Aku pergi ke dapur untuk memasak beberapa makanan. Karena hari semakin larut, aku mempercepat tanganku dan segera menyelesaikan masakan itu. Namun, terdengar suara barang pecah yang membuatku terkejut.
Prakkk…
“Bisma, ada apa? Aku mendengar suara pecahan barang,” tanyaku menghampiri Bisma yang mulai membersihkan pecahan barang itu.
“Maafkan aku, aku tidak sengaja memecahkan album foto ini,” jawab Bisma meminta maaf sembari memberikan album berisi foto pertama saat bibi menemukanku.
“Lupakanlah, makanan hampir siap. Sebaiknya kamu pergi dan duduk di meja makan, oke,” balasku tersenyum kepadanya dan segera mengambil sapu untuk membersihkan bekas pecahan itu.
Ketika makanan siap, aku memberi posi sup yang cukup besar kepada Bisma untuk mengisi ruang kosong yang menyebabkan bunyi menganggu itu. Tentu saja, kali ini dia bahkan tidak bisa berdiri karena kekenyan
Tanpa menggubris pria itu, aku pun pergi dengan keadaan kesal dan memutuskan untuk meminjam buku itu dan membacanya di rumah. Tepat ketika aku berdiri di depan mesin minuman kaleng, seseorang kembali membuatku kesal.Kling…“Kamu lagi? Apa kamu tidak bisa mengantre?” tanyaku kesal kemudian menatapnya.Dia tidak menjawab petanyaanku dan meneruskan perbuatan menyebalkannya. Ketika minuman itu sudah turun dari mesin, dia kemudian mengambilnya dan memberikannya kepadaku.“Apa maksudmu memberi minuman ini?” tanyaku terkejut saat dia menyodorkan minuman itu.“Minumlah, ini akan meredakan rasa kesalmu,” jawabnya kemudian tersenyum.“Astaga, kenapa kamu juga tersenyum? Kamu membuatku takut,” ucapku mundur beberapa langkah setelah menerima minuman itu.“Aku Ravi,” ucapnya kemudian menyodorkan tangan untuk bersalam
Rasa syukur mungkin terus terungkapkan ketika matahari mulai muncul. Semua orang menyatukan kedua telapak tangan sembari tersenyum, atau bahkan menangis untuk memuji Tuhan.Sama seperti semua orang, aku menjalani pagi ini dengan berdoa kepada Tuhan seraya menyerahkan semua hasil yang akan ku dapatkan hari ini kepadanya. Berjalan melalui lobi kantor ini, membuatku sedikit gugup sekaligus Bahagia.“Baiklah, kita akan mulai interview untuk gelombang pertama. Bagi nomor urut 1 sampai 5, silakan ikut saya,” ucap seorang wanita dengan tubuh langsing dan setelan yang terlihat cocok untuknya.“25.” Aku melihat nomor yang ada pada id card kemudian menghela napas. Ini adalah kesempatan emas bagiku, untuk mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan terbesar se Asia.Kring…kring…kring…“Ada apa menelponku pagi-pagi seper
Entah mengapa, tetapi suara-suara itu terus mengangguku. Semakin aku ingin tahu, dari mana asal suara itu, mereka justru terus berdatangan dan membuatku bingung. Hingga akhirnya, aku kembali ke fase trauma psikologi ini.“Caramel…,” teriak Bisma ketika aku pingsan di pangkuannya.Tanpa bertanya lagi, Bisma menggendongku dan segera membawaku ke ruang Kesehatan perusahaan ini. Dokter perusahaan memeriksa kondisiku, dengan catatan yang Bisma katakana, bahwa aku sering mengalami hal ini.45 menit kemudian, aku tersadar dan mulai membuka mata. Aroma ini, sangatlah nyaman, berbeda dengan ruang Kesehatan lainnya. Jari jemariku perlahan bergerak, bersamaan dengan terbukanya kedua kelopak mataku.Seseorang dengan jas dokter kemudian menghampiriku. Begitu juga dengan Bisma yang tersenyum lebar melihatku siuman.“Caramel, bagaimana keadaanmu?” tanya Bisma meme
Aku tidak menyangka akan bertemu kembali dengan pria kripik seblak di swalayan itu. Mungkin rasa kesalku masih tersa sampai sekarang, karena pria itu mengambil jatah kripik seblak pertama yang seharusnya jadi milikku.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya pria itu sembari makan beberapa kripik seblak di tangannya.“A-ku, sedang bekerja. Bagaimana denganmu paman? Kenapa kamu ada di perusahaan besar ini?” tanyaku mengumpulkan kepercayaan diri bahwa telah di terima di perusahaan ini.“Aku bekerja di perusahaan besar ini. Dan satu lagi, aku tidak mengambil keripik seblak milikmu, tapi aku membelinya karena kamu mengizinkanku, oke,” jelas pria itu sembari membenarkan kacamatanya.“Baiklah, paman. Tapi, bisakah kamu membagi keripik itu. Aku, belum sarapan pagi ini. Karena mereka menyuruhku untuk datang pagi sekali. Aku akan menunggumu di ruangan kepala departemen pemasaran, oke,” pintaku kemudian be
“Dia adalah sekretarisku, aku akan membawanya,” ucap Ravi dengan kuat meraihku dan membawaku pergi.Dengan tubuh yang masih gemetar, sepucuk ingatan lamaku muncul. Rasanya seperti mengalami de javu. Aku ingat, Ravi pernah berjalan bersamaku seperti ini sebelumnya.“Permisi,” ucapku kemudian berhenti ketika hendak masuk kedalam lift.“Jangan berbicara. Ikutlah denganku,” perintah Ravi kemudian melangkah maju ketika pintu lift terbuka.Pada awalnya, ku kira dia hanya ingin membawaku pergi ke unit kesehatan. Namun ternyata, dia membawaku pergi dengan mobil hitamnya. Karena parkiran mobil berada di basecamp, suara petir hampir tidak terdengar.Aku mengencangkan sabuk pengaman dan perlahan menarik napas dalam-dalam. “Ku mohon, Caramel. Tenanglah.” Aku sudah berlatih, mengucapkan kalimat itu berulang kali sejak terakhir bereaksi histe
“Mengapa kamu kembali?” tanya seorang wanita berkalung berlian, yang terus menatapku tajam dengan tangan bersimpah darah.“Entahlah. Bukankah kamu merindukanku,” jawabku tersenyum lebar sembari perlahan mendekatinya. Menatap wajah itu, membuat hatiku tercekik sekaligus haru dalam waktu bersamaan.“Tidak, kamu tidak boleh ada di sini. Pergilah,” teriak wanita itu menodongkan sebilah kaca yang lebih dahulu menggores tangannya.“Diamlah. Mendengar ocehanmu membuatku makin muak, Tante.”Moment yang selalu ku nantikan, kini menjadi kenyataan. Semilir angin menembus jendela kayu jati yang setara dengan harga sebuah mobil baru, membuat ruangan ini menjadi ruangan utama pewaris keluarga konglongmerat. Namun, lagi-lagi aku merasa putus asa sekaligus kecewa. Moment berharga ini telah sirna sesaat setelah aku mengetahui kebenaran yang selama ini menghilang dari diriku.***“Aaa…,” teria
Suasana kota yang tadinya dingin karena hembusan udarah malam, kini menjadi sedikit memanas karena perdebatanku dengan gadis itu. Dia terus-menerus mencelaku, karena menyebutnya wanita murahan. Aku bisa memaklumi hal itu, tetapi jika dia berani menyentuhku, tentu aku tidak akan tinggal diam.Plakk…“Sakit kan, itu akibatnya jika mulutmu tidak bisa di jaga,” cacinya setelah menamparku keras kemudian mengibaskan rambutnya tanda puas dengan perbuatannya kepadaku.“Rosa, apa kamu memotret dari sisi yang sempurna?” tanyaku sesaat telah menerima tamparan tangan kotor wanita ini sekaligus membuatnya kebingungan.“Tentu, ini sangat sempurna. Pakailah ini,” jawab Rosa menghampiriku dengan kamera dsrl di tangannya, kemudian memberikan sweater kepadaku.“Jadi, Ketrin Anastasya. Putri tunggal dari presdir Jaya Mako, rela membagikan selebaran dengan pakaian seksi, hanya untuk tersenyum dan teraw
Melihat dosen itu tergeletak karena mabuk, aku berniat untuk membatalkan pekerjaan ini. Namun, aku akan kehilangan rupiah jika menolak job terakhirku hari ini. Kemudian, aku meminta bantuan kepada beberapa pegawai bar, untuk membawanya masuk ke dalam mobil.“Terima kasih,” ucapku kemudian masuk ke dalam mobil. Aku mengikuti alamat yang tertera di GPS, dan segera mengantarkan dosen muda ini, agar aku bisa cepat-cepat pergi.“Tagihannya sudah masuk, silakan di bayar,” ucapku kemudian keluar dari mobil meninggalkannya yang mulai terbangun dan sesekali melepaskan kacamatanya.“Oke,” ucapnya keluar dari mobil dengan tubuh sempoyongan karena mabuk berat yang menggerogoti kesadaran dosen itu.Belum sempat melangkah, dosen muda itu kemudian terjatuh. Sebenarnya aku tidak peduli karena pekerjaanku sudah selesai. Namun, aku memikirkan banyak kemungkinan, jika dia terus tergeletak di sana.Akhirnya, aku membantunya berdiri