Bab 38 : Terpana
Ketika sang pejabat menteri sampai di muka pintu, ia terpana melihat wajah Roseline yang berbalut hijab. Tadi karena sang putri menutupi wajahnya, kesannya biasa saja. Akan tetapi, entah mengapa dengan balutan hijab gelap tersebut, wajah rupawan sang putri tampak lebih indah baginya. Degub jantung sang pejabat menteri seketika menjadi lebih keras berdentam.
Roseline yang ditatap dengan begitu lekat, menjadi salah tingkah. Wajahnya tampak merona. Ia masih melupakan tentang penutup wajahnya.
"Mana Haris, Nak?"
Tiba-tiba tepukan di lengan kekarnya oleh sang ibu membuat Fakhrurrazi terkejut.
"Hah? Oh, i–iyaaa ... Ha–ris, di .... " Fakhrurrazi tergagap. Entah mengapa wajahnya terasa memanas. Langsung saja ia berbalik dan melangkah besar menjauhi ruangan itu.
Zara tampak bingung melihat tingkah sang putra.
Bab 39 : Kenyataan yang Harus DiterimaAndrew berusaha terlihat tenang, walaupun pada kenyataannya hatinya tiba-tiba gundah. Ia hanya mengangguk sedikit tanda perkenalan dengan Benazir."Aku baik-baik saja, Andrew. Hanya sering merasa bosan saja di sini." Roseline menjelaskan."Kalau Anda mau, besok aku ajak ke suatu tempat untuk menghilangkan kebosanan, Yang Mulia," tawar Andrew.Mata sang putri jelita tampak berbinar."Benar-benar aku seakan mengenal suara, bahkan garis wajah Anda. Hanya aku lupa kapan dan di mana," sela Benazir dengan kernyitan dahi yang masih kentara, "begitu juga wajah Anda, wahai Putri Andusia," lanjut Benazir."Mungkin ada orang yang mirip denganku, wahai ibu," jawab Andrew."Ya, benar, Nek. Mungkin ada yang mirip dengan kami," timpal sang putri.Benazi
Bab 40 : Kaum Nabi LuthDi tengah perjalanan, tampak dari kejauhan banyak orang berkumpul di halaman samping sebuah masjid besar. Kumpulan itu menarik perhatian Roseline dan yang lainnya."Ramai sekali, ada acara apa?" lirih sang putri nyaris tak terdengar.Jena dan Elisa diam memperhatikan kerumunan orang di hadapan yang mana kereta semakin dekat ke arah itu."Ada penerapan hudud," ujar sang kusir kereta kuda.Dahi Roseline mengernyit, hatinya penuh tanda tanya."Pelankan jalan kereta ini, Pak," pinta Andrew kepada kusir kereta.Tiba-tiba di hadapan mereka tampak sesuatu yang terjun dari atas menara tinggi masjid. Mata Roseline dan lainnya terbuka lebar, mereka sangat terkejut. Pantas saja banyak orang yang melihat ke arah atas tadi. Rupanya ada dua orang yang dijatuhkan dari beranda mena
Bab 41 : Kerisauan Hati Fakhrurrazi"Dia tadi memperhatikanku, ya, 'kan?" tanya Zara memastikan."Maafkan ketidaksopanan pembantuku itu, Nyonya Zara. Nanti akan aku tegur dia sekali lagi," jawab Roseline merasa tidak enak hati."Ya. Mungkin dia terbiasa seperti itu di Andusia," tebak Zara."Tidak ... tidak, Nyonya. Sungguh, Andrew tidak demikian. Dia pria yang sangat sopan. Hanya saja aku tak tahu mengapa dia tadi melihat Anda demikian. Baru kali ini aku melihat dia menatap wanita dengan begitu lekat seperti itu," bantah Roseline.Selama kenal dengan Andrew, memang lelaki itu selalu bersikap sopan. Makanya Roseline cukup nyaman berada dekat dengan pembantunya itu. Bahkan kasih sayang sang ayah yang memudar semenjak ibunya wafat seolah tergantikan oleh adanya Andrew di samping gadis jelita itu.Dahi Zara mengernyit.
Bab 42 : Apa Keistimewaan Islam?Seusai shalat Dzuhur, Fakhrurrazi berdzikir sebentar. Sang putra yang ada di sampingnya mengangkat tangan, berdoa kepada Yang Kuasa. Suara bocah itu lirih, tapi cukup terdengar oleh sang ayah."Ya, Allah ... aku ingin ibuku si putri cantik bermata biru. Semoga dia masuk Islam. Kabulkan ya Allah, aamiin!"Mendengar isi doa sang anak, sontak dahi Fakhrurrazi mengernyit. Ia pun menggeleng-geleng, heran dengan putranya itu.Usai berdzikir, Fakhrurrazi meraih lengan Haris dan mengajaknya pulang ke istana. Dengan mengendarai kuda mereka menuju ke kediamannya."Tadi mengapa berdoa seperti itu?" tanya Fakhrurrazi di antara suara tapak kuda kepada sang putra kesayangan."Ha?" Haris mendongak berusaha melihat ke arah ayah yang berada di belakangnya."Mengapa minta putri bermata biru unt
Bab 43 : Tanda Tanya"Kurang ajar!" geram Fakhrurrazi dengan cengkeraman tangan yang semakin keras di jubah pria di hadapannya."Tu–Tuan Fakhrurrazi! Sabar ... sabar, Tuan .... " Umar spontan menghalangi Fakhrurrazi yang hendak melayangkan pukulan kepada Andrew.Mata Haris terbelalak. Ia sangat terkejut dengan apa yang dilakukan sang ayah. Sontak ia meraih lengan sang nenek, merasa ketakutan.Zara berusaha menenangkan sang cucu dengan membelai pundak kecilnya.Jena yang tadi ingin menyampaikan pesan Roseline kepada Andrew kaget dengan insiden tersebut. Belum sempat ia menyampaikan bahwa sang putri memesan buah, Jena pun membalikkan badan dan langsung berlari kencang melapor kepada Roseline."Kalian tamu di negeri ini! Tapi apa kalian tidak tahu etika!" seru Fakhrurrazi. Kali ini tangannya sudah melepaskan jubah Andrew denga
Bab 44 : Dia yang KembaliSetelah Fakhrurrazi pergi dari tempat itu, Umar langsung memerintahkan Andrew untuk segera berangkat. Tadinya pembantu Roseline tersebut ingin mendatangi Zara dan meminta maaf, tetapi tidak sempat. Ia harus segera mengurus pekerjaannya.Umar pamit dengan terburu-buru. Karena mereka sudah terlambat.Haris menatap Roseline dan bertanya, "Tuan Andrew mau ke mana?" Ia tampak keheranan karena pria itu pergi begitu saja."Tuan Andrew harus bekerja dulu, Sayang ...." Sang putri membelai rambut halus Haris."Bukankah kita mau membuat layangan dan pedang bersama Tuan Andrew?" tanya Haris lagi mendongak melihat sang putri."Iya, dia akan kembali segera. Setelah itu baru kita minta bikinkan layangan dan pedang." Roseline tersenyum di balik cadarnya."Sudah. Kita temui dulu Nenek Benazir."
Bab 45 : Penantian yang Tak Sia-SiaPria itu melangkah perlahan, semakin mendekat. Tampak kristal-kristal memenuhi permukaan matanya. Ada bulir bening yang siap memecah dari bendungan pelupuk manik safirnya.Zara bangkit dari duduk, begitu juga Benazir yang ikut tertegun. Wanita yang tidak memudar kecantikannya walau usia sudah kepala empat tersebut mengerjapkan mata basahnya. Alisnya bertaut berusaha menajamkan penglihatan yang buram."Ya ... ini aku, Rasyad," ucap pria di hadapannya. Air mata penuh kerinduan telah jatuh berderaian dari pelupuk netra safir itu kini. Suara berat tersebut terdengar serak."Yaa, Allaah ...!" pekik tertahan Zara setelah mendengar pengakuan itu. Seketika tubuhnya luruh, berlutut. Ia menutup wajahnya yang kembali bersimbah air mata. Bahunya berguncang-guncang, menangis sejadi-jadinya.Andrew yang kini mengaku bernama Rasyad lan
Bab 46 : Bermain Bersama Tuan AndrewRasyad berusaha bersikap normal. Begitu juga dengan Zara dan Benazir."Yang Mulia," sahut Rasyad membalas teguran sang putri."Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Roseline heran seraya melangkahkan kakinya mendekat menyusul Haris yang sudah di pangkuan sang nenek."Aku mau minta maaf kepada Nyonya Zara soal insiden tadi, Tuan Putri," jawab Rasyad dengan suara tenang. Dia mampu menguasai diri walaupun jantungnya berdegub lebih kencang, khawatir sang putri curiga."Iya, Tuan Andrew meminta maaf kepadaku, Tuan Putri. In syaa Allah aku sudah memaafkannya." Zara menimpali sembari membelai rambut halus sang cucu yang ada di pangkuannya."Oh, begitu. Baguslah kalau Nyonya Zara sudah memaafkanmu, Andrew," sahut sang putri, "pekerjaanmu sudah selesai?" tanya Roseline lagi."