Share

Bab 2 Hari Pernikahan

Akbar Firdaus adalah seorang bos besar yang mempunyai rumah sakit. Rumah sakit di mana Puteri bekerja, rumah sakit swasta saraf terbesar di jakarta. Akbar Firdaus juga seorang dokter senior saraf dan juga seorang dosen jurusan kedokteran di universitas negeri jakarta. Seorang pria dewasa yang semakin gagah dan semakin ganteng diusia yang ke empat puluh tujuh tahun. Mempunyai calon pewaris tunggal akan harta dan perusahaannya, namun telah lari dihari pernikahannya.

"Mas, akan keluar setelah ini. Kamu boleh istirahat, tukarlah pakaianmu, tidak usah dilayani ucapan Nova kalau dia masuk ke kamar ini. Mas harap kamu paham dengannya, atau sebaiknya kunci saja kamarnya dari dalam supaya tidak ada yang mengganggumu." ucapnya sebelum dia keluar.

"Ayahku boleh masuk kesini ?" tanya Puteri.

"Ayahmu adalah sahabat surgaku, dia berhak atasmu," ujar Akbar sambil melangkah keluar.

Segera puteri mengunci pintu kamar, setelah suaminya keluar dari dalam kamar.

Pesta pernikahan tetap berjalan dengan hidmat, walaupun sang pengantin perempuan tidak kelihatan batang hidungnya.

Pak Akbar yang telah selesai makan berdua dengan sang istri, telah keluar dari kamar untuk menjamu dan menyalami tamu undangan yang kebanyakan adalah teman koleganya.

Suara ketukan pintu terdengar dari luar. Puteri segera membuka pintu, karena dia tahu kalau yang datang adalah ayahnya.

"Ayah," Puteri langsung memeluk sang ayah dan membawanya masuk ke dalam kamar.

"Ayah," Puteri terisak panjang dipelukan sang ayah. "Rencana Allah jauh lebih indah sayang," pak Yusuf, menasehati anaknya.

"Dari awal, Puteri sudah bilang sama ayah kalau Puteri gak mau bertunangan dengannya, tapi sekarang malah sama ayahnya." sang anak masih menangis tersedu sedih.

"Puteri mau cerai, ayah !"

"Hussss, gak baik ngomong gitu sayang." ucap ucap pak Yusuf.

"Dia sudah tua ayah,"

Pak Yusuf tersenyum, mendengar keluhan anaknya itu.

"Umurnya lebih muda tiga tahun dari ayah, sayang !Umurnya masih empat puluh tujuh tahun, dia pria matang, ganteng dan gagah. Banyak perempuan yang lebih muda darimu menginginkannya sampai sekarang." ungkap pak Yusuf kepada Puteri semata wayangnya itu.

"Jadi ayah suka Puteri nikah sama orang tua ?" Tanya puteri jengkel.

"Setuju gak setuju, suka gak suka, semua telah terjadi. malah ayah lebih percaya dengan Akbar, ketimbang anaknya.

"Ingat dia lelaki Soleh, menghormati cinta, dewasa, dan mapan. Kamu akan dimanjakan ya." rayunya pada sang puteri.

"Tapi Puteri dimadu ayah ?" sambil menggeleng pelan.

"Dia pasti memberikan yang terbaik, dan itu adalah ujian untukmu. Setelah ini mungkin ayah, paman dan bibimu akan langsung pulang ke Surabaya, Jadilah istri yang terbaik." ucap ayah Puteri sebelum meninggalkan kamar pengantin.

Sementara itu, pak Akbar masih melayani para tamu dan juga sahabatnya yang datang kepesta pernikahan anaknya yang bertukar dengan pesta pernikahannya.

Banyak, dari sahabatnya yang tidak percaya kalau Akbar akan menduakan istri tercintanya. Takdir tidak ada yang tahu. Kita manusia hanya merencanakan, dan Allah yang akan memutuskannya. Jawab Akbar kepada beberapa temannya, untuk menjelaskan masalah rumit yang tengah dia hadapi.

"Akbar," panggil pak Yusuf, sambil menyalami tangan temannya, yang kini telah menjadi menantunya.

"Aku bersama rombongan pulang dulu, jika puteriku terlalu tertekan dengan situasi ini, tolong kembalikan dia padaku, jangan kau paksa untuk bertahan." ucap Yusuf kepada temannya itu.

"Baik pak mertua, heheheh." sambil tertawa, Akbar memeluk sahabatnya yang kini telah menjadi bapak mertuanya.

"Bukan Puteri yang akan bertahan untukku, tapi aku yang akan bertahan disampingnya. Maafkan, putraku Yusuf."

"Menantu kurang ajar kamu Akbar, memanggil nama pada mertuamu ini !"

Kedua sahabat soleh itu berpelukan lagi, sebelum akhirnya pak Yusuf dan rombongan kembali ke Surabaya.

"Ayah akan kembali ke Surabaya sekarang?" tanya Akbar, tersenyum ngejek.

"Iya sayang." ujar Yusuf, membalas ejekan sang menantu. Keduanya saling berjabat tangan dan tertawa renyah.

Di kamar pengantin, tak lama setelah pak Yusuf keluar, Bu Nova kembali masuk.

Puteri yang baru saja selesai mengganti pakaian pengantin, dan membuka hijabnya terkejut dengan kedatangan Bu Nova yang tiba-tiba.

Dia lupa untuk mengunci pintu kamarnya kembali, setelah ayahnya keluar.

"Waw..cantik, bahkan terlalu cantik. Tapi sayang, munafik. Kamu mengincar anakku, tidak dapat anakku ayahnya pun kamu sikaaatt...dasar perempuan si*l." maki Bu Nova dengan suara tinggi.

"Ibu, bukan seperti itu, aku juga gak mau jadi istri pak Akbar." ucap Puteri dengan kondisi rambut yang setengah berserak, Karena keluar dari ikatan rambutnya. Namun semakin membuat Puteri semakin cantik dan imut, anak rambut yang begitu banyak, menutupi sebahagian dahinya.

"Saya akan meminta cerai secepatnya," ucap Puteri lagi.

"Memang sebaiknya seperti itu, jangan sampai kamu minta harta gono gini, awas kamu." ucap Bu Nova dengan mata setengah melotot.

"Tiba- tiba Bu Nova menarik tangan kiri milik Puteri, dan berusaha menarik jari tengahnya.

"Buka, dan kembalikan cincin tunang dari anakku,"

Puteri yang tiba- tiba di tarik, reflex menghindar dan segera mundur.

"Ada apa ?" tanya pak Akbar, yang tiba- tiba sudah ada didalam kamar.

Seketika Bu Nova membeku, dan memasang wajah melas dihadapan suaminya.

"Mas, peringatkan istri mas ini supaya melepaskan perhiasan yang diberikan putera kita." Langsung meninggalkan kamar pengantin.

Puteri yang dituduh seperti perempuan pengeruk harta lelaki, dengan wajah cantik nan lugu, segera mendekati pak Akbar. Melepaskan cincin dan kalung pertunangan.

Akbar terkejut dan jantung berdetak kencang seperti ingin melompat dari dalam dadanya, begitu melihat wajah sang istri yang tanpa hijab. Sebagai lelaki dewasa yang sudah berpengalaman tentang sosok perempuan, Akbar mengacungkan empat jempolnya terhadap kecantikan perempuan yang ada dihadapannya. Sekali lagi, Akbar merutuki kebodohan puteranya.

" Ini perhiasan yang diminta ibu, Mas." Ucap Puteri yang tidak mengetahui dirinya sedang ditatap tajam oleh sang suami.

"Ini juga cincin pernikahan." Akbar langsung terkejut dari lamunan, ketika Puteri mengucapkan kata pernikahan.

Tanpa berkata, Akbar menerima semua perhiasan yang Puteri berikan padanya, dan meraih kedua tangan istrinya.

"Jangan sekali- sekali membuka cincin nikah kita," kembali Akbar memakaikan cincin nikah mereka dijari manis Puteri.

Sangat dekat jarak keduanya, hingga dahi puteri hampir tersentuh oleh bibir Akbar.

"Perhiasan ini kamu simpan saja, jangan ambil hati dengan ucapan yang kamu panggil ibu tadi." bisik Akbar ditelinga Puteri.

Akbar memejamkan matanya, dikala anak rambut ditelinga Puteri melambai mengenai hidung mancungnya.

Menghirup pelan wangi tubuh istri kecilnya itu, ada desiran hebat disekujur tubuhnya saat ini, dan Akbar tahu pasti apa yang akan terjadi apabila dia tidak sanggup untuk menahannya.

Tak jauh beda dengan Akbar, Puteri merasakan hal aneh yang belum pernah ia rasakan selama ini, dag dig dug jantungnya ingin melompat, nafasnya sesak, seperti orang kena sakit asma.

Sadar dengan situasi itu, dengan canggung Akbar membelai lembut anak rambut yang ada didahi Puteri. Berniat untuk merapikan kebelakang, malah gejolak tubuh semakin parah.

"Kenapa reaksi tubuhku seperti anak muda saja" batin Akbar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status