Share

CEO PENAKLUK CINTA
CEO PENAKLUK CINTA
Penulis: Hikma2011

Pertemuan Tidak Sengaja

Terdengar suara tubuh saling bertabrakan di lobby perusahaan makanan cepat saji, memecah konsentrasi resepsionis yang sedang menerima panggilan masuk. Terlihat sosok perempuan dengan hoodie coklat serta celana jeans lusuh dan sepatu slip on putih yang sudah bolong serta tangannya yang sibuk memeluk erat tumpukan kertas.

Viona yang kala itu tidak mengetahui bahwa dirinya ditabrak oleh seorang CEO dari perusahaan tersebut langsung memakinya dengan kasar karena telah menabrak dirinya.

“Dasar laki-laki menyebalkan! Apakah matamu buta?” teriak Viona saat sang CEO berjalan begitu saja meninggalkan dirinya dan kertas yang berserakan.

Mendengar teriakan itu Emillio atau yang sering dipanggil Emil langsung membalikan badannya yang gagah, menghampiri Viona yang sedang sibuk merapihkan kertas yang terjatuh.

Sepatu pantofel berwarna hitam mengkilat dengan sengaja menginjak kertas yang ada di lantai membuat Viona menghentikan gerakan tangannya.

“Apa yang kamu bilang? Coba ulangi sekali lagi?” ujar Emil seraya membungkukan badannya agar ucapannya terdengar oleh perempuan yang baru saja memaki dirinya.

Viona yang kesal langsung berdiri mencondongkan tubuhnya ke arah laki-laki yang sudah menabraknya dan menatap lawan bicaranya lekat-lekat.

“Mata kakimu buta? Apakah pelafalan saya kurang jelas? Atau suara saya yang kurang kencang?” kini Viona semakin menaikan suaranya.

Suara getaran telepon yang berasal dari saku kanan Emil memecah konsentrasinya untuk memaki balik perempuan ini dan menjadi akhir dari perdebatan mereka. Terlihat nama Lee di layar ponselnya yang merupakan sekretarisnya tengah menelponnya.

“Hallo, pak Emil rapat akan segera dimulai. Semua pegawai dari divisi penelitian 1 sudah siap, hanya menunggu bapak,” ujar Lee melalui panggilan telepon.

Emil langsung meninggalkan perempuan yang baru saja bertabrakan dengan dirinya, tanpa ada permintaan mohon maaf ataupun ucapan perpisahan.

* * *

“Dasar laki-laki aneh. Haduh, mengapa tumpukan kertas ini sangat berat sekali!” gerutu Viona di depan lift untuk segera ke ruangan Kai sahabatnya yang bekerja di perusahaan tersebut.

Suara denting menandakan pintu lift akan terbuka lebar, tidak lama kemudian terlihat perempuan dengan blezer hitam serta kemeja pink di dalamnya dan heels 5 cm langsung keluar dari lift dan menyapa Viona dengan penuh gembira.

“Terima kasih! Terima kasih!”

“Wajahmu terlihat cantik sekali hari ini. Apakah kamu ingin aku traktir makan?” ucap Kai memuji sahabatnya dengan berlebihan.

“Aku sudah kenyang pagi ini…,” Viona memegang perutnya “traktir nanti saat makan malam saja,” pinta Viona karena sebelum mengantarkan berkas dirinya sudah makan terlebih dahulu.

Kai langsung menganggukan kepalanya setuju dengan permintaan Viona karena hari ini ia rencana akan pulang cepat.

Setelah selesai bertemu dengan Kai dan memberikan berkas yang tertinggal Viona langsung memutuskan untuk pulang tetapi saat ia hendak menaiki bus dan merogoh koceknya tidak mendapatkan kartu cashbee yang merupakan alat pembayaran di bus, beberapa kali ia memeriksa tas dan kantong lainnya tetapi tidak ditemukan juga. Akhirnya dengan terpaksa Viona harus pulang dengan berjalan kaki.

* * *

Emil baru saja selesai rapat siang ini terlihat di dalam ruangannya sudah ada laki-laki tua yang duduk di sofa kulit berwarna coklat muda. Tarikan nafas panjang yang berasal dari sela-sela hidung mancung Emil terdengar diiringi dengan dengusan kekesalan.

“Ada apa ayah harus ke kantor di siang terik seperti ini?”

“Ayah hanya ingin mengecek perkembangan produk baru yang masuk dalam tahap penelitian dan ingin menanyakan kabar anak ayah tercinta,” jawab pak Kim santai.

“Baik, yah.”

“Omong-omong apakah kamu sudah mempunyai pacar?”

Pak Kim langsung menjurus pada pertanyaan yang sudah lebih dahulu diterka oleh anaknya, dirinya dan istrinya memang sudah lama mendambakan menantu dan tentu saja cucu yang menggemaskan dari anak laki satu-satunya.

Mendengar pertanyaan itu Emil tidak menjawab apapun karena itu adalah pertanyaan wajib kedua orang tuanya jika bertemu dengan dirinya. Melihat anaknya tidak menjawab pertanyaannya pak Kim langsung dengan cepat menyodorkan beberapa foto wanita muda yang memang sudah ia siapkan untuk anaknya.

“Coba lihat perempuan ini, apakah ada yang menarik pandanganmu? Jika iya, kabarkan ayah agar disiapkan kencan buta pada akhir pekan ini,” ucap pak Kim lagi dengan sangat percaya diri bahwa anaknya akan menyetujui ucapannya.

Emil langsung berdiri dengan tegak tepat di depan sang ayah dengan pandangannya yang sangat seram karena ia sudah kehabisan kata untuk menolak tawaran ayahnya tentang kencan buta.

“Apakah ada rapat lagi setelah ini?” tanya Emil kepada sekretarisnya.

“Ada pak, sekitar jam 1 siang di hotel The Westin Josun,” jelas pak Lee yang sedang bermain mata dengan Emil karena mengetahui bahwa atasannya itu sedang berada di suasana yang sangat menyeramkan.

“Oke baik! Saya mungkin mengganggu jadwal anak saya hari ini, besok atau lusa saya akan kembali lagi dengan penawaran yang lebih baik!” ucap pak Kim yang langsung memperbaiki posisi dasinya serta jas hitamnya.

Emil dan Lee langsung membungkukan badannya untuk menghormati pak Kim, meskipun mengetahui bahwa hati ayahnya kecewa tetapi Emil mempunyai pendiriannya untuk tidak dicarikan pasangan hidup karena merasa bisa mencari sendiri.

Lee tiba-tiba saja mendekatkan badannya ke arah atasannya itu dan langsung menatap matanya dengan heran.

“Pak Emil apakah kamu mempunyai cashbee?” tanya Lee yang melihat ada sebuah kartu yang jatuh dari jas atasannya.

Emil yang bingung dengan pertanyaan sekretarisnya langsung menyeringitkan dahinya menandakan bahwa dirinya tidak mengerti dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh sekretarisnya.

“Maksudmu?”

“Ini pak, kartu bus ini jatuh dari jasmu,” jelas Lee seraya mengambil kartu yang masih berada di lantai lalu menunjukan kepada Emil.

Kartu itu dipegang oleh tangan kokoh Emil ia berpikir keras mengapa ada kartu pembayaran bus di dalam jasnya, karena sejak dirinya kecil ia tidak pernah menaiki transportasi umum.

Lee juga sedikit berpikir mengapa ada kartu bus di dalam jas atasannya ini, sesekali mereka berdua berpandangan mata untuk mencari jawaban dengan kebingungan.

Seketika Emil memegang kepalanya mengingat kejadian yang menimpanya tadi pagi, menabrak perempuan yang sedang membawa setumpuk berkas dan berucap tidak sopan kepadanya.

“Apakah kartu ini milik perempuan itu?” gumam Emil sedikit kencang hingga membuat  Lee menanyakan apa yang sedang ia katakan.

“Ada apa pak?”

“Oh,,, tidak saya hanya sedikit haus dan ingin minum black coffe,” ucapnya mengalihkan pembicaraan.

Pada malam harinya Emil memikirkan kartu bus yang berada di jasnya tetapi perasaanya selalu mengarah kepada wanita yang ia tabrak tadi pagi. Meskipun bayangan wajahnya tidak terlalu jelas tetapi ia sangat mengingat wangi manis segar yang berasal dari tubuh wanita itu dan tentu saja wajahnya yang seram.

Seketika ia mengingat sebelum dirinya bertabrakan dengan wanita itu ia sempat memasukan kartu namanya ke dalam jas yang ia kenakan karena akan bertemu dengan client selanjutnya.

“Apakah kartu namaku terbawa oleh wanita itu?” pikir Emil.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Gadilamba Kramatjati
Haduhhhhhh tabrakan membawa pelatakaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status