Meytha tampak diam terpaku saat Bulan akhirnya menangis karena, ia tidak juga menghubungi Reynaldi. Suara tangisan Bulan pun membuat Bintang terbangun dan langsung memandang ke arah jam yang ada di dinding kamarnya. Lalu, Bintang berjalan menuju ruang keluarga dan bertanya pada Meytha, “Kenapa Adek Bulan nangis, Maa?” Meytha terdiam, tak menjawab pertanyaan putranya dengan raut wajah kesal memandang Bulan yang suka memaksa keinginannya. Akhirnya, Bintang menghampiri Bulan dan bertanya padanya, "Napa kamu nangis, Dek?"“Kakak.., hikss.., hikss.., Mamaaa.., nggak mau telepon Om Rey... Padahal tadi Om Rey ngomongnya mau nunggu di rumah..,” tutur Bulan diantara isak tangisnya. Bintang yang mendengar penuturan dari Bulan, langsung berkata, “Adek mandi aja dulu.., juga kan belom jam lima. Sekarang aja baru jam setengah lima. Udah sana mandi, kakak juga mau mandi. Pasti, Om Rey pasti jemput kita. Ayo mandi aja dulu, biar nanti waktu Om Rey dateng kita udah siap. Ayo dek..!” “Iya Kak..,” j
Reynaldi yang tinggal di sebuah penginapan dekat rumah Meytha di daerah Pare, menghabiskan waktu dengan putra dan putrinya bermain di pusat perbelanjaan di daerah Pare Kediri. Dan biasanya, selama berada di Kediri, Reynaldi ke rumah Meytha sekitar jam 9 pagi untuk menjemput si kembar. Selain ke pusat perbelanjaan, Reynaldi juga mengajak si kembar ke beberapa daerah pariwisata yang dekat di wilayah Pare Kediri. Seperti pada hari ini, di hari kelima Reynaldi berada disana, ia meminta izin pada Meytha untuk membawa kedua anak kembarnya ke toko buku dan perpustakaan nasional. “Mey.., apa bisa kamu ikut ke toko buku? Aku mau membelikan buku pelajaran, buku tulis dan alat tulis untuk mereka,” pinta Reynaldi saat menunggu si kembar sedang bersiap-siap jalan bersamanya. “Maaf saya ngantuk.., sehabis Pak Rey bawa anak-anak jalan aja, saya mau istirahat," ungkap Meytha, usai ia pulang berjualan di pasar. “Jam berapa biasanya kamu jualan di pasar?” tanya Reynaldi, karena sudah dua hari ini, i
Di hari keenam, Reynaldi tidak dapat mengajak si kembar untuk jalan-jalan, karena pada hari ini si kembar yang akan masuk sekolah di hari Senen melakukan pengenalan sekolah. Sama seperti siswa dan siswi yang lainnya yang ke sekolah untuk melakukan piket dan kerja bakti bersama usai libur sekolah selama sepuluh hari. Karena itu, lewat pesan dari kepala sekolah, maka Bulan dan Bintang diminta masuk pula dengan pakaian bebas/tidak memakai seragam.“Mey..., Jam berapa mereka datang dari sekolah?” tanya Reynaldi saat akan menjemput kedua anaknya.“Jam dua belas. Tapi, setelah itu saya nggak bisa kasih izin dia untuk jalan-jalan. Saya mau mereka istirahat setelah kerja bakti di sekolah,” tolak Meytha atas keinginan Reynaldi.Tak lama kemudian, Wulandari keluar dari dalam dengan membawakan satu cangkir kopi untuk Reynaldi dan satu cangkir teh untuk Meytha.“Silakan diminum Nak ’Rey. Meytha, Ibu mau melayat orang meninggal. Anak-anak nanti Ibu yang jemput, soalnya rumah Mbah Tumijem yang
Usai Reynaldi pergi dari rumahnya, Meytha pun mengajak kedua anaknya ke meja makan. Mereka menikmati makan siang tanpa berbicara. Lalu, Meytha yang ingin putranya bersikap seperti biasa dengan mengobrol seperti sedia kala saat di meja makan, membuka percakapan.“Kak Bintang.., tadi gimana di sekolah yang baru? Apa teman-temannya baik-baik semua?” tanya Meytha memandang dan tersenyum pada Bintang.“Semua teman pada baik, Maa. Cuma, Bintang belom bisa ngomong pake bahasa Jawa,” keluh Bintang pada Meytha.“Bulan juga Maa.., nggak bisa ngomong pake bahasa Jawa. Tapi, teman yang tadi satu meja sama Bulan itu bisa pake bahasa Indonesia,” ucap Bulan dengan polosnya.Bintang adalah seorang anak lelaki yang selama ini sering terlambat bangun pagi, karena selalu memastikan Meytha telah tidur nyenyak usai menangis. Dan sudah beberapa kali, Bintang sering menghapus sisa air mata Meytha saat terlelap.Bintang, anak lelaki yang begitu menyayangi sang mama yang ia tahu tanpa seorang suami. Kare
Reynaldi yang tinggal pada sebuah penginapan dekat wilayah rumah Meytha pun terdiam dan termangu. Ia sama sekali bingung dengan sikap dari Meytha. Namun dalam hati yang terdalam Reynaldi yakin, kalau Meytha masih mencintainya.Saat dirinya tengah melamun, terdengar dering ponselnya, tampak Widyawati menghubungi putra angkatnya.“Rey.., gimana hasil pertemuan dengan Meytha dan keluarganya?” tanya Widyawati.Lalu, Reynaldi pun menceritakan seluruh kejadian yang terjadi antara mereka. Sampai akhirnya, Widyawati menawarkan diri untuk ke Kediri bertemu dengan ibunda Meytha.“Rey.., apa nggak sebaiknya Mami ke sana yaa?” tanya Widyawati.“Nggak usah Mii.., Rey yakin bisa membuat keluarga Meytha menerima Rey kembali.“Jadi kapan kamu pulang, bawa Meytha dan si kembar ke Jakarta?” tanya Widyawati.“Mii.., untuk masalah itu sepertinya belum bisa. Saya belum bisa pulang di hari minggu. Rencananya pak Mustapa aja yang pulang lewat jalur darat esok hari. Kalau Rey, mungkin di hari Senen so
Tepat pukul setengah tujuh pagi, Reynaldi yang menyewa mobil di tempatnya menginapnya telah sampai di rumah Meytha. Tampak suasana pagi terlihat sibuk di keluarga itu. Terlebih, Meytha masih berada di pasar untuk berjualan. Otomatis, si kembar mengurusi semua keperluan pribadinya di pagi ini.“Nenek.., Nek...!” Setengah berteriak Bintang memanggil neneknya yang ada di dapur untuk membuatkan kopi untuk Reynaldi yang telah berada di ruang tamu.“Yaa.., Bintang ada apa? Tunggu Nenek lagi buat kopi dulu,” sahut Wulandari dari dapur.Setelah membuatkan kopi, Wulandari pun membawa kopi tersebut ke ruang tamu.“Silakan diminum, Nak Tomo.., Eehh.., maaf Nak Rey..,” ucap Wulandari meletakan kopi.Reynaldi yang terkejut mendengar Wulandari memanggilnya Utomo pun bertanya pada wanita tua itu.“Ibu.., apa Meytha udah cerita tentang saya?” tanya Reynaldi pada Wulandari.“Meytha belum cerita sama sekali. Semalam Bulan yang cerita, kalau Om Rey papanya. Padahal sejak awal Ibu udah curiga kare
Usai mengantar Bulan dan Bintang ke sekolah, Reynaldi kembali ke rumah Meytha dengan berjalan kaki. Sesampai di rumah itu, Reynaldi pun berpamitan pada Wulandari dan berjanji akan menjemput kedua anaknya di sekolah.“Buu.., saya permisi dulu. Nanti jam 12 saya jemput anak-anak,” Reynaldi berpamitan ada Wulandari saat wanita tua itu sedang menyiram tanaman.“Tomo.., masalah Bintang tolong kamu lebih bersabar. Kamu hati-hati di jalan dan terima kasih udah antar anak-anak ke sekolah,” ucap Wulandari melepas kepergian Reynaldi sampai batas tanah yang tidak ditembok.“Sampaikan salam saya untuk Meytha, ya Buu,” pinta Reynaldi berlalu dari rumah tersebut.Tak lama kemudian, mobil yang dikendarai oleh Reynaldi pun berlalu dari kediaman Wulandari menuju TPU, tempat dimana almarhum Bimantoro bersama adiknya Meytha. Sesampai dilokasi TPU, Reynaldi yang sejak hari minggu meminta dilakukan perbaikan pada mahkam kedua orang yang sangat dikasihi oleh Meytha dan Wulandari itu sedang dalam pemug
Reynaldi kembali berjalan kaki dari sekolah menuju rumah Meytha saat menjemput Bulan dan Bintang. Dan saat wali kelas dari kedua anaknya menyapa dirinya Reynaldi pun memperkenalkan namanya dan Bulan yang bangga mempunyai seorang papa, memegang tangan Reynaldi saat wali kelas kedua anaknya bertanya padanya.“Bapak dengan orang tua dari Bintang dan Bulan? Kenalkan saya wali muridnya, dengan Inten,” Inten, wali murid si kembar memperkenalkan diri pada Reynaldi yang jadi pusat perhatian dari orang tua murid yang menjemput putra-putri mereka karena penampilannya yang berbeda dari masyarakat desa pada umumnya.“Iya Buu.., saya Papa dari Bulan dan Bintang,” jawab Reynaldi menyambut uluran tangan Inten.“Berarti Bapak juga pindah dari Jakarta ke kediri? Atau Bapak pindah tugas?” tanya Inten memandang ke arah Bintang yang agak menjauh dari Reynaldi.“Saya belum bisa pindah, jadi bolak-balik Jakarta-Kediri. Kalau istri saya memang ingin tinggal di kampung halaman orang tuanya, sekalian biar