“Begitu? Kalau memang benar, mengapa tidak menikah dengan mama? Kenapa malah dia membiarkan kita terlunta-lunta.” Putranya sangat cerdas. Zahwa memejamkan matanya mencari kata-kata yang pas untuk memberi tahu sang anak.
“Begini, Sayang. Ada spark yang tidak kamu mengerti dari kehidupan orang dewasa.” Zahwa menjeda perkataannya. Dia mencari sela yang pas untuk membuat anaknya itu mengerti. “Saat itu, papamu dan mama tidak mungkin bersatu. Sekarang mungkin kesempatannya.” Keano mengerutkan keningnya tajam. Dia menggunakan logikanya untuk menelaah perkataan sang mama. Apa bedanya sekarang dan sebelumnya atau setelahynya.
“Aku masih belum mengerti, Ma. Penjelasan Mama begitu rumit untuk aku terima.” Keano memandang siluet gunung yang mulai terlihat pudar mengkilat karena panas menyapunya.
“Sederhana saja, Sayang. Dulu masih banyak halangan untuk mama menikah dengan
Arsan pontang-panting mencari Damian dan juga Zahwa kemana-mana tapi tidak ketemu. Anak buahnya juga tidak bisa menemukannya. Dua hari ini Damian memang memilih tinggal di rumah setelah menyerahkan segala urusannya kepada sekretarisnya. Arsan menjadi sangat frustrasi. Dia gagal menikah karena Damian.Sedangkan Damian sendiri tengah bahagia. Sebentar lagi dia akan menjadi suami Zahwa dan tidak akan ada yang dapat memisahkannya. Papanya mau membuangnya dari perusahaan, tidak masalah. Dia memiliki tiga perusahaan yang cukup jika untuk menghidupi anak dan istrinya. Zahwa melihat dirinya di cermin. Dia masih terlihat cantik walau sudah kepala tiga. Dadanya bergemuruh. Dia mau menikah? Yang dulu hanya dalam khayalan kini terjadi walau menikah dengan kekasih yang terlihat sangat brengsek selama dua belas tahun ini. “Mama sangat cantik.” Keano masuk ke kamarnya.“Terima kasih, Sayang.” Keano memeluk sang mama dari belakang.
Suasana yang dingin didukung dengan gairah yang menggebu membuat Damian segera melepas baju pengantin milik sang istri. Memang sengaja, Damian tidak mengadakan pesta. Dia akan mengadakan pesta nanti ketika semua sudah aman. Kali ini memang tujuannya bersembunyi dari Arsan. Bukan dia takut dengan Arsan, cuma sedang malas cari ribut. “Kau sudah menjadi milikku. Tidak bisa menghindar lagi, Sayang.” Damian mulai rakus menghabisi bibir merah sang istri.“Tunggu! Aku belum gosok gigi.” Damian menelan kecewa ketika sang istri menolaknya dengan alasan belum gosok gigi.“Ck, kok bisa?” ucap Damian.“Hmmm, sebentar, ya? Nggak lama, kok.” Zahwa yang hanya mengenakan kemben dan hot pan masuk ke kamar mandi dengan berlari. Damian hanya mengangkat bahunya. Sementara itu, Zahwa sudah menutup rapat pintunya. Dia menyenderkan punggungnya di pintu yang tertutup itu. Wanita berambut panjang i
“Kenapa kamu menjerit? Sudah dipakai bajunya. Kita makan. Nggak usah menjerit atau aku akan merasakan jeritanmu itu syahdu sehingga aku memakanmu.” Damian menaikkan resleting gaun Zahwa. Lelaki itu kemudian mengajaknya duduk dan menyuapinya. Tepatnya memaksa mau disuapi. “Enak nggak?” Damian menyendokkan makanan itu masuk ke mulutnya. Dia mengangguk-anggukan kepala.“Damian, kamu beneran mau menunggu? Sebagai istri aku tidak sempurna. Aku tidak bisa melayanimu.” Damian meletakkan makanannya. Dia menarik tubuh Zahwa ke dalam pelukannya.“Sweet heart, aku sungguh-sungguh sekarang. Aku mencintaimu dengan seluruh jiwaku. Jika aku harus menunggu tidak masalah.” Damian membisikan kata ke telinga Zahwa.“Aku ingin ketemu Mas Arsan.” Damian melepaskannya.“Ngapain? Mau kangen-kangenan? Kamu masih cinta sama dia?” Damian menyorot tajam. D
Zahwa masuk ke kamar kembali setelah meletakkan piring. Sedangkan penghulu sudah diurus sama asistennya dan juga Nathan. Mereka sudah kembai ke rumah masing-masing. Damian duduk di tepi ranjang di susul oleh Zahwa yang baru datang. “Damian, kenapa akhirnya kamu mengejarku. Padahal dulu kamu hanya memberiku cek kosong untuk membeli harga diriku,” tukas Zahwa.“Kau tahu, saat kamu marah dan aku tahu kamu masih virgin, aku merasa bersalah. Sepertinya, tidak semua orang menggadaikan tubuhnya hanya demi selembar uang. Aku mencarimu, apalagi setelah Andra memarahiku habis-habisan.” Zahwa tersenyum. Dia berjalan menuju jendela yang terlihat kabut mulai turun hingga gelap gulita, namun masih terlihat siluaet perbukitan di sana. Damian memeluknya dari belakang.“Sekarang, giliran aku yang tanya.” Zahwa menyenderkan kepalanya pada dada bidang sang suami. Rasanya memang sangat nyaman. Damian juga merasakan hal yang b
Damian mengahabisi bibir manis Zahwa.pelan tapi pasti. Lelaki itu mulai menanggalkan baju istrinya satu persatu. Zahwa pasrah saja, hingga Damian melanjutkannya menyusuri liku tubuh Zahwa yang berbukit dan berlembah. Zahwa mulai mencicit karena merasakan sentuhan itu membuatnya larut dalam buaian. Dia bahkan sudah sedikit lebih tenang. Wanita itu sangat berusaha melenyapkan rasa takutnya. “Aku akan melakukannya sangat lembut.” Zahwa mengangguk. Damian kembali memulai aksinya. Kali ini turun ke area leher. Lelaki berambut cepak itu bagai kucing menjilat dan menyesap dengan lembut. Sehingga Zahwa mulai merasakan tubuhnya penuh gairah.Damian tahu jika wanitanya sudah mulai terpancing. Walau demikian, dia masih memberikan kelembutan-kelembutan. Hingga sampai pada area perut dan pusat tubuh. Damian menyesapnya hingga Zahwa mencengkram sprei karena merasakan kenikmatannya melampaui kepalanya. “Ahhh ....” Damian terus menyusuri tubuh itu. Hingg
Pagi ini terlihat Damian dan Zahwa sudah basah dengan air karena mandi.Zahwa terlihat lebih segar. Entah mengapa rasanya sangat bahagia walau sebenarnya banyak hal yang masih harus dipertanyakan. Dia sendiri belum mengerti.“Sayang, kita jalan-jalan ke Bali mau nggak?” Damian memeluk Zahwa dari belakang. Pagi yang sangat dingin membuat mereka semakin romantis.“Aku nggak masalah, coba tanya Keano bagaimana?” Damian mengangguk. Dia menyugar rambutnya yang nampak masih basah.“Aku samperin dia dulu. Mau sarapan apa? Entar aku bikinin. Kamu belum tahu ‘kan kalau aku bisa masak?” Zahwa berbalik badan. Dia mencubit pipi sang suami. Damian pura-pura mengaduh karena kesakitan. Padahal tidak sakit sama sekali. Damian memilih membalasnya dengan membenamkan bibir sang istri dengan mulutnya. Setelahnya, satu ciuman singkat untuk ke kamar sang putra.Damian sampai ke dep
“Damian, aku ....” Zahwa memeluk erat tubuh Damian.“Tenanglah! Aku sudah menelpon Nathan. Jangan menangis.” Di bagian lain seorang lelai mengepalkan tangannya. Bisa-bisanya seorang wanita yang dia cintai memeluk lelaki lain. Dia lari dengan Damian sehari sebelum pernikahannya. Dia adalah Arsan. Lelaki itu sangat benci dengan dua manusia yang kini saling memadu kasih itu.Arsan menunggu salah satu dari mereka pergi dari ruangan itu. Kali ini dia akan menunggu sampai salahs atu mereka keluar baru akan beraksi. Hatinya sangat hancur walau ternyata dirinya juga tidak sesetia itu. Damian pamit keluar. sebenarnya dia sudah tahu lewat pantulan kaca, bahwa ada Arsan yang mengikuti mereka. Lelaki itu tersenyum smirk. “Sayang, kamu mau makan nggak? Aku mau beli makanan.” Damian tentu sudah tahu jika harus menjaga sang istri. Dia bahkan sudah siap jika Arsan macam-macam.“Tidak, Dam.
Di rumah sakit itu, terdapat perkelahian yang tidak dapat dihindarkan. Damian langsung merarik sang istri dari belakang. Zahwa ingin menjerit, tapi Damian berbisik di telinga Zahwa. “Hus, jangan berteriak. Ini aku!” Zahwa memeluk sang suami dan menangis sejadi-jadinya. “Tidak apa-apa. Aku tidak bohong tentang Arsan ‘kan? Sebenarnya yang memisahkan kita adalah dia. Mari masuk ke dalam.” Damian menyesap air mata sang istri yang selalu dia lakukan jika Zahwa menangis. Setelah itu mulai menggandengnya masuk ke dalam.“Mereka siapa, Dam? Kok bisa tiba-tiba menolongku?” Zahwa bertanya setelah beberapa saat tadi menetralkan perasaanya.“Orang-orangku, jadi jangan takut. Aku akan melindungi kalian.” Zahwa mengangguk. Lelaki itu memeluk pinggang sang istri sambil jalan. Mereka menuju ruang perawatan Keano. Anak laki-lakinya mulai dipindahkan ke ruang rawat. Mereka masuk ke dalam. “Hai