak mau harus memaksakan diri untuk bisa bangkit dari kasur itu. "Aku benar-benar malas untuk bangun," gumam Dira sembari mematikan alarm. Dira tanpa melihat sekeliling kamarnya dia langsung berjalan menuju kamar mandi. Sesampainya di dalam kamar mandi Dira mengingat kejadian semalam saat Abi menuduh dirinya seperti wanita murahan lalu berkahir menyendiri di kamar mandi. Tidak hanya itu karena sulit untuk tidur akhirnya dia minum obat tidur. "Ternyata hidupmu masih miris, Dir. Dan anehnya masih bisa bernapas," gerutu Dira
Dira baru saja mempertanyakan bagaimana perasaan Abi padanya setelah lelaki itu mengambil ciuman pertamanya. Namun, rasanya Dira sudah menemukan jawaban dari pertanyaan itu tanpa harus mendengar langsung dari mulut Abi. "Wah, aku tidak menyangka kamu sekarang sudah menyajikan makanan untuk Kak Abi, tapi apa Kak Abi mau memakan hasil masakan yang kamu buat?" ucap Nadya. Beberapa saat yang lalu, Nadya baru saja tiba di apartemen dengan pakaian ala pekerja kantoran. Dari sana Dira sudah bisa menebak jika sang kakak dan sang suami membuat janji temu untuk ke kantor bersama dan itu artinya perasaan Abi masih untuk Nadya seorang."Aku istrinya, tentu saja dia akan memakan apa yang aku sajikan. Kakak tidak perlu khawatir," ucap Dira tanpa melihat wajah Nadya yang kini mulai berubah warna. "Heh, aku rasa itu tidak akan pernah terjadi. Lagi pula kamu kenapa harus bersikap seperti ini pada Kak Abi jika di luar sana kamu menggoda lelaki lain?" cetus Nadya membalas ucapan Dira. Menggoda lelak
Gadis itu tidak bisa mengehentikan senyum yang terus tercetak di bibir mungilnya, selama tiga bulan lamanya dia menunggu waktu ini, di mana Dira tersingkir dalam kehidupan Abi dan kini sudah tiba waktu itu. "Terima kasih Tuhan semua doa yang aku panjatkan kini Engkau mengabulkannya," ucap Nadya. Jemari gadis itu langsung memegang benda pipih untuk memberikan kabar pada sang ibu. Tidak membutuhkan waktu lama bagi sang ibu mengangkat telepon darinya. "Bu," sapa Nadya pada wanita yang sudah mengandungnya selama sembilan bulan itu. "Ada apa Sayang. Dari nada bicaramu sepertinya kamu sedang bahagia," ucap Lita yang berada di seberang sana. "Iya, Bu. Aku senang sekali, karena Kak Abi sudah mengusir Dira dari apartemen," ucap Nadya memberikan informasi pada Lita. "Benarkah, selamat Sayang. Sebentar lagi kamu akan menjadi Nyonya Sander. Tapi Ibu penasaran bagaimana bisa Dira diusir Abi?" Tanpa basa-basi lagi Nadya langsung menceritakan semua yang terjadi pada Dira dan dirinya. Tanpa me