Hujan deras mulai mereda. Aliran air pun mengalir di sekitar genangan yang mengelilingi area tenda para peserta kemah yang dibuat mereka sebelumnya.Kegiatan yang seharusnya dilakukan pada pagi hari, kini diubah menjadi siang hari. Cuaca yang semula mendung dengan awan hitam kini telah berganti menjadi cuaca yang begitu cerah dengan langitnya berwarna biru serta matahari yang bersinar indah. Membuat suhu yang semula dingin menjadi hangat.“Amanda?” Marsha memanggilnya, saat itu gadis cantik bersurai hitam dan panjang tersebut masih meringkuk di dalam selimut yang menutupi tubuhnya karena cuaca dingin. Suhu tubuhnya pun mulai membaik, Amanda tak lagi demam setelah meminum paracetamol yang diberi Marsha sebelumnya.“Amanda? Amanda?” Terdengar suara seorang pria dari luar tenda, Senja datang untuk menemui Amanda untuk memastikan keadaan gadis itu baik-baik saja.Marsha membuka resleting tenda untuk melihat siapakah yang telah memanggil Amanda kali ini, “Senja? Ada apa?” Marsha bertanya,
Senja rupanya telah melakukan sebuah pelanggaran karena dengan berani masuk ke dalam tenda milik regu putri. Dengan tegas, Senja menjawab, "Tidak mau! Aku melakukan ini karena ada yang sedang sakit, dan tidak ada temannya yang berjaga di dalam tenda! Apa aku harus membiarkan dia begitu saja?" Tak ingin kalah dari Sang Pembina, intonasi suara Senja pun seketika naik dua oktaf. Hal ini membuat Sang Pembina merasa benar dan menganggap Senja telah membangkang dari segala aturan yang dibuat sebelumnya. "Berani kamu melawan saya? Kamu akan mendapatkan hukuman saat ini juga!" Pembina yang tidak diketahui namanya tersebut berusaha menarik Senja dari tenda milik regu putri, pria itu masih berada di bagian dapur. "Lepas! Biarkan aku memasakkan makanan untuk dia! Amanda belum makan dari tadi pagi!" Intonasi suaranya kembali meningkat ketika Pembina itu berusaha menariknya dengan paksa keluar dari tenda milik regu putri. Karena terjadi sebuah kegaduhan, Pembina bernama Lulu mendatangi keduany
Amanda merasa kebingungan ketika Senja meminta maaf tanpa adanya alasan yang jelas. “Memangnya dia salah apa ya? Dia aneh!” batin Amanda dalam hati sambil memikirkan kesalahan apa yang dilakukan oleh pria bertubuh jangkung dengan kaki jenjang yang dimilikinya. Ketika berada di tengah lamunannya, Marsha datang menghampirinya dengan membawa siomay hangat yang dibungkus dengan plastik transparan lalu diberi saus kacang yang semakin membuatnya berselera.“Terima kasih.” Amanda mengucapkan terima kasih kepada salah satu teman dekatnya dan menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk sebuah lengkungan indah di bibir ranumnya.Saat itu, hari mulai berganti menjadi sore. Matahari masih memancarkan cahayanya di ufuk barat dan hampir menenggelamkan wujud indahnya.“Aku dengar, Senja mendapat hukuman karena merawat kamu. Apa benar itu, Amanda?” Marsha bertanya, saat gadis berparas imut itu tengah pergi bersama dengan Michelle, tanpa sengaja ia mendengar pembicaraan salah satu peserta kemah yang
Keduanya mengayunkan langkahnya menuju kedai bakso yang dipenuhi oleh para pengunjung, Amanda duduk di sebelah Barat dari kedai tersebut. Sedangkan Senja, masih berbicara dengan salah satu pegawai kedai tersebut untuk memesan bakso serta minumannya.Tak lama kemudian, Senja pun mendatangi Amanda dan duduk berseberangan dengannya. Amanda yang saat itu sedang dilirik oleh Senja, enggan untuk menatap pria yang kini berada di hadapannya. Mereka berdua bahkan terlihat begitu canggung ketika berhadapan satu sama lain. Senja bahkan harus menahan rasa gugupnya yang kini sedang mendominasi dirinya. Pria itu bahkan tidak tahu harus memulai percakapan dengan Amanda dari mana. Sementara itu, Amanda tak begitu canggung, namun pandangannya masih kemana-mana dan enggan menatap Senja yang berada di hadapannya. “A …” Tak lama kemudian, pelayan datang menghampiri mereka berdua dengan membawa sebuah nampan yang berisi dua porsi bakso berukuran besar sesuai pesanan Senja sebelumnya.“Senja? Apa kamu me
Malam itu terasa begitu dingin, angin berhembus dengan kencang dari arah Timur. Senja datang menghampiri Amanda yang tengah duduk manis di depan tenda miliknya. "Kenapa tidak ikut dengan Marsha?" Senja bertanya kepada gadis cantik yang kini berada di hadapannya sedang memandang indahnya pemandangan langit malam yang menunjukkan hamparan bintang-bintang serta bulan purnama yang semakin menyempurnakan indahnya malam ini. Amanda yang mendengarnya itu segera tertawa kecil lalu berkata, "Bukankah aku hanya menjadi pengganggu di hubungan mereka? Mereka juga butuh kebersamaan." "Kamu benar, aku juga begitu," sahut Senja yang menghela nafasnya sejenak sambil menatap wajah gadis cantik yang telah membuatnya jatuh hati saat ini. Amanda sangat istimewa dalam hidup Senja saat ini. Tak lama kemudian, Marsha dan Michel memanggil keduanya yang masih berada di luar tenda. "Amanda? Ke sini!" seru gadis yang memiliki paras imut bernama Marsha kepada Amanda. Akhirnya, gadis cantik yang memiliki sur
Amanda terdiam dengan tertunduk lesu, ia bahkan tidak bisa menjawab tantangan dari permainan yang mereka mainkan sebelumnya. Amanda merasa tidak nyaman ketika harus menjawab pertanyaan Bianca di hadapan Senja. Gadis cantik itu telah mencintai kedua pria sekaligus hingga ia merasa bimbang dengan apa yang harus dilakukan olehnya.“Amanda?” Senja memanggilnya ketika gadis cantik itu masih terlihat sedang tertunduk lesu, surai panjangnya bahkan menutupi seluruh wajahnya yang cantik saat itu.“Aku lelah, aku butuh istirahat malam ini. Sebaiknya aku tidur lebih awal.” Amanda mengayunkan kedua kakinya menuju tenda milik wanita, untuk sejenak, ia enggan memikirkan perasaannya yang terbilang cukup rumit.Amanda pergi meninggalkan Senja yang masih berdiri tegak di tempatnya berpijak. Gadis cantik itu melangkah menuju tenda berwarna hijau tua milik tenda wanita. Ketika akan melangkah lebih dekat dengan tenda, tiba-tiba saja Dion datang menghampirinya.“Halo, Amanda?” Dion menyapanya dengan hang
Pria itu membawa pergi Amanda menuju tenda miliknya, Senja mengeluarkan kotak obat berwarna putih lalu mengeluarkan obat salep yang berukuran kecil. Ia segera mengoleskan salep miliknya ke permukaan kulit Amanda yang memerah karena melepuh. “Akh!” Ketika Senja terus mengoleskan salep ke kulit Amanda, gadis cantik yang terbiasa menggerai rambutnya itu mengerang kesakitan. Kulitnya terasa panas saat itu.“Seharusnya aku lebih berhati-hati.” Amanda menyesali apa yang terjadi sebelumnya, ia menganggap jika dia lah yang tidak berhati-hati ketika membawa air panas tersebut hingga pada akhirnya mengenainya sendiri.“Ini bukan salahmu, ini salah Bianca!” Intonasi suaranya meninggi menyangkal apa yang dikatakan oleh Amanda sebelumnya. “Seharusnya dia lebih berhati-hati. Aku melihatnya sendiri kalau dia sengaja menabrakmu tadi,” imbuh Senja yang meyakini jika Bianca dengan sengaja menabrak Amanda yang tengah membawa air panas di dalam panci.Tiba-tiba, Brilian mendatangi keduanya yang tengah
“Lagipula, aku tidak ingin ada orang jahat yang berusaha mencelakai orang lain,” imbuhnya dengan melirik Bianca yang berada di seberangnya. Gadis yang memiliki surai sebahu itu menatap tajam ke arahnya. Namun, pria itu tampaknya tidak gentar dengan sikap Bianca yang menatapnya tajam layaknya seseorang yang tengah mengintimidasi."Berhenti bicara! Aku benar-benar muak mendengar celotehmu itu!" Bianca membentak Senja dengan menaikkan nada bicaranya. Tiba-tiba saja perdebatan di antara keduanya terjadi kembali, hingga membuat Marsha dan Michel dibuat kewalahan ketika menghadapi mereka berdua yang sangat keras kepala. "Cukup! Jangan berdebat lagi," pinta Michel dengan berdiri di tengah-tengah mereka berdua untuk menghentikan sesuatu yang tidak diinginkan ketika terjadi. Michel beserta para teman-temannya itu segera meninggalkan area perkemahan menuju mata air utama yang berada di pegunungan di dalam hutan tersebut dengan mengandalkan sebuah alat berukuran kecil yang dinamakan kompas. Ak