~~~***~~~
Zaki bingung saat ia sampai diresto namun ia tak mendapati Ega dimana pun. Baik itu di kamar pribadinya, kamar mandi bahkan menurut Doni yang menjadi tangan kanannya, Ega tak pernah datang ke resto sejak seminggu yang lalu.
Gusar, ia mencoba kembali menelpon Ega, tapi ponselnya dalam keadaan tidak aktif. Apa-apaan ini? Bukankah Ega tadi yang mengiriminya pesan untuk segera datang ke resto karena ada urusan penting tapi sekarang ia bahkan tidak mendapatinya berada dimanapun. Apa Ega sedang mempermainkannya?
Sebuah kesadaran menghantamnya. Ayu! Ega pasti berbuat sesuatu kepada Ayu. Bodoh sekali dia baru menyadari itu sekarang. Semoga saja dia belum terlambat.
Zaki baru saja mengangkat badannya dari kursi untuk pergi ketika pintu terbuka dan menampilkan sosok Irfan dengan raut wajah bengisnya. Ekspresi Zaki berubah.
"Dimana kau sembunyikan Ayu?" Tuduh Irfan langsung tanpa basa basi setibanya ia didepan Zaki.
Zaki m
~~~***~~~Ayu memejamkan matanya setelah perawat selesai mengobati tangannya yang terluka dan memperbaiki jarum infusnya yang terlepas. Ayu tersenyum miris memandangi bekas kemarahan Ega ditangannya. Luka itu berbentuk sayatan kecil yang tidak akan hilang sampai beberapa hari ke depan.Airmata Ayu kembali menetes satu persatu. Ia tidak pernah menggoda pria-pria itu, mereka sendiri yang gencar mendekatinya, merayunya dan memintanya jadi pacar mereka. Mana ia tahu Zaki masih bertunangan? kenapa dia yang disalahkan? Kenapa harus dia yang menanggung kesakitan ini? Kenapa? Hiikkss ...Apa dia mesti lari kesana sini untuk menghindari mereka? Atau berpindah tempat? Tapi lelaki seperti mereka pasti akan selalu ditemukannya di kota manapun. Baik Irfan atau Zaki, dua pria dengan perbedaan karakter dan berasal dari dua kota yang berbeda pula, tapi keduanya begitu keras menginginkannya menjadi pasangan mereka, tak peduli mereka sudah mempunyai pasangan masing-masing.
~~~***~~~Siang itu Ayu akhirnya diperbolehkan pulang juga. Ia menghampiri bagian administrasi untuk mengurus pembayaran,padahal dia gak bawa uang sih.Seperti dugaannya, Zaki sudah melunasi semua administrasinya yang fantastis itu. Ayu berjanji dalam hati akan mengganti uang administrasi tersebut.Sambil membawa tentengan sisa buah dan obat, Ayu berjalan ke jalan raya mencari taxi. Masalah lain menghampiri, saat ia ingat tidak membawa uang seperak pun. Lantas bagaimana caranya pulang jika uang saja tak ada. Dompet pun entah dimana, kunci kossan menurut Zaki, ia titip di tetangga kossnya. Ya sudah dia nekad saja, naik taxi dulu, bayar kalau sudah di kos. Semoga uangnya masih ada di kosan, tak ada yang mencurinya.Saat ia sedang celingukan mencari taxi, sebuah mobil honda jazz berhenti tepat di depannya. Ayu kira ia tak kenal siapa pemiliknya karena memakai jas dan kacamata, ia pun menggeser tubuhnya menjauhi belakang mobil itu dan memalingkan
~~~***~~~Irfan membanting jasnya ke sofa coklatnya. Nafasnya menderu marah. Tak lama dibantingnya semua yang ada di atas meja ke lantai. Botol minum, gelas, asbak rokok dan makanan lainnya berjatuhan di lantai dengan mengenaskan. Ruangan apartemen yang semula rapi, kini berantakan."Sebenarnya apa maumu? Aku bahkan sudah menodaimu tapi kamu tetap saja lari dariku. Selalu dengan alasan yang sama, Desi lagi! Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran perempuan. Sudah jelas dia dipermainkan si Desi itu tapi tetap saja dia percaya. Kenapa kamu lemah sekali? Arrgghh..."Irfan kembali menendang sofa didepannya sampai terjungkal membentur dinding di belakangnya."Sebenarnya apa kekuranganku? Aku tampan dan hartaku bisa membuat anak cucu kita hidup berkecukupan. Tapi kenapa kamu masih saja memilih pergi daripada menerima pertanggungjawabanku. Dasar perempuan tidak tahu diri! Aku bisa saja mendapatkan seribu perempuan yang jauh lebih baik darimu, tapi aku tetap memi
~~~***~~~Malam semakin larut tapi tak jua membuat mata Ayu yang sudah bengkak karena terlalu banyak menangis itu terpejam. Kejadian demi kejadian yang dialaminya selama ini terus berkejaran bak rol filem dibenaknya membuatnya semakin kesulitan tidur. Ayu menyerah!Tak peduli sudah larut malam, akhirnya Ayu putuskan untuk pergi ke apotek. Ia mesti membeli obat tidur. Baru ia membuka pintu kosnya. Saat itulah Wina datang. Sepertinya ia baru pulang kerja shift malam.
~~~***~~~Ega bergegas menaiki tangga menuju ruangan Zaki dengan langkah riang. Hatinya berbunga-bunga. Pemecatan Ayu memberinya angin segar bahwa Zaki lebih memilihnya. Ia senang sekali karena akhirnya Zaki menyadari dimana seharusnya ia berada. Ia yakin langkahnya untuk menuju pelaminan bersama Zaki akan terwujud sebentar lagi.Udara dingin menyapanya saat ia masuk ke ruangan Zaki. Zaki sendiri sedang sibuk membuka beberapa file dokumen di atas mejanya."Sayang, aku seneng banget akhirnya kamu memecat perempuan itu. Sekarang takkan ada lagi yang mengganggu hubungan kita. Kita bisa segera menikah." kata Ega sambil mendekati Zaki dan duduk di pegangan kursinya.Zaki menggeliat seakan ingin melepaskan diri dari pelukan Ega membuat Ega cemberut. Dalam hati ia bertanya-tanya, mengapa Zaki dingin padanya? Harusnya mereka merayakan kemenangan ini dengan wajah gembira, bukan dingin seperti ini, kan?"Duduk lah di sofa. Ada yang ingin ku tunjukkan padamu.
Terima kasih banyak sudah membaca sejauh ini. Happy reading!! ~~~***~~~ Sore itu, mentari sudah kembali ke peraduannya. Di sebuah apartemen yang mewah. Seorang lelaki berwajah keras, dengan bulu lebat yang mulai tumbuh di bawah dagunya, menengguk botol minumannya entah untuk yang ke berapanya. Ia membanting botol itu ke lantai saat dirasanya botol itu tak jua mengeluarkan air setetes pun. Ia terlihat marah. Tak lama ia berteriak. Suaranya sendu menyiratkan keputusasaan yang dalam. "Neng... Aa kurang apalagi dalam mencintai Neng. Semua Aa berikan buat Neng. Bahkan nyawa pun rela Aa berikan asal Neng selalu bersama Aa. Tapi mengapa kau terus-terusan menolakku?" Laki-laki itu tak mengerti. Di saat perempuan lain menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya, Ayu sebaliknya. Ia selalu mencari cari untuk menolaknya. Padahal apa yang kurang darinya? Tampan, iya. Kaya tujuh turunan juga iya. Irfan menendang sofa di depannya sekuat tenaga. Oto
~~~***~~~ Awan tertutup kabut tebal. Hembusan udaranya yang dingin terasa sejuk menerpa kulit. Seorang perempuan berambut sebahu yang baru saja selesai meletakkan lamaran di resto terdekat, turun dari kendaraan roda duanya untukmengangkat telpon. “Neng, kamu mesti hati-hati." Teriak emak. "Ada apa, Emak?" "Katanya Irfan ada di Jakarta. Bisa saja kan dia nemuin kamu trus macem-macem sama kamu. Pokoknya jauhin dia kalau ketemu.Jangan merespon kalau dia mengajak kamu jalan bareng, nonton atau apapun. Emak gak mau anak emak jadi pelakor. Emak gak bakal nganggap kamu jadi anak lagi kalau kamu sampai jadi orang ketiga dihubungan mereka. Ngerti?” Ayu mengiyakan dengan suara tertahan. Setelah beberapa menit, akhirnya obrolan mereka berakhir. Ayu menutup telponnya putus asa. Seandainya mereka tahu kalau Ayu melakukan lebih dari yang Emaknya pikirkan? Entah semarah apa kedua orangtuanya? Mungkin mereka tidak hanya membuangnya, tapi juga membunuh
~~~***~~~ Braakk.... Zaki meringis saat Ayu menabrak kaca pembatas. Sepertinya gadis cantik itu tidak melihat dinding kaca tebal di depannya sehingga ia menabrak dinding tersebut. Memang sih, pintu dan dinding itu sama-sama terbuat dari kaca tebal dan kalau tidak jeli memperhatikan, tidak akan terlihat. Ayu mengusap keningnya dengan wajah memerah karena malu, membuat laki-laki tampan yang sedang meminum kopi itu terkekeh geli. "Kamu gak apa-apa kan, Neng?" Tanya Zaki menggoda. Ia menghadap Ayu yang terlihat lebih segar dan cantik daripada kemarin. Dengan latar panorama senja di belakang tubuh Ayu, membuat sosok Ayu terlihat lebih mempesona. Meski di balik wajah cerianya, ia seperti bidadari yang terluka. Sorot matanya yang kosong seakan menyimpan beribu misteri di dalamnya. "Ga papa .. Ayu gak papa kok." Ayu tersenyum santai seolah ia memang tidak apa-apa. Zaki tertawa pelan, pandangan matanya mengikuti Ayu yang berjalan mengha