Seharian ini Anggia terus menempel pada Reyhan. Sementara Reyhan cuma bisa pasrah tapi bukan karena dia suka, hanya saja dia tidak mau menyinggung perasaan wanita yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri itu.
Reyhan duduk di salah satu bangku panjang di kedai mini. Dimana sisi ujung dari bangku itu tengah diduduki oleh seseorang. Ya, Katrina namanya. Wanita yang cukup menyita sedikit perhatian Reyhan sejak pertama kali mereka bertemu di ruangan Hardin.
"Kamu mau makan apa?" tanya Reyhan pada Anggia.
"Aku mau makan bakso sama es jeruk. Di Jerman nggak ada bakso soalnya."
Reyhan berjalan untuk memesan makanan. Sementara tatapan Anggia tertuju pada wanita bercadar di ujung sana. Bukankah dia wanita yang ada di ruangan Kak Rey tadi? Tebak Anggia. Matanya terus menyelidik ke arah Katrina. Sampai Reyhan akhirnya kembali.
"Kak, itu wanita yang pakai cadar itu siapa?" tanya Anggia penasaran. Kalimatnya setengah berbisik.
"Itu karyawan bar
Jangan lupa jejaknya...
Reyhan merasakan ada seseuatu yang berhembus di wajahnya. Membuatnya memicingkan sebelah matanya yang sudah rapat terlelap sejak tadi. Dan Reyhan langsung terlonjak kaget ketika dilihatnya wajah Anggia yang begitu dekat. Seperti seseorang yang hendak menciumnya. "Kamu ngapain?" pekik Reyhan. Reflek menjauhkan wajahnya dari Anggia. Anggia tersenyum malu. "Emang sengaja mau buat Kak Reyhan bangun," lanjutnya jujur meski dalam hati dia kesal karena rencananya gagal. "Aku nggak bisa tidur, Kak. Temen-temen lamaku di Jakarta ngajakin aku kumpul tapi aku takut kalau keluar sendirian jam segini. Inikan hari pertamaku di Jakarta, aku takut kalau nyetir sendirian," lanjut Anggia memberi penjelasan. Mata Reyhan yang masih kabur langsung menengok arah jam dinding. Pukul 22.20 WIB. Ternyata dia tertidur cukup lama tadi. Pikirnya. "Kakak maukan anterin aku? Nggak l
Dear diary... Benar kata orang, masa putih abu-abu itu adalah masa yang tak terlupakan.Masa dimana tumbuhnya perasaan yang membuatmu lebih memahami dirimu sendiri.Awalnya aku hanya mengenal tiga rasa dalam hatiku, suka, kagum dan sayang.Hingga hadirmu menggenapkan seluruh rasa itu, menjadi satu. Yaitu Cinta... Itulah kamu. Duhai cinta pertamaku. Hadirmu menepis kesunyian.Hadirmu mengikis kesepian. Semesta telah mengirimu untukku.Memberikan kedudukan berharga di dalam hatiku.Bertahta di atas singgasana.Bersemayam dalam dekapan.Memberikan sejuta keindahan. Hadirmu nyata.Meski penuh tanda tanya. Berkatmu aku belajar menghargai kehidupan.Berkatmu aku
Hari-hari berjalan seperti biasa. Semua kegiatan yang aku lakukan sama seperti sebelumnya. Tapi ada satu hal yang berbeda. Yakni kedekatanku dengan Reyhan yang semakin hari semakin terasa lebih akrab satu sama lain. Tepatnya sejak kami saling bertukar nomor ponsel. Reyhan menepati janjinya untuk tidak menghubungiku duluan jika aku tidak menghubunginya lebih dulu. Semuanya berjalan lancar dan sempurna. Sesuai dengan harapan. Meski aku harus mensave nomor Reyhan dengan nama lain, yaitu Rheina. Setiap dua hari sekali, Bunda selalu mengecek ponselku secara rutin sehabis kami selesai makan malam. Dan jika Bunda menemui ada nomor baru yang aku simpan di kontakku, dia pasti langsung menginterogasi aku detik itu juga. Siapa pemilik nomor baru itu? Ada hubungan apa antara aku dengan si pemilik nomor baru itu? Dan jika Bunda tahu kalau itu adalah nomor seorang laki-laki, Bunda pasti akan langsung menceramahi diriku dan menghapus
Berawal dari perkenalan di sebuah game online yang aku mainkan. Sampai saling berkirim dan bertukar foto. Hingga akhirnya kami memutuskan untuk bertemu. Entah hal nekat apa yang mendorongku untuk menyanggupi ajakan Reyhan tempo hari padahal sampai detik ini dia tidak kunjung mengirimiku gambar foto dirinya yang utuh. Sampai aku yang memang sudah kelewat penasaran mencetak ke lima foto yang Reyhan kirimkan padaku untuk kemudia benar-benar aku susun, meski hasilnya tetap saja aneh. Nggak nyambung! Huft! Tapi satu hal yang berhasil aku tangkap setelah aku kembali memperhatikan detail foto-foto itu lebih jauh. Di situ jelas-jelas terlihat bahwa kulit Reyhan tidak hitam, melainkan putih. Hidungnya mancung dan lancip di ujung. Bentuk matanya sedang tidak besar dan juga tida
Aku masih di sana. Berdiri terpaku dengan perasaan yang sulit diartikan. Jujur, aku shock. Shock berat. Lantas, jika benar laki-laki si pemilik mata juling itu adalah Reyhan, haruskan kini aku mendekatinya? Aku bingung dan mulai menggigit bibirku. Satu kebiasaan yang sering aku lakukan jika aku cemas. Aku justru berharap pandanganku kali ini sepertinya bermasalah. Atau jangan-jangan mataku kini sudah mulai minus? Sebab, setahuku, apa yang aku lihat di foto memang tidak sepenuhnya memperlihatkan dengan jelas foto wajah keseluruhan milik Reyhan, tapi setidaknya aku bisa memastikan dari foto-foto itu bahwa Reyhan aslinya tidak semengerikan seperti yang sekarang ada dihadapanku. Dan satu hal lagi yang perlu kalian tahu, cowok
Semburat senja di kejauhan mulai terlihat mewarnai langit Jakarta dengan sinarnya yang berwarna jingga. Itu artinya waktu kebersamaanku dengan Reyhan sebentar lagi akan berakhir, karena Anggia sudah mengatakan bahwa dirinya pulang dari rumah kawannya sekitar pukul lima sore dan ini sudah pukul empat sore. Aku harus kembali pulang bersama Anggia supaya Bunda tidak curiga. Hari ini aku puas berkeliling daerah Blok M bersama Reyhan. Kami masuk ke Blok M Plaza dan melihat-lihat isinya. Bermain bersama di salah satu wahana permainan di dalam mall itu. meski hanya membeli beberapa koin karena aku tahu, Reyhan tidak memiliki cukup uang untuk membelikanku koin lebih banyak. "Maaf ya, kalau di mall tadi nggak beli apa-apa, cuma li
Sepertinya akhir-akhir ini waktu berputar lebih cepat. Mungkin lebih tepatnya setelah aku mengenal Kak Reyhan dari sebuah game online yang sering aku mainkan. Padahal sebelumnya waktu empat sampai lima jam yang aku lalui sedari pulang sekolah sampai Bunda pulang bekerja sore harinya benar-benar terasa sangat panjang dan membosankan. Tak ada aktifitas berarti yang bisa aku lakukan kecuali berdiam diri di kamar sambil menonton film romantis ala-ala korea favoritku, menyelesaikan tugas sekolah, bermalas-malasan di atas ranjang empuk sambil memainkan game online atau merecoki asisten rumah tanggaku di dapur. Tapi terkadang jika rasa bosan sudah hampir membunuhku, aku memilih untuk keluar dari istana penjara milik Bunda yang terlihat begitu megah dan kokoh. Meski hanya sekedar mampir ke tempat Anggia. Ya begitulah kese
"Oh... Emangnya Kakak punya mantan berapa? Pasti banyak?" suara Anggia kembali terdengar menusuk di telingaku. Anggia yang sejak tadi terus-menerus mengintrogasi Kak Reyhan dengan pertanyaan-pertanyaan yang sama sekali tidak penting. Dan hal itu membuat aku benar-benar kesal karena kehilangan kesempatan untuk mengobrol dengan Kak Reyhan. Huft! Harusnyakan aku yang sekarang mengobrol dengan Kak Reyhan, bukannya malah jadi kambing congek yang terpaksa mendengarkan pembicaraan mereka! Gerutuku kesal dalam hati. "Nggak, kok. Mantan aku sedikit. Kayaknya sih nggak sampe sepuluh orang." jawab Kak Reyhan, yang aku tahu dia lagi ngibulin Anggia. Soalnya Kak Reyhan pernah bilang padaku kalau dia itu belum pernah pacaran. Eits, tapi tunggu dulu, jadi sebenernya yang lagi dikibu