Akbar Firdaus adalah seorang bos besar yang mempunyai rumah sakit. Rumah sakit di mana Puteri bekerja, rumah sakit swasta saraf terbesar di jakarta. Akbar Firdaus juga seorang dokter senior saraf dan juga seorang dosen jurusan kedokteran di universitas negeri jakarta. Seorang pria dewasa yang semakin gagah dan semakin ganteng diusia yang ke empat puluh tujuh tahun. Mempunyai calon pewaris tunggal akan harta dan perusahaannya, namun telah lari dihari pernikahannya.
"Mas, akan keluar setelah ini. Kamu boleh istirahat, tukarlah pakaianmu, tidak usah dilayani ucapan Nova kalau dia masuk ke kamar ini. Mas harap kamu paham dengannya, atau sebaiknya kunci saja kamarnya dari dalam supaya tidak ada yang mengganggumu." ucapnya sebelum dia keluar."Ayahku boleh masuk kesini ?" tanya Puteri."Ayahmu adalah sahabat surgaku, dia berhak atasmu," ujar Akbar sambil melangkah keluar.Segera puteri mengunci pintu kamar, setelah suaminya keluar dari dalam kamar.Pesta pernikahan tetap berjalan dengan hidmat, walaupun sang pengantin perempuan tidak kelihatan batang hidungnya.Pak Akbar yang telah selesai makan berdua dengan sang istri, telah keluar dari kamar untuk menjamu dan menyalami tamu undangan yang kebanyakan adalah teman koleganya.Suara ketukan pintu terdengar dari luar. Puteri segera membuka pintu, karena dia tahu kalau yang datang adalah ayahnya."Ayah," Puteri langsung memeluk sang ayah dan membawanya masuk ke dalam kamar."Ayah," Puteri terisak panjang dipelukan sang ayah. "Rencana Allah jauh lebih indah sayang," pak Yusuf, menasehati anaknya."Dari awal, Puteri sudah bilang sama ayah kalau Puteri gak mau bertunangan dengannya, tapi sekarang malah sama ayahnya." sang anak masih menangis tersedu sedih."Puteri mau cerai, ayah !""Hussss, gak baik ngomong gitu sayang." ucap ucap pak Yusuf."Dia sudah tua ayah,"Pak Yusuf tersenyum, mendengar keluhan anaknya itu."Umurnya lebih muda tiga tahun dari ayah, sayang !Umurnya masih empat puluh tujuh tahun, dia pria matang, ganteng dan gagah. Banyak perempuan yang lebih muda darimu menginginkannya sampai sekarang." ungkap pak Yusuf kepada Puteri semata wayangnya itu."Jadi ayah suka Puteri nikah sama orang tua ?" Tanya puteri jengkel."Setuju gak setuju, suka gak suka, semua telah terjadi. malah ayah lebih percaya dengan Akbar, ketimbang anaknya."Ingat dia lelaki Soleh, menghormati cinta, dewasa, dan mapan. Kamu akan dimanjakan ya." rayunya pada sang puteri."Tapi Puteri dimadu ayah ?" sambil menggeleng pelan."Dia pasti memberikan yang terbaik, dan itu adalah ujian untukmu. Setelah ini mungkin ayah, paman dan bibimu akan langsung pulang ke Surabaya, Jadilah istri yang terbaik." ucap ayah Puteri sebelum meninggalkan kamar pengantin.Sementara itu, pak Akbar masih melayani para tamu dan juga sahabatnya yang datang kepesta pernikahan anaknya yang bertukar dengan pesta pernikahannya.Banyak, dari sahabatnya yang tidak percaya kalau Akbar akan menduakan istri tercintanya. Takdir tidak ada yang tahu. Kita manusia hanya merencanakan, dan Allah yang akan memutuskannya. Jawab Akbar kepada beberapa temannya, untuk menjelaskan masalah rumit yang tengah dia hadapi."Akbar," panggil pak Yusuf, sambil menyalami tangan temannya, yang kini telah menjadi menantunya."Aku bersama rombongan pulang dulu, jika puteriku terlalu tertekan dengan situasi ini, tolong kembalikan dia padaku, jangan kau paksa untuk bertahan." ucap Yusuf kepada temannya itu."Baik pak mertua, heheheh." sambil tertawa, Akbar memeluk sahabatnya yang kini telah menjadi bapak mertuanya."Bukan Puteri yang akan bertahan untukku, tapi aku yang akan bertahan disampingnya. Maafkan, putraku Yusuf.""Menantu kurang ajar kamu Akbar, memanggil nama pada mertuamu ini !"Kedua sahabat soleh itu berpelukan lagi, sebelum akhirnya pak Yusuf dan rombongan kembali ke Surabaya."Ayah akan kembali ke Surabaya sekarang?" tanya Akbar, tersenyum ngejek."Iya sayang." ujar Yusuf, membalas ejekan sang menantu. Keduanya saling berjabat tangan dan tertawa renyah.Di kamar pengantin, tak lama setelah pak Yusuf keluar, Bu Nova kembali masuk.Puteri yang baru saja selesai mengganti pakaian pengantin, dan membuka hijabnya terkejut dengan kedatangan Bu Nova yang tiba-tiba.Dia lupa untuk mengunci pintu kamarnya kembali, setelah ayahnya keluar."Waw..cantik, bahkan terlalu cantik. Tapi sayang, munafik. Kamu mengincar anakku, tidak dapat anakku ayahnya pun kamu sikaaatt...dasar perempuan si*l." maki Bu Nova dengan suara tinggi."Ibu, bukan seperti itu, aku juga gak mau jadi istri pak Akbar." ucap Puteri dengan kondisi rambut yang setengah berserak, Karena keluar dari ikatan rambutnya. Namun semakin membuat Puteri semakin cantik dan imut, anak rambut yang begitu banyak, menutupi sebahagian dahinya."Saya akan meminta cerai secepatnya," ucap Puteri lagi."Memang sebaiknya seperti itu, jangan sampai kamu minta harta gono gini, awas kamu." ucap Bu Nova dengan mata setengah melotot."Tiba- tiba Bu Nova menarik tangan kiri milik Puteri, dan berusaha menarik jari tengahnya."Buka, dan kembalikan cincin tunang dari anakku,"Puteri yang tiba- tiba di tarik, reflex menghindar dan segera mundur."Ada apa ?" tanya pak Akbar, yang tiba- tiba sudah ada didalam kamar.Seketika Bu Nova membeku, dan memasang wajah melas dihadapan suaminya."Mas, peringatkan istri mas ini supaya melepaskan perhiasan yang diberikan putera kita." Langsung meninggalkan kamar pengantin.Puteri yang dituduh seperti perempuan pengeruk harta lelaki, dengan wajah cantik nan lugu, segera mendekati pak Akbar. Melepaskan cincin dan kalung pertunangan.Akbar terkejut dan jantung berdetak kencang seperti ingin melompat dari dalam dadanya, begitu melihat wajah sang istri yang tanpa hijab. Sebagai lelaki dewasa yang sudah berpengalaman tentang sosok perempuan, Akbar mengacungkan empat jempolnya terhadap kecantikan perempuan yang ada dihadapannya. Sekali lagi, Akbar merutuki kebodohan puteranya." Ini perhiasan yang diminta ibu, Mas." Ucap Puteri yang tidak mengetahui dirinya sedang ditatap tajam oleh sang suami."Ini juga cincin pernikahan." Akbar langsung terkejut dari lamunan, ketika Puteri mengucapkan kata pernikahan.Tanpa berkata, Akbar menerima semua perhiasan yang Puteri berikan padanya, dan meraih kedua tangan istrinya."Jangan sekali- sekali membuka cincin nikah kita," kembali Akbar memakaikan cincin nikah mereka dijari manis Puteri.Sangat dekat jarak keduanya, hingga dahi puteri hampir tersentuh oleh bibir Akbar."Perhiasan ini kamu simpan saja, jangan ambil hati dengan ucapan yang kamu panggil ibu tadi." bisik Akbar ditelinga Puteri.Akbar memejamkan matanya, dikala anak rambut ditelinga Puteri melambai mengenai hidung mancungnya.Menghirup pelan wangi tubuh istri kecilnya itu, ada desiran hebat disekujur tubuhnya saat ini, dan Akbar tahu pasti apa yang akan terjadi apabila dia tidak sanggup untuk menahannya.Tak jauh beda dengan Akbar, Puteri merasakan hal aneh yang belum pernah ia rasakan selama ini, dag dig dug jantungnya ingin melompat, nafasnya sesak, seperti orang kena sakit asma.Sadar dengan situasi itu, dengan canggung Akbar membelai lembut anak rambut yang ada didahi Puteri. Berniat untuk merapikan kebelakang, malah gejolak tubuh semakin parah."Kenapa reaksi tubuhku seperti anak muda saja" batin Akbar."Sudah hampir sore, acara akan segera berakhir. Mungkin saya akan terlambat masuk ke kamar ini, kamu istirahatlah dulu." ucap Akbar, setelah dapat menstabilkan gejolak tubuhnya.Perhatiannya tak lepas dari wajah cantik Puteri.Merasa terus diperhatikan, Puteri langsung pergi kekamar mandi, tanpa ucapan apapun."Hhuuuhhhh..ya Allah, jantungku rasanya mau copot. Tolong hamba ya Allah, hamba takut. Dia seperti harimau." guman Puteri dan terdengar lirih.Begitu melihat wajahnya dipantulan cermin dikamar mandi, Puteri baru tersadar kalau dia sudah tidak menggunakan hijab sejak tadi." Mati aku, pak Akbar melihat rambutku yang kucel ini.malunya..? segera Puteri membersihkan tubuhnya yang sudah sangat lengket dan gerah.Hari mulai gelap, tamu- tamu undangan sudah pada berpulangan. Pak Akbar baru saja selesai melaksanakan solat magrib di kamar hotel tempat istri pertamanya."Kenapa mama tidak solat ?" Tanya pak Akbar lembut. Melangkah menghampiri istrinya yang sedang duduk diatas pembaringan
Perlahan pak Akbar masuk kedalam kamar istri barunya, pelan dan sangat perlahan, dia menutup kembali pintu dan langsung menguncinya dari dalam.Pak Akbar mendekati Puteri yang sudah terbang kenirwana dengan pulasnya, memandangnya dengan tajam dan menarik nafas berat."Bukan ini mau hamba ya Allah, memiliki dua istri, hamba lelaki akhir jaman yang tidak akan dapat adil dan amanah untuk mereka." gumannya pelan.Semakin mendekati sang istri dan perlahan duduk disampingnya. Selama ini tidak pernah sekalipun dia melihat sang istri yang dulu calon menantunya itu tidak mengenakan hijab, ternyata dibalik hijab kecantikannya sungguh luar biasa.Perlahan tangannya menyentuh anak rambut Puteri yang selalu melambai lambai didahi dan daun telinganya. Tatapan matanya tak lepas dari wajah, terutama bibir Puteri.Perlahan tapi pasti pak Akbar mencium dahi, hidung dan bibir istrinya. Setelah itu dia melangkah kearah sofa untuk mengerjakan tugas melalui laptop yang tadi dibawa nya.Perjanjian operasi u
Pak Akbar dan Bu nova kembali masuk kedalam kamar hotel istri pertamanya.Setengah agak memaksa pak Akbar kembali menarik tangan istrinya untuk masuk kedalam kamar mereka."Kamu keterlaluan pa," ratap Bu Nova, menangis histeris.Pak Akbar hanya bisa memeluk berusaha untuk menenangkan gejolak hati istrinya, tanpa bicara.Perlahan dia membimbing Bu Nova untuk duduk disofa. Keduanya duduk terdiam, hanya suara nafas berat pak Akbar yang terdengar."Kita cerai saja pa," pinta Bu Nova.Tak ada jawaban, ingin rasanya pak Akbar menjerit menumpahkan kesal dihati. Tapi tak tahu dia kesal dengan siapa."Hari ini, kita pulang kerumah. Mama bersiaplah, Papa ada jadwal operasi nanti jam sembilan."Bu Nova masih terdiam, sesekali terdengar isakan kecil dari mulutnya." Jangan bawa perempuan itu kerumah kita pa," Pinta Bu Nova" Iya ma," Papa tidak mungkin melakukan itu, jangan fikir yang bukan- bukan. Kami tidak melakukan apapun," sambil membelai kepala istrinya, pak Akbar mencoba bicara lembut dan
Hari ini jadwal pak Akbar terlalu padat, pasien yang sudah antri, yang paling diutamakan, operasi bedah syaraf bukannya cukup hanya satu atau dua jam, dan karena masih minimnya dokter ahli bedah dinegara ini, terkadang membuat jadwal operasi pria beribawa ini tidak pernah kosong setiap harinya.Belum lagi dia juga sebagai pemilik rumah sakit "Berkah Ilahi" rumah sakit yang dia dirikan sendiri, rumah sakit yang banyak membantu pasien yang kurang mampu, rumah sakit yang mengedepankan kesehatan pasiennya terlebih dahulu, tanpa memandang biaya.Rumah sakit yang biaya perobatannya bisa dicicil kemudian, setelah pasien sembuh.Untuk itu rumah sakit Berkah Ilahi selalu dipadati oleh pengunjung, terutama dibagian administrasi kredit, administrasi kredit adalah bagian yang menangani pengobatan ktedit, pasien dan anggota keluarga boleh membayar secara mencicil, untuk jangka waktu yang telah disepakati kedua belah pihak, tanpa memberi atau menambah suku bunga.Dan cabang Berkah Ilahi sudah ada t
Kini keduanya telah duduk di restaurant hotel dimana Puteri menginap, khususnya diruangan VIP.Tak ada meja luas atau kursi makan yang indah.Puteri heran, namun dia malas untuk bertanya."Ayo duduklah, kita makan dilesehan saja" ujar suaminya.Sejenak Puteri berfikir, dan beberapa saat baru dia mengerti keinginan suaminya. Walau ditempat mewah sekalipun, suaminya ingin makan duduk dilantai, seperti kebiasaan ayah dan dirinya yang tidak suka makan dimeja makan.Ada permadani mewah dan lembut. ukurannya tidak begitu luas, kira- kira dua kali dua meter.Rani segera mengambil posisi agak kesudut, dan dikuti oleh suaminya."Tadi siang makan dimana ?" tanya Akbar setelah keduanya duduk diatas permadani mewah."Dikamar" jawab Rani singkat."Maaf ya, dalam beberapa hari ini mas mungkin terlalu sibuk, karena mas harus mengganti jadwal operasi pasien !" Tidak lama kemudian pramusaji datang membawa hidangan yang dipesan pak Akbar. Setelah hidangan tersusun rapi, pramusaji langsung undur diri m
Jam satu dini hari Akbar terjaga dari tidur, dilihatnya sang istri masih tertidur dengan damai disamping Sisi kananya. Perlahan pak Akbar bangkit, membetulkan selimut istri tercintanya, mengecup keningnya sesaat, sebelum dia bergerak kekamar mandi.Tak lama kemudian pak Akbar sudah berada diluar kediamannya, melangkahkan kakinya menuju garasi mobil. Hanya tidur dua jam lebih mampu membuat wajah pak Akbar fresh kembali.Membawa salah satu mobilnya, pak Akbar langsung melajukan mobilnya menembus gelapnya malam.Kini dirinya telah sampai dilobi hotel, tempat istri mudanya menginap. Dengan akses yang dia miliki, pak Akbar langsung dapat masuk kedalam kamar hotel sang istri."Assalamulikum" lirihnya, begitu dia membuka pintu kamar. Masuk dan langsung mengunci pintu kamar kembali.Suasana kamar yang terang, langsung dapat membuat mata pria dewasa itu melihat Puteri yang sedang tertidur miring kearahnya, tanpa mengenakan selimut."Kenapa kamar ini terasa pengap dan sedikit panas" ujarnya pe
Jantung Puteri rasanya ingin copot saja, nafasnya sesak, dia susah bernafas dengan posisi seperti itu, tubuhnya bergetar dan Akbar merasakan itu.Begitu juga dengan Akbar, gejolak tubuhnya akan selalu naik sampai keubun- ubun jika berdekatan dengan sang istri, namun sebagai orang yang sudah berpengalaman dia masih mampu untuk menahannya."Tidurlah Ruhi..! Mas hanya ingin seperti ini." ujar Akbar, sambil menutup kedua belah matanya dalam keadaan memeluk tubuh Puteri dengan berbantalkan lengan kekarnya.Puteri yang sedari tadi diam tak bergerak, perlahan menatap kesamping kirinya, dahinya langsung menyentuh pundak sang suami. Tidak ada guna untuk merenggangkan diri lagi, batinnya.Perlahan Puteri memejamkan kelopak matanya, dua suara dengkuran halus dan teratur tak lama terdengar. Ternyata sepasang suami istri beda usia itu telah tidur dengan damai, melupakan sesaat tentang masalah esok hari.Hampir jam enam pagi pak Akbar terjaga dari tidurnya, tangannya yang sudah sangat kebas, namu
"ya Allah, lepaskan hamba dari situasi ini, hamba takut !" sambil membersihkan sisa sarapan mereka tadi Puteri terus berdoa dalam hatinya."Lebih baik aku tinggal di kamar hotel saja dari pada harus serumah," ucap Puteri pada dirinya sendiri.Gadis cantik berwajah teduh itu, duduk disofa sambil termenung. Surai indah miliknya, terbiar dengan sedikit ikatan yang acak. Semakin malas rasa hatinya untuk menunggu sore hari."Tapi percuma saja, mengungkapkan isi hatipun takkan didengar sama pak tua itu, dia lebih mengutamakan kata hati istrinya dari padaku, dan aku sadar posisiku." ucapnya pelan. tak terasa air mata kembali menetes.Tiga hari menginap dan tinggal sendiri, ternyata Puteri melalui hari- harinya dengan bertengkar antara hati dan fikirannya.Fikirannya menolak itu semua, untuk jadi istri kedua tidak pernah terbesit sedikitpun pada fikirannya, apalagi menikah dengan orang tua, fikirannya terus berontak.Namun hati yang lembut dan sangat menyayangi ayahnya, membuat Puteri menutup