Amanda terdiam dengan tertunduk lesu, ia bahkan tidak bisa menjawab tantangan dari permainan yang mereka mainkan sebelumnya. Amanda merasa tidak nyaman ketika harus menjawab pertanyaan Bianca di hadapan Senja. Gadis cantik itu telah mencintai kedua pria sekaligus hingga ia merasa bimbang dengan apa yang harus dilakukan olehnya.“Amanda?” Senja memanggilnya ketika gadis cantik itu masih terlihat sedang tertunduk lesu, surai panjangnya bahkan menutupi seluruh wajahnya yang cantik saat itu.“Aku lelah, aku butuh istirahat malam ini. Sebaiknya aku tidur lebih awal.” Amanda mengayunkan kedua kakinya menuju tenda milik wanita, untuk sejenak, ia enggan memikirkan perasaannya yang terbilang cukup rumit.Amanda pergi meninggalkan Senja yang masih berdiri tegak di tempatnya berpijak. Gadis cantik itu melangkah menuju tenda berwarna hijau tua milik tenda wanita. Ketika akan melangkah lebih dekat dengan tenda, tiba-tiba saja Dion datang menghampirinya.“Halo, Amanda?” Dion menyapanya dengan hang
Pria itu membawa pergi Amanda menuju tenda miliknya, Senja mengeluarkan kotak obat berwarna putih lalu mengeluarkan obat salep yang berukuran kecil. Ia segera mengoleskan salep miliknya ke permukaan kulit Amanda yang memerah karena melepuh. “Akh!” Ketika Senja terus mengoleskan salep ke kulit Amanda, gadis cantik yang terbiasa menggerai rambutnya itu mengerang kesakitan. Kulitnya terasa panas saat itu.“Seharusnya aku lebih berhati-hati.” Amanda menyesali apa yang terjadi sebelumnya, ia menganggap jika dia lah yang tidak berhati-hati ketika membawa air panas tersebut hingga pada akhirnya mengenainya sendiri.“Ini bukan salahmu, ini salah Bianca!” Intonasi suaranya meninggi menyangkal apa yang dikatakan oleh Amanda sebelumnya. “Seharusnya dia lebih berhati-hati. Aku melihatnya sendiri kalau dia sengaja menabrakmu tadi,” imbuh Senja yang meyakini jika Bianca dengan sengaja menabrak Amanda yang tengah membawa air panas di dalam panci.Tiba-tiba, Brilian mendatangi keduanya yang tengah
“Lagipula, aku tidak ingin ada orang jahat yang berusaha mencelakai orang lain,” imbuhnya dengan melirik Bianca yang berada di seberangnya. Gadis yang memiliki surai sebahu itu menatap tajam ke arahnya. Namun, pria itu tampaknya tidak gentar dengan sikap Bianca yang menatapnya tajam layaknya seseorang yang tengah mengintimidasi."Berhenti bicara! Aku benar-benar muak mendengar celotehmu itu!" Bianca membentak Senja dengan menaikkan nada bicaranya. Tiba-tiba saja perdebatan di antara keduanya terjadi kembali, hingga membuat Marsha dan Michel dibuat kewalahan ketika menghadapi mereka berdua yang sangat keras kepala. "Cukup! Jangan berdebat lagi," pinta Michel dengan berdiri di tengah-tengah mereka berdua untuk menghentikan sesuatu yang tidak diinginkan ketika terjadi. Michel beserta para teman-temannya itu segera meninggalkan area perkemahan menuju mata air utama yang berada di pegunungan di dalam hutan tersebut dengan mengandalkan sebuah alat berukuran kecil yang dinamakan kompas. Ak
Amanda terkejut ketika Senja mendorong Dion hingga terjatuh di genangan air sungai, sementara itu, ikan yang baru saja ditangkap oleh Dion beberapa menit yang lalu terlepas.“Ma-maaf,” ucap Senja dengan rasa bersalah yang mendominasi dirinya saat ini. Pria itu merasa sangat bersalah dengan sikap yang dilakukannya. Amanda yang melihatnya segera membantu Dion untuk bangkit. Pakaian yang dikenakan oleh pria bernama Dion itu terlihat basah kuyup karena air sungai.“Kamu sengaja mendorongku?!” Intonasi suara Dion terdengar keras membentak Senja, ia merasa geram dengan sikap Senja yang dianggap berlebihan.“Aku tidak sengaja.” Senja menyangkal apa yang dikatakan oleh pria yang berada di hadapannya saat ini. Tatapannya tajam mengarah kepadanya layaknya singa yang sedang mengincar mangsa di depannya.“Aku minta maaf, aku mengaku salah.” Senja meminta maaf atas sikapnya yang buruk. Ia menyadari kesalahan apa yang dilakukannya. Sedangkan Dion tampak menghela nafasnya sejenak dengan lirikannya y
“Ah, capek,” keluh Bianca. Mereka telah kembali ke perkemahan ketika waktu telah menunjukkan sore hari. Matahari telah berada di ufuk Barat dengan memancarkan cahaya berwarna merah di langit senja.“Ini buatmu.” Senja memberikan sebuah botol berisi air mineral kepada Bianca yang terlihat kelelahan. Hal ini sontak membuat Bianca terkejut melihat sikap Senja terhadapnya. “Kenapa denganmu?” Bianca bertanya dengan nada bicara yang terdengar dingin. “Tidak mau? Ya sudah.” Senja kembali menarik tangannya yang memegangi botol plastik berwarna biru berisi air mineral yang seharusnya diberikan untuk Bianca, melihat Senja kembali mengurungkan niatnya tersebut, gadis bersurai pendek tersebut segera merebut botol plastik yang dipegang oleh Senja sebelumnya. “Aku kan belum menjawab, mau apa tidak.” Bianca membuka penutup botol plastik berwarna biru tersebut lalu menenggak air mineral hingga tenggorokannya terasa basah.Melihat hal itu, Amanda yang masih bersama dengan Dion pun merasa tidak nyaman
Siapapun yang saat ini mendengar suara Amanda pasti mengetahui jika gadis itu tengah dilanda rasa khawatir. Anggaplah Amanda terlalu bodoh untuk menyadari perasaannya sendiri. Walau sebagian hatinya ia habiskan bersama Dion akhir-akhir ini, hatinya seolah resah saat memikirkan Senja. Ada sengatan tak kasat mata yang membuat Amanda merasa cemas dengan alasan yang tidak jelas. Dibandingkan melihat pria itu jatuh sakit, didiami alias tidak diajak berbicara jelas jauh lebih baik. Marsha menyadari situasinya. Sepertinya Senja dan Amanda membutuhkan waktu untuk berbicara. Ia menyadarinya saat Senja menatap ke arahnya sebentar, seolah memintanya meninggalkan keduanya lewat pandangan mata.“Oh, aku lupa memberitahu Michel tentang ikan yang akan dibakar malam nanti. Aku harus pergi sekarang,” pamit Marsha. Tanpa menunggu balasan dari Senja dan Amanda, wanita itu berlalu meninggalkan area tenda. Tangan Marsha dengan cepat menahan pergerakan Michel yang berjalan ke arahnya. Ralat, sepertinya pr
Di dalam tenda, sepeninggal Amanda yang berlari dengan langkah tergesa entah kemana, Senja membuka kedua matanya. Pria itu menatap atap-atap tenda dengan pandangan menerawang, lalu mengembuskan napas panjang. Anggaplah pria itu seorang pengecut karena hanya bisa berpura-pura tidur untuk mengelabui Amanda. Padahal, jelas ada banyak hal yang sudah seharusnya mereka bicarakan. Namun Senja malah menyia-nyiakan waktu yang sebelumnya ada. Ia tidak ingin mendengar penjelasan dalam bentuk apapun. Apa yang ia lihat selama dua hari ini sudah menjelaskan semuanya.Lagipula, Senja juga ingin merasa kesal. Ia tidak mengerti mengapa harus bersikap abnormal seperti ini. Mengapa rasanya kesal saat melihat Amanda begitu akrab dengan pria lain? Mengapa rasanya risih saat mendapati Amanda berdekatan dengan Dion? Dan juga, mengapa ia harus marah saat gadis itu mengabaikannya? Ini benar-benar menyebalkan bagi Senja.Embusan napas mengudara, Senja memijat pelan pangkal hidungnya yang tiba-tiba berdenyut s
Manda mengedipkan matanya cepat. Dia tidak boleh terlihat mencurigakan. "Sebentar lagi, acara penutupan akan dimulai. Segeralah bersiap-siap," ujar Amanda. Gadis itu memberikan senyuman terbaiknya pada Marsha yang terus menatap ke arahnya dengan pandangan sendu. Tanpa bertanya pun, ia sudah tahu. Temannya ini pasti merasa kasihan memikirkan nasibnya setelah ini. Lain dengan pikiran Manda, dia malah ingin menenggelamkan wajahnya, jika Senja tidak tidur berarti merasakan ciuman dan mendengar semua ucapannya. Gawat!Apa yang bisa Amanda lakukan selain memasrahkan? Ia hanya bisa membiarkan semuanya berjalan sesuai alur saja. Embusan napas panjang terdengar, setelahnya ia kembali menatap Marsha yang kini juga tengah menatap ke arahnya."Kau bersiap-siaplah juga. Jika memang Senja tidak memungkinkan untuk ikut serta, duduklah bersamaku dan Michel, aku akan senang jika kau bersamaku," balas Marsha. Wanita itu membalas senyuman yang kini tengah Amanda perlihatkan. Marsha adalah teman yang bai