Katrina benar-benar tidak habis pikir. Sebenarnya apa yang ada dipikiran Hardin, mengapa dia tiba-tiba menyetujui perjodohan ini?
Padahal jelas-jelas dia tahu, Katrina tidak mencintainya.
"Assalamualaikum, ini aku Katrina. Aku mau bicara," Katrina membenarkan posisi handphonenya supaya lebih nyaman. Sebab hatinya benar-benar tidak tenang sekarang. Katrina merasa belum siap menerima perjodohan ini, tapi jika Hardin sudah mengiyakan itu artinya pihak keluarga mereka tinggal menumpukan harapannya hanya pada Katrina seorang. Ini berat. Katrina takut tidak akan sanggup memikulnya sendirian. Terlebih dia juga tidak mau mengecewakan keluarganya.
"Waalaikum salam. Ada apa? Kan bisa diomongin di Kantor?" sahut sebuah suara diseberang. Suara Hardin."Aku bukan mau membicarakan masalah kantor. Ini tentang kita. Hmm, maksud aku tentang rencana perjodohan kita,"
Belum selesai Hardin terkejut begitu mendapati han
Semoga suka... Jangan lupa ulasannya ya...
Bandung. Podomoro Park. Ini adalah hari spesial untuk Anggia yang sengaja sudah dipersiapkan oleh Omah dan Opah sejak jauh-jauh hari. Hari pertunangan Anggia dan Reyhan. Omah dan Opah sengaja merahasiakan hal ini dari semua orang, termasuk Hardin dan juga keluarga besar Ustadz Maulana. Mereka yang kini sudah berkumpul di kediaman keluarga Surawijaya. Menunggu kedatangan sang cucu tercinta. Kak Zaenab langsung menarik Katrina begitu melihat Katrina dan keluarga Om Rudy sampai disana. "Ada apa Teh?" teriak Katrina bingung. Kak Zaenab mengajak Katrina menjauh dari teras. "Teteh mau tanya sama kamu, itu laki-laki yang mau menikah sama Gia, yang namanya Reyhan, itu bukan Reyhan yang kamu ceritakan sama Tetehkan Trina?" wajah Kak Zaenab terlihat panik. Katrina ikutan bingung. Bingung ha
Reyhan masih duduk di kursi di pinggir kolam renang. Tak sama sekali berniat untuk beranjak dari tempat itu. Saat ini dia benar-benar butuh waktu untuk berpikir. Reyhan bukan tipe laki-laki yang gegabah apalagi ceroboh. Dia cenderung lebih banyak menggunakan akal sehatnya ketimbang harus bertindak tanpa ada alasan yang kuat. Apalagi jika harus menuduh tanpa bukti. Hingga akhirnya dia hanya menimang-nimang apa yang sebenarnya terjadi. Lagipula, nama Ustadz Maulana itukan tidak mungkin hanya satu orang saja di Bandung. Dan dia berharap Ustadz Maulana yang dimaksud oleh Pak Gunawan bukanlah Ustadz Maulana yang menjadi kerabat keluarga Hardin. Karena jika benar begitu, Reyhan tidak akan sanggup menerima kenyataan. Ini tidak boleh terjadi. "Oh, ternyata disini orangnya. Gia cariin kemana-mana juga," teriak Anggia kesal. Dia kelelahan sehabis berjalan mencari Reyhan di sekitar pekarangan rumahnya yang luas. "Kakak ngapain dis
"Woy, malah molor disini? Bangun lo, itu keluarga Ustadz Maulana pada mau pamit pulang." teriak Hardin pada Reyhan yang terlihat asyik tertidur di kamar tamu. Walau sebenarnya Reyhan tidak benar-benar tidur. Dia hanya sekedar memejamkan mata saja. "Lo sakit?" tanya Hardin lagi. Ketika dilihatnya tampang Reyhan yang tidak biasa. Reyhan bangun dari tidurnya dan duduk dipinggir tempat tidur. Tatapannya menatap lurus ke arah lantai. "Gue udah tahu tempat tinggal Katrina dan siapa keluarga Katrina di Bandung," ucap Reyhan pelan. Hardin kaget. Tampangnya langsung panik. Tapi dia tetap berusaha untuk tenang. "Ya... Bagus dong? Kenapa nggak lo samperin aja?" "Ini alamatnya. Gue cuma mau tanya dan memastikan aja, apa alamat ini sama dengan alamat ustadz Maulana, kerabat keluarga lo itu?" Hardin mengambil Handphone Reyhan. Di sana tertulis sebuah Alamat. Jl.
Hardin masuk ke dalam ruangannya bersama Katrina dan Kisya. Mereka terlihat bercakap santai. Bahkan sesekali Hardin tertawa. Hardin melirik ke arah jendela kaca di ujung ruangan. Reyhan terlihat sedang berdiri menatap ke arah luar jendela. Membelakangi Hardin. "Baiklah, kalian boleh istirahat sekarang. Oh ya, Trina, mengenai permohonan resignmu, nanti aku pertimbangkan lagi," "Baik, Pak." jawab Katrina. Matanya sempat melirik ke arah jendela. Meski hanya sekilas. Hardin berjalan menghampiri Reyhan dengan senyuman yang terus mengembang. "Sorry ya, jadi lama nunggu. Kerjasama perusahaan kita dengan perusahaan Mr. Kennedy berjalan lancar. Prospeknya pasti bakal bagus banget buat perkembangan perusahaan kita kedepannya. Kita rayain yuk nanti malem? Ayolah..." Reyhan tersenyum, tipis. "Keliatannya lo bahagia banget ya? Hidup lo sekarang udah lengkap. Hebat." puji Reyhan. Hardin menepuk bahu Reyhan. "Semua ini berkat lo juga, Han."
Semua terasa seperti mimpi bagi Reyhan. Awalnya Reyhan memilih untuk tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Hingga kemudian Katrina mengulangi kalimatnya untuk yang ke dua kali. Memperjelas sekaligus menikam hatinya lebih dalam lagi. Dan akhirnya, mata bening itu kembali berkaca-kaca. Hati itu kembali patah untuk yang kesekian kalinya. "Selamat ya, kalau begitu." ucap Reyhan lirih. Dia tersenyum getir. Susah payah Reyhan mengerjapkan matanya sambil menengadahkan wajahnya ke atas. Sekuat tenaga menahan sesak di dadanya. Jiwa kelelakiannya menolak untuk meneteskan air mata di hadapan banyak orang. Hingga setelahnya air mata itupun hilang. Bersamaan dengan harapan yang telah dia jaga selama ini. Dulu rasanya seperti air h
Waktu sudah menunjukkan pukul 00.30 WIB dini hari saat Marsedez Bens milik Hardin terparkir di pinggir terminal di kawasan Blok M. Hardin merapatkan sweater hitamnya dan mengenakan kupluknya untuk menutupi kepalanya dari rintik-rintik gerimis yang turun satu-satu. Angin berhembus dingin menerpa tubuh laki laki itu. Kepalanya yang diperban terlihat basah terkena cipratan air yang mulai menetes dan membasahi kupluknya. Hardin berjalan susah payah menerjang gerimis malam itu. Tubuhnya benar-benar tidak bisa di ajak berkompromi. Ditambah dengan kondisi cuaca yang dibilang cukup buruk. Membuat Hardin sempat kelimpungan. Hardin sudah mencari Reyhan ke daerah Pondok Indah tempat yang pernah dia datangi bersama Reyhan beberapa waktu lalu. Dan dia mendapat info dari salah satu rekan Reyhan disana yang bernama Nindra bahwa
Hardin berjalan cepat mengikuti langkah kaki Reyhan yang keluar dari taman itu, ketika segerombol anak-anak punk memasuki area tersebut dari arah yang berlawanan. Dari penglihatannya Hardin bisa menebak ada sekitar delapan sampai sepuluh orang dan mereka terlihat mabuk, karena beberapa dari mereka ada yang memegang botol minuman. "Mobil lo parkir dimana?" tanya Reyhan begitu mereka sudah keluar dari taman. "Di pinggir jalan, trotoar terminal," Reyhan berjalan ke arah yang ditunjuk Hardin dan mendapati Marcedez Bens itu terparkir di sana. "Kunci mobil?" Reyhan meminta kunci mobil Hardin. Hardin dengan cepat merogoh saku sweaternya dan melempar kunci itu ke arah Reyhan yang lan
"Kalau begitu aku balik aja deh ke kontrakan. Inikan acara keluarga, nggak perlu juga kayaknya aku ikut," jelas Reyhan. Dia tidak mau terlibat dalam situasi apapun yang didalamnya menyangkut masalah Katrina. Nyeri di hatinya seolah kembali menganga. Reyhan belum siap. Dia masih membutuhkan waktu untuk memulihkan sakit dihatinya yang masih sangat basah. Meski kenyataannya sekuat apapun Reyhan mengelak, toh dia dan Katrina pada akhirnya akan menjadi satu keluarga. Dan hal ini tidak bisa dia pungkiri. "Kan sudah Opah bilang, kamu ini sudah kami anggap keluarga terhitung kamu bertunangan dengan Anggia," suara Opah terdengar dari arah belakang tempat Reyhan berdiri. Membuat Reyhan terkejut. "Tuh dengerin Kak. Ayo, mau cari alesan apalagi?" timpa