Dengan mengenakan dres pas badan selutut berwarna abu-abu, Quen berdiri di lift bersama dengan Arthur. Mereka berada di gedung Time Warner Center menuju lantai empat di mana restoran Jepang bernama Masa berada.
“Arthur, apakah terjadi sesuatu dengan Papa?” tanya Quen sembari menunggu pintu lift terbuka.
“Tidak terjadi apapun dengan Tuan besar, Nona. Mengapa anda berpikir seperti itu?”
“Aku merasa aneh saja. Mengapa dia tiba-tiba ingin memberikan perusahaan? Apakah dia sakit?”
Arthur tersenyum pada putri bosnya. “Anda berpikir berlebihan, Nona. Tuan besar hanya mengkhawatirkan anda yang tidak kunjung menikah. Karena itu dia menggunakan cara ini agar anda mau menikah.”
Sebelum Quen bertanya lebih lanjut, pintu lift pun terbuka. Kaki wanita yang mengenakan sepatu hak tinggi berwarna hitam itu melangkah keluar lift mengikuti asisten ayahnya. Mereka disambut oleh seorang pelayan yang mengantarkan mereka ke ruang makan pribadi yang sudah dipesan oleh ayah Quen. Masih mengusung tema Jepang pelayan menggeser pintu kayu khas negeri sakura. Pelayan wanita itu mempersilahkan Arthur dan Quen untuk masuk ke dalam. Di dalam ruangan itu terlihat ada lima pria yang sedang menunggu mereka.
Arthur memberikan senyuman ramah kepada kelima pria yang masih bengong melihat Quen. “Selamat malam para Tuan muda. Nama saya adalah Arthur Dennis. Saya adalah asisten Tuan besar Chevalier. Di samping saya adalah Nona Aquene Chevalier. Kalian bisa memanggilnya Nona Quen. Kalian bisa memperkenalkan diri kalian.”
Seorang pria dengan rambut berwarna biru mint yang duduk di ujung kanan berdiri. “Namaku adalah Ace Maverick. Aku tergabung dalam boyband bernama Blade Storm.”
Quen memicingkan matanya. “Maverick? Bukankah nama itu adalah perusahaan otomotif Maverick Motor?”
Ace menganggukkan kepalanya. “Benar sekali. Aku bisa memberikan hypercar padamu Quen jika kamu mengijinkan aku mengambil foto seksimu di mobil. Badanmu indah sekali.”
Arthur menepuk jidatnya mendengar ucapan Ace. Dia sangat yakin saat ini Quen pasti sedang kesal karena mendengar ucapan Ace.
“Mengambil foto seksiku ya?” Quen berjalan menghampiri meja. Dia mengambil sebuah garpu dan langsung melemparkan ke arah Ace. Beruntung pria berusia dua puluh tujuh tahun itu berhasil menghindari serangan Quen. Sehingga garpu itu mendarat di meja dekat vas bunga. “Kamu pikir aku mau melakukannya? Dasar mesum!”
“Yah… Sayang sekali.” Ace terdengar kecewa.
“Sepertinya kamu ingin merasakan lemparan garpuku lagi, Tukang mesum.”
Ace langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. “Tidak, Quen. Tidak perlu. Lemparanmu sangat hebat, aku tidak berani menyaksikannya lagi.” Segera pria itu langsung duduk membuat Arthur menahan tawanya.
Kemudian pria kedua berdiri. Pria yang mengenakan setelan biru tua itu tersenyum-senyum layaknya kucing yang sedang malu. “Halo, Quen. Namaku adalah Levin Godfrey. Usiaku tiga puluh tahun. Aku adalah CEO perusahaan game Cogent.”
“Godfrey adalah perusahaan minyak dan gas multi-nasional yang besar di New York. Sedangkan perusahaan game Cogent juga mulai maju. Apakah kamu sedang berusaha menandingi perusahaan papamu?” tanya Quen.
Pria dengan rambut coklat muda itu menganggukkan kepalanya. “Benar. Tapi Quen tidak perlu cemas. Karena Cogent tidak akan melampaui Chevalier. Karena aku tidak akan mampu menang dari wanita manis sepertimu.” Levin tersenyum ke arah Quen.
Tubuh langsing Quen bergidik ngeri mendengar ucapan Levin. “Dasar aneh. Yang ketiga.”
Pria yang duduk di tengah dengan tinggi seratus delapan puluh sentimeter itu berdiri. “Aku Vinson Beardsley. Tiga puluh tahun. Insinyur luar angkasa Nasa.”
Meskipun Quen terkenal dingin, tapi ternyata ada juga orang yang memiliki kadar kedinginan sama dengannya. Quen ingat keluarga Beardsley adalah pemilik perusahaan teknologi multi-nasional Beardsley Inc. Dan Vinson adalah anak tunggal mereka yang terkenal sedingin es.
Setelah Vinson duduk, pria di sampingnya pun berdiri. Pria itu menggebrak meja membuat Quen dan Arthur terlonjak kaget.
“Namaku Owen Delwyn. Aku adalah anggota kepolisian New York. Kamu tidak perlu takut lagi, Nona Quen karena aku akan selalu melindungimu.” Ucap pria berambut gelap itu.
Quen mendengus dalam hati. Melindungiku? Aku mungkin dalam bahaya jika bersama orang bar-bar seperti ini. Bisa kena serangan jantung setiap hari.
“Tuan muda Owen ini adalah adik dari Brianna Delwyn. CEO Delwyn Health Group, Perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan. Anda bertemu dengan Nona Brianna beberapa hari yang lalu dalam pesat, Nona Quen.” Jelas Arthur.
Quen ingat Brianna. Dia adalah wanita yang membuat kehebohan karena ada wanita yang tidak sopan menghina temannya. Ternyata kakak dan adik sama bar-barnya.
Terakhir, seorang pria mengenakan kemeja hijau army dengan celana kain hitam. Quen memperkirakan tingginya seratus delapan puluh tiga sentimeter. Dia terlihat tampan dan tampak anggun. Quen berharap dia yang paling normal di antara keempat pria itu.
“Namaku Zane Walford. Usia dua puluh sembilan tahun. Ayahku Shane Walford adalah presdir Walford Group, perusahaan perbankan dan finansial besar di Amerika. Sedangkan aku adalah direktur galeri seni Sotheby’s. Nona Quen, bolehkah aku bertanya sesuatu?”
Quen bernafas lega karena Zane tampak sangat normal. Jika Quen menikahi mereka, mungkin dia akan lebih dekat dengan Zane. Wanita itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Tentu saja boleh. Apa yang ingin kamu tanyakan?”
“Berapa berat badanmu? Sepertinya beratmu naik. Pipimu terlihat sedikit menggembung. Mungkin jika kamu melakukan diet, kamu akan tampak sangat cantik dengan wajah tirus.”
Pyar. Pecah sudah harapan Quen. Tidak ada yang normal dari kelima pria itu. Bahkan Zane yang dia pikir normal ternyata memiliki mulut lebih pedas dari cabai pepper x yang merupakan cabai terpedas di dunia. Quen berjalan menghampiri Zane.
“Aku akan memberitahumu berat badanku. Tapi aku akan membisikkannya, Zane. Jadi bisakah kamu menunduk sedikit?” pinta Quen.
“Baiklah.” Zane pun sedikit menekuk lututnya sehingga tingginya bisa setara dengan Quen.
Tepat saat itu Quen melayangkan pukulan tepat di puncak kepala Zane dengan sangat keras. “Jangan pernah menanyakan berat badan pada wanita, Zane. Terutama padaku. Atau aku akan mencincangmu hidup-hidup.”
“Ah… Sakit.” Zane mengelus puncak kepalanya yang terkena pukulan Quen.
Wanita itu berjalan menghampiri Arthur dengan tatapan kesal. “Bagaimana bisa Papa ingin aku menikah dengan makhluk-makhluk tidak waras ini?”
“Tapi itu syarat yang diajukan Papa anda, Nona. Bukankah anda sudah menyetujuinya?”
Quen menghela nafas berat. Dia menyesal sudah menyetujui permintaan ayahnya. Dia bertanya-tanya kehidupan pernikahan apa yang akan dia hadapi bersama makhluk-makhluk ajaib seperti mereka?
* * * * *
The Plaza hotel New York menjadi tempat resepsi paling mewah tahun ini. Pasalnya tidak mempelai pengantin wanita dan lima pengantin pria berasal dari keluarga terpandang di New York. Sehingga tidak heran pesta pernikahan ini menjadi pesta pernikahan terbesar dan termewah. Dengan desain interior hotel yang klasik ditambah dengan hiasan bunga-bunga membuat pesta pernikahan itu tampak sangat indah.Quen yang mengenakan gaun pengantin pas badan dengan tali berenda di bahunya membuat wanita itu terlihat sangat cantik. Gaun dengan bahan sutra lembut di bagian dalam dan kain lace bordir motif bunga di luar membuat gaun itu terlihat begitu mewah. Gaun itu dibuat khusus untuk Quen selama satu bulan. Sehingga tidak heran gaun itu menjadi sorotan media karena menjadi gaun pengantin termahal.“Quen.”
Gwen Chevalier. Wanita berusia dua puluh lima tahun itu adalah sepupu Quen. Dengan mengenakan gaun berwarna perak, dia berjalan menghampiri Quen yang berdiri di samping Zane.Hubungan Quen dan Gwen tidaklah baik. Gwen selalu iri dengan Quen. Apapun yang dimiliki Quen, Gwen tidak mau kalah. Karena itulah Gwen merupakan satu-satunya orang yang ingin merebut kursi Presiden Direktur Chevalier Inc. Langkah Gwen terhenti tepat di hadapan Quen. Dengan ekspresi tenang, Quen menatap Gwen. Dia tidak menyadari jika tangannya masih menggenggam tangan Zane.“Hallo, Sepupuku.” Gwen menyunggingkan senyuman sembari melambaikan tangannya.“Aku pikir kamu tidak akan datang, Gwen.” Ucap Quen dengan sinis.
“Kalian pasti bercanda.” Ucap Quen melongo menatap pemandangan di hadapannya.Pasalnya, papanya tidak hanya menikahkan dirinya dengan lima pria pilihannya tapi dia juga berniat membuat Quen tidur dengan lima suaminya. Pasalnya setelah pesta pernikahan selesai, Arthur mengantarkan Quen dan kelima suaminya ke sebuah kamar di mana ada sebuah empat ranjang berukuran besar yang dijadikan satu.Arthur menggelengkan kepalanya. “Tidak, Nona. Eh, maksudku Nyonya. Kata Tuan besar seorang istri, terutama pengantin, baru tidak boleh pisah ranjang. Karena itu Nyonya harus tidur di sini bersama para tuan muda.”Quen mendengus kesal. “Bukankah ini keterlaluan? Aku sudah menuruti Papa untuk menikah dengan mereka. Dan sekarang dia memintaku untuk tidur bersama l
“Untuk apa kami harus memakai ini?” Zane mengangkat gaun snow white berwarna biru dan kuning.“Aku tidak mau.” Owen menggelengkan kepalanya melihat kimono wanita di hadapannya.“Gila.” Vinson melotot kaget melihat kostum Elsa dalam film Frozen.Levin meraih seragam sekolah wanita yang sudah dipersiapkan untuknya. “Kalau aku pakai ini, apakah kamu akan memaafkanku, Quen? Karena aku tidak bisa jauh darimu.” Levin memanyunkan bibirnya.“Dasar gila!” Gumam Quen yang duduk di atas sofa sembari menikmati secangkir kopi.“Quen!” Panggil Ace yang mengambil kostum Sailormoon. “Bagaimana ka
“Kenapa kamu di sini? Bukankah seharusnya kamu sedang bulan madu?” tanya Brandon saat melihat putrinya duduk di dekatnya saat berada di ruang meeting.“Bulan madu? Sepertinya Papa minta di lempar keluar jendela.” Quen menunjuk ke arah dinding kaca di ruang meeting.Brandon memasang ekspresi sedih. “Putriku benar-benar durhaka. Jika saja aku bisa menggantinya.”“Ganti saja. Aku yakin tidak akan yang lebih baik dariku.”“Kuakui itu memang benar. Putriku memang yang terbaik.” Brandon mengacungkan dua jempolnya.Setelah semua orang berkumpul, akhirnya meeting pun dimulai. Brandon berdiri menatap para p
Quen duduk di kursi dalam ruangannya. Dia meletakkan tas di atas meja dan mengambil ponselnya. Wanita itu hendak membuat grup di aplikasi chatting. Tapi sebuah pesan yang baru saja masuk menarik perhatian wanita itu. Quen membuka pesan itu. Papa [Lokasi rumah baru Quen] Putriku tersayang, ini adalah alamat rumahmu dan juga suami-suamimu. Buatkan Papa cucu sebanyak-banyaknya, ya? Jika kamu berhasil, Papa akan memberikan saham 35% milikku. Seketika Quen melotot kaget membaca pesan dari ayahnya. Bukan hanya di bagian membuat cucu sebanyak-banyaknya, tapi juga iming-iming dari ayahnya. Jika Quen bisa mendapatkan saham tiga puluh lima persen dari ayahnya, maka dia akan memiliki saham lebih banyak dari Gwen. Tapi tetap
Setelah menikmati makan malam bersama, Quen menggiring kelima suaminya menuju ruang keluarga yang sudah bersih dengan barang-barang mereka. Dengan anggun wanita itu menyesap teh yang sudah disiapkan oleh pelayan. Quen selalu menyukai teh hitam. Karena teh hitam memiliki aroma dan cita rasa yang kuat. Wanita itu meletakkan cangkir teh berwarna biru dengan hiasan bunga lupin atau wolly lavender di cangkir itu di atas piring kecil yang menjadi satu set. Kemudian tatapan Quen tertuju pada lima suaminya melihat reaksi mereka saat minum teh yang sama. Wajah Ace saat meminumnya tampak jelas tidak menyukainya. “Kenapa rasanya aneh begini? Kopi jauh lebih enak.” Levin terkekeh melihat reaksi Ace yang duduk di sampingnya. “Itu karena kamu tidak pernah meminum teh. Jika kamu sudah terbiasa, kamu akan menyukainya.” Ace melih
Quen menatap pantulan tubuhnya di cermin. Di mana saat ini wanita itu sudah mengenakan gaun tidur berwarna putih. Dengan bahannya yang lembut dan tipis tak mampu menutupi tubuh Quen yang sexy. Tali tipis menggantung di bahunya yang diselimuti kulit putih pucat. Dan belahan dadanya pun juga tertalu turun sehinga payudara Quen mengintip.Tak pernah Quen mengenakan pakaian terlalu terbuka. bahkan saat tidur pun biasanya Quen mengenakan piayama. Dia tidak pernah mengenakan gaun tidur yang nyaris tembus pandang itu. Segera Quen mengambil jubah putih yang menjadi satu set dengan gaun tidur itu. Dia mengikat jubah itu untuk menutupi tubuhnya. Setelah itu barulah wanita itu berjalan keluar. Saat baru melangkah dia melihat Ace yang berjalan ke arahnya. Beruntung pria itu berhasil menghentikan langkahnya sebelum menabraknya.“Ah, apakah kamu mau menggunakan kamar mandinya?” tanya Quen.Ace menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku justru ingin mengetuk pintu dan bertanya apakah kamu baik-baik saja.