Reynaldi mengajak si kembar memasuki rumah mewah itu dan berjalan melewati beberapa ruangan. Langkah kaki Bintang terhenti saat ia terkagum memandang akuarium yang tampak memanjang pada sebuah dinding dan dibuat sedemikian rupa, sebagai pemisah dengan ruang tamu. Sepanjang dinding berukuran sepuluh meter tersebut, dipajang akuarium sebanyak 3 buah. Dan, masing-masing akuarium berukuran tiga meter itu di isi dengan jenis ikan yang berbeda. “Bagus sekali rumah Om Rey.., ada tempat ikannya..,” tangan Bintang menyentuh kaca akuarium itu dengan mata yang mengamati tiap gerakan ikan dalam akuarium dengan gelembung udara yang menambah keindahan akuarium tersebut. “Kak Bintang..! Jangan pegang akuariumnya kayak gitu.., nanti ikannya loncat!” lugas Bulan memperingati Bintang. Dan, anak lelaki dengan mata indah mirip Meytha itu menarik tangannya dari kaca akuarium. “Maaf yaa, Om... Bintang baru liat ikan bagus seperti ini,” ucap Bintang memandang ke arah Reynaldi yang tersenyum dan menganggu
Widyawati pun duduk di sofa panjang dan Elmira duduk di sofa tunggal sebelah kanan, lalu Meytha menawarkan minuman untuk keduanya.“Maaf Ibu dan Bu Elmira, mau saya buatkan kopi atau teh?” tanya Meytha berdiri dan memandang pada kedua wanita yang telah duduk memandang dirinya dari atas ke bawah.“Tidak perlu..! Aku bersama calon mertuaku ke kantor ini supaya kamu itu tau diri.. dan nyadar.., kalau kamu itu hanya sekretaris. Dan kerjaan kamu itu cuman di atasnya OB dan lagi kam...”Ucapan Elmira yang penuh emosi dihentikan oleh Widyawati dengan mengangkat tangannya beberapa kali ke arah Elmira, agar gadis muda itu berhenti bicara.“Maaf Mii.., soalnya Mira kesel sekali sama ini perempuan, main tampar aja waktu cerita kalau kak Rey tunangan Mira,” ucapnya mengadu kembali pada Widyawati.“Mira tolong kamu diam.., Ok!” pinta Widyawati dengan nada sedikit meninggi, karena telinganya tidak terbiasa mendengar sumpah serapah.“Meytha.., tolong kamu hubungi HRD untuk ke ruangan ini,” pi
Meytha masuk ke dalam ruangan dan merapikan meja kerjanya. Terlihat Widyawati beranjak dari tempat duduknya melihat ke arah meja kerja Meytha. Saat Meytha meletakan bingkai photo yang berisi photo nya beserta si kembar, Widyawati pun bertanya padanya. “Anak kembar?” tanya Widyawati memandang ke arah Meytha. “Ya Buu..,” jawabnya mengangguk kecil. “Kok photo nya hanya bertiga?” tanya Widyawati kembali melirik ke arah Meytha. “Ayahnya pergi Buu,” jawabnya tersenyum hambar. Raut wajah Widyawati seketika berubah. Lalu, Andini pun meminta tanda tangan Widyawati. “Maaf Buu.., tolong tanda tangan surat pemecatan ini,” pinta Andini menyodorkan surat pemecatan itu. Dengan tangan gemetar, Widyawati menandatangani surat pemecatan Meytha. Walau hatinya sempat goyah saat dilihat dua anak kembar yang ada di photo tersebut dan berada dalam pangkuan Meytha, namun semua yang telah di ucapkan Widyawati, secara panjang lebar tentang aturan perusahaannya tidak bisa di batalkannya. Dalam hati Widyaw
Pagi sekali Meytha telah bangun dari tidurnya, hari ini ia akan ikut bersama si kembar ke kolam pancing. Dan Meytha sengaja tidak memberitahukan kedua anaknya kalau dia ikut ke kolam pancing. Semua itu dilakukan karena ia ingin membuat kejutan pada si kembar. “Bintang.., Bulan.., ayo cepat sarapan dulu,” ajak Meytha memberikan nasi uduk masing-masing satu bungkus. “Maa.., nasi uduknya dapat masing-masing satu bungkus?” tanya Bintang dengan mata berbinar. Meytha tersenyum dan menganggukkan kepala. “Makasih Maa.., ini buat Nek.., satu bungkus juga...,” ucap Bintang seraya membuka nasi bungkus tersebut. Bulan yang telah lebih dulu membuka nasi uduknya berucap dengan suara dan raut wajah penuh bahagia dan bersorak, “Horee.., isi telur, tempe sama bihun. Hari ini kita sarapan enak.., Kak Bintang..!” Biasanya Meytha selalu membeli sarapan hanya dua bungkus dan akan dibagi untuk berempat. Dan saat ini, ia memberikan jatah sarapan satu porsi dengan lauk berisi telur masing-masing satu but
Usai memancing dan mendapatkan hasil tangkapan, si kembar dan Reynaldi ke tempat bagian penimbangan ikan. Lalu, petugas bagian pemancingan berkata pada Reynaldi. “Bapak.., ini hasil tangkapan ada tujuh ekor, apa mau dibakar semua?” tanya seorang lelaki usai menghitung jumlah hasil tangkapan mereka berempat. Dan hanya Meytha saja yang tidak mendapatkan ikan. Dari tujuh hasil tangkapan, Bintang berhasil memancing ikan Nila. “Tunggu dulu Pak.., saya tanya Ibunya anak-anak dulu. Bintang, Bulan tunggu di sini dulu,” ucap Reynaldi berjalan ke arah Meytha yang masih terdiam memperhatikan beberapa orang memancing. “Mey.., ikannya dibakar semua, apa 4 dibakar dan 3 digoreng?” tanya Reynaldi menatap wajah yang sama cantiknya seperti sembilan tahun lalu. “Ooh.., langsung bisa dibakar dan digoreng.., Apa kita harus bayar?” tanya Meytha serius. “Iya, kita harus bayar hasil tangkapan kita, dihitungnya per kilo.., tetapi sedikit lebih murah dari harga ikan di pasar,” tutur Reynaldi menjelaskan s
Mobil yang di kendarai oleh Reynaldi akhirnya berhenti di depan rumah Andri. Tempat tinggal Meytha selama ini ditempati dengan segala keterbatasannya. Si kembar sangat berbahagia saat Reynaldi ikut turun dari mobil. Lalu, si kembar pun mencium punggung tangan Reynaldi saat akan masuk ke dalam rumah Andry.“Makasih Om.., hari ini Bintang senang sekali bisa belajar berenang.” “Sama-sama.., Om juga senang bisa ngajarin Bintang berenang. Kalau Bintang mau.., setiap hari Sabtu dan Minggu, Om bisa jemput ke rumah dan kamu bisa ikut les renang,” tawar Reynaldi. “Hehehehehe.., Om tanya sama Mama aja. Soalnya Mama kadang nggak setuju kalau Bintang kasih tau,” tawa Bintang seraya memandang ke Meytha yang terus memberikan isyarat untuk masuk ke dalam rumah. “Yaa.., nanti Om tanya Mama..,” jawab Reynaldi menoleh ke arah Meytha dan tersenyum simpul. “Ayo pada masuk ke dalam, kasihan Om nya kelamaan nunggu kalian...,” Meytha membuka pintu pagar dan meminta kedua anaknya masuk. “Terima kasih unt
Sekitar jam 5 pagi Meytha telah bangun dari tidurnya. Lalu, ia membersihkan diri begitu juga sang Ibunda, Wulandari. Sekitar Jam setengah enam, Meytha membangunkan si kembar dan meminta mereka untuk mandi di pagi buta ini. “Maa.., pagi sekali kita pergi naik keretanya. Bulan masih ngantuk..,” keluh Bulan masih rebahan. Terdengar dari kamar mandi gemercik air yang digunakan oleh Bintang saat anak lelaki itu mandi. “Iyaa sayang.., kita akan naik kereta jam 7 pagi. Makanya kita harus secepatnya ke stasiun kereta api,” tutur Meytha merapikan rambut putrinya. “Adik Bulan.., cepat mandi.., udah jam berapa ini? Nanti kita ketinggalan kereta..,” ujar Bintang pada Bulan yang dilihat masih bermalas-malasan. Lalu, anak perempuan imut itu beranjak dari tempat tidurnya ke kamar mandi. Sekitar jam setengah tujuh, sebuah taxi berhenti di depan pintu pagar rumah Andri. Lalu, mereka pun masuk ke dalam taxi tersebut meninggalkan semua kenangan baik dan buruk pada rumah yang selama 9 tahun telah dite
Sekitar jam delapan kurang lima menit, Reynaldi telah sampai ke kantor dengan pakaian kasual, sepatu sendal, tas pinggang dan kaca mata hitam bertengger di hidungnya. Beberapa karyawan dan karyawati memberikan hormat padanya.Hingga pada saat langkah kakinya sampai di depan pintu ruang kerjanya, tangan Reynaldi merain hendel pintu dan pintu pun terbuka. Seingatnya, Meytha tak ada ke kantor.Sejenak Reynaldi terdiam, lalu melangkahkan kakinya menuju ruang kerja Dinda. Bersamaan dengan itu, Dinda berpapasan dengan sang CEO saat akan ke ruang kerjanya. lalu ia pun memberikan salam pada Reynaldi. “Selamat pagi, Pak..,” sapa Dinda. “Pagi.., kenapa ruang kerja saya sudah ada yang buka? Saya dengar Meytha sudah berhenti,” ucap Reynaldi menatap tajam netra Dinda dengan masih memegang tas kerjanya dan berdiri dua langkah dari hadapan Reynaldi. Cklek...! Pintu ruang kerja Reynaldi pun terbuka dan Elmira keluar dari ruang kerja sang CEO dan menyapanya, “Selamat pagi.., Pak..” Reynaldi pun me