“Sekarang badanku ikut pegal-pegal, Senja!” Amanda berseru kesal sembari merenggangkan tubuh bagian atas saat mereka berjalan menuju titik kumpul. Sepertinya akan ada arahan oleh kepala staf sebelum mereka pamit.Senja menoleh, sedikit menampakkan senyuman. “Siapa suruh membantuku? Sekarang kamu menyesal?” tanyanya dengan senyuman yang belum pudar. Ekspresi wajah Senja saat ini terlihat sedang menggoda Amanda. Apalagi, kedua alis pria itu naik turun dengan senyuman lebar yang dipertahankan.Manda tidak langsung menjawab, wanita itu langsung mengerjapkan pandangan sembari memalingkan wajah ke arah lain. Ia butuh kata-kata untuk membela diri!“T-tidak, aku hanya mengeluh dan berharap kamu memberikan sedikit perhatian,” alibinya. Setelah itu, Amanda berdecak, “Kamu pria yang tidak tahu terima kasih, ya?” sambungnya.Nada kesal yang tak bersahabat itu terdengar. Amanda menatap sinis ke arah sang pria dengan kedua tangan bertumpu di depan dada. Pipinya sedikit menggembung dengan bibir yang
"Cepat bangun, jangan bermalas-malasan!" titahnya. Senja berjalan mendekat, mencoba mengamati sang wanita dari jarak dekat. Walau sudah ia beri titah, Amanda sama sekali tidak berniat merubah posisinya. Kedua mata wanita itu juga masih terpejam rapat dengan kipas tangan yang berputar berkecepatan standar."Amanda, bangun. Mandi dulu," titah Senja lagi. Kali ini, suara pria itu jauh lebih lembut dibanding nada bicara sebelumnya. Amanda hampir tersenyum, ia tidak bisa mengendalikan diri saat suara lembut khas pria itu mengudara. Sensasi menggelitik yang menyenangkan itu kembali terasa pada perutnya. Oh ayolah, berapa lama lagi dia harus jatuh ke dalam pesona Senja? Ini tidak adil!"Aku harus menghilangkan keringatnya dulu," balas Amanda singkat. Walau hatinya berbunga-bunga, mulutnya tidak sesuai dengan apa yang tengah ia rasa. Amanda berusaha untuk biasa-biasa saja walau hatinya tak lagi bisa dikondisikan.Embusan napas panjang terdengar, "Jika kamu seperti ini, aku yakin kita akan keh
Mendengar suara Amanda yang terdengar sexy dan menggoda, lebih terdengar seperti sebuah bisikkan, Senja langsung terkekeh. Pria itu kembali menjauhkan tubuh dengan jarak tiga langkah setelah memastikan tali pada celemek yang Amanda kenakan cukup kencang. Lama-lama berdekatan dengan Amanda menyebabkan irama jantungnya menjadi naik berkali-kali lipat.Amanda langsung merasa kehilangan begitu Senja menjauhkan tubuhnya. Tak sadar, ia mengembuskan napas pendek, sedikit merasa tidak rela saat aroma citrus yang menyegarkan itu tak lagi bisa ia hirup dengan jelas. Manda baru sadar jika aroma pria itu sangat menenangkan."Apa yang harus aku bantu?" Amanda bertanya sembari mengangkat kedua alisnya. Wanita itu kembali berdiri menghadap meja, lalu menatap satu persatu bahan dengan binar pada mata yang masih dipertahankan.Senja tersenyum tipis, pria itu berdiri di samping sang wanita. Tatapannya ikut menyapu bahan-bahan yang telah dipersiapkan."Tentu saja sup," balas Senja. Pria itu menyodorkan
"Amanda, kamu tidak berniat mandi?!" Seruan kencang itu menggema. Senja berteriak di ambang pintu kamar, enggan untuk turun barang sebentar untuk menemui Manda yang memilih mendudukan diri di sofa tengah sembari merebahkan diri. Setelah makan siang tiga jam yang lalu, Amanda tidak beranjak dari sana. Terakhir kali Senja melihatnya, wanita itu terlelap dengan posisi kepala berada di bawah sementara kedua kakinya di atas. Jika saja Senja tidak membenarkan posisi tidur wanita itu, mungkin saat bangun nanti Amanda akan merasa pusing dan pegal di satu waktu yang bersamaan."Manda, sudah bangun belum?!" Senja kembali berseru, mengudarakan tanya karena hingga di sepersekian detik dialog sebelumnya, tidak ada balasan yang mengudara., hanya hening yang ia temukan.Namun lagi-lagi, tidak ada sahutan. Senja mengembuskan napas. Dengan handuk kecil yang ia gunakan untuk mengeringkan rambut yang basah setelah mandi sore. Matanya mengedar begitu sampai di sofa ruang tengah, Senja tidak menemukan sia
Senja merasakan pergerakan di samping tubuhnya. Pria dengan kaos putih itu mengerjapkan pandang, mencoba menyadarkan diri dari tidur malamnya. Ia menoleh ke kanan, tepat ke arah Amanda yang masih memejamkan pandangan. Dilihat dari ekspresi polos dan mulut yang sedikit terbuka, Senja langsung tahu jika wanita itu masih sibuk dengan dunia alam bawah sadarnya. Amanda belum bangun.Rupanya, pergerakan abnormal yang berhasil membuatnya tersadar bersumber pada Amanda sendiri. Wanita itu terus bergerak mencari posisi nyaman untuk melanjutkan tidurnya. Seperti yang tengah terjadi sekarang, Senja tersentak saat mendapati Amanda kian merapatkan tubuh pada tubuhnya sendiri. Tangan mungilnya memeluk perut Senja setelah meletakan kepalanya di atas dada milik pria itu. Sejenak, Senja menahan napasnya sendiri. Deru napas teratur milik sang wanita menerpa permulaan kaos putih tipisnya. Dan sebenarnya, ini sedikit tidak nyaman. Meski begitu Senja akhirnya berusaha untuk tidur.Paginya Amanda menolak
"Sudah selesai?" Senja mengudarakan tanya begitu mendapati Amanda keluar dari kamar. Kedua alisnya terangkat, apa yang Amanda benarkan selama berada di dalam kamar? Sama sekali tidak ada perubahan yang bisa Senja lihat dengan mata telanjang.Amanda menyengir lebar begitu mendengar pertanyaan yang lebih terdengar seperti sebuah sindiran. Ia berjalan mendekat ke arah Senja sembari membawa jaket di genggaman tangan."Pakai sepatumu," titah Senja. Nada bicaranya tenang, tetapi tak ingin mendapat bantahan. Amanda langsung mengangguk, memilih untuk terduduk di single sofa dan segera memakai kaos kaki dan sepatu olahraganya.Senja yang sebelumnya duduk langsung berdiri, ia mengambil kuncir rambut milik Amanda yang ia siapkan sebelum keluar dari kamar. Amanda tidak akan sempat menguncir rambutnya sendiri. Hal ini sangat sering terjadi.Senja memposisikan tubuhnya berdiri di belakang sofa yang Amanda duduki. Ia mengambil alih rambut panjang itu, menyisirnya menggunakan jari selama beberapa saa
Amanda tidak langsung membalas balasan yang baru saja Bianca utarakan. Ia terdiam sembari menatap ke arah wanita itu dengan pandangan yang tidak bisa dideskripsikan. Mengapa Amanda merasa ada perubahan signifikan yang baru saja ia sadari? Seolah perkataan Marsha barusan bukanlah hal yang seharusnya dikatakan. Walau sebelumnya Amanda juga sangat senang saat membicarakan Bianca sembari melontarkan hal-hal tak pantas, sepertinya sekarang suasana hatinya menolak untuk melakukannya. Amanda hanya merasa ini tidak seharusnya ia lakukan mengingat Bianca baru saja berbaik hati meminjamkannya jaket. Pun walau ia tidak tahu apa motif Bianca kali ini, Liona merasa dirinya harus berpikir positif kali ini.Keterdiaman Amanda mengundang keheranan Marsha. Wanita yang sebelumnya tengah menatap punggung Bianca yang semakin menjauh itu kini beralih menatap temannya. Amanda masih diam dengan raut wajah yang tidak bisa dideskripsikan. “Manda, kau mendengarkanku berbicara bukan?” tanya Marsha. Akan sangat
Pukul delapan lebih dua puluh menit, tiga pasang peserta termasuk Senja dan Amanda sampai di depan villa yang Marsha dan Michel tempati. Amanda langsung mendudukan diri di undagan guna menetralkan deru napas yang tak beraturan. Matanya sesekali mengedar, mencari Marsha yang tak tertangkap dalam pandangan.Senja berjalan mendekat dengan tangan membawa botol minum yang mereka bawa dari villa. "Minum dulu," ujar sembari menyodorkan minuman itu.Amanda langsung menerima botol yang senja sodorkan dengan sebuah senyum tipis. "Terima kasih," balas Amanda tulus.Senja senja hanya mengangguk guna menanggapi balasan yang baru saja Amanda udara kan. Pria itu ikut duduk di samping Amanda sembari meneguk air minum lain yang dia siapkan untuk dirinya sendiri.Amanda meneguknya hingga tersisa setengah botol, hembusan nafas yang sebelumnya tak beraturan, kini mulai teratur."Jam berapa kita akan memulai permainannya?" tanya wanita itu. Kedua alis wanita itu terangkat guna melengkapi ekspresi berta