Sampai segitunyakah? Hanya karena pesannya tak aku jawab? Yang benar saja!Perasaan bersalah makin menjadi dalam hatiku. Meski tadi perkataan maaf sudah sempat terlontar, tapi aku tak tahu jika bang Genta sampai menanggapi acuhku hingga seperti itu.“Hehe iya Tan, Alhamdulillah kalau begitu.” Yakin! Bingung, canggung, sebab aku juga belum begitu akrab. Bahkan jika diingat, baru dua kali pertemuan antara aku dan tante Ayumi.Pagi setengah siang itu akhirnya kami gunakan untuk brkutat di dapur. Aku, Anin dan Tante Ayumi bukan hanya memasak untuk makan siang, sebelum itu kami membuat cupcake yang bahkan baru pertama kali aku ikut membuatnya. Sungguh pengalaman baru dan dengan orang yang baru pula. Senda gurau menjadi pengiring di antara kami. Menjadikan bang Genta sebagai objek yang kami bicarakan. Tentang kisah lucu yang bahkan mampu membuat aku tak malu tertawa terpingkal. Semuanya selesai tepat sebelum waktunya makan siang. Tante Ayumi menyuruh aku dan Anin untuk mengantar rantang
Jika cinta saja tidak pernah dikehendaki untuk ada,Lalu apakah dosa, bila cinta itu kini datang tiba-tiba?Aku mencintainya tanpa tahu kapan rasa itu bermulaTanpa tahu, bahwa apakah nanti akan berakhir bahagia._Dalam beberapa hari ini, aku bingung dengan Alyah. Semua pesan yang aku kirimkan tak ada satupun yang ia balas. Membuat hari-hari yang memang sudah lelah semakin membuatku tak bergairah. Ternyata aku sudah serindu itu dengannya. Dan kenapa cinta ini begitu menyiksa. Hingga saat sore hari Mama menyuruhku untuk menjemput Alyah dan mengajaknya ke sini. Sungguh suatu kesempatan yang sudah aku tunggu, mungkin menyebutkan Mama, Alyah akaa segera membalas pesanku. Dan tepat saat setelah makan malam aku coba lagi untuk mengirimkan pesan. Menggunakan kata Mama dari awal kalimat bagar ia mau membuka. Selang beberapa waktu, ternyata benar. Pesan yang kukirimkan kini berubah centang biru. LucuAku ingin menelefonnya, namun aku bingung juga dengan alasan apa. Aku takut jika pada akh
“Pa, lihat deh wajah kak Mac, pipinya udah kayak tomat busuk, merah banget!” Astaga Anin! Membuatku tambah tak punya muka saja di depan Alyah. Semua mata di ruangan ini langsung menatap wajahku. Bahkan Alyah juga sepertinya penasaran dengan apa yang dikatakan Anin. Makin panas saja wajahku iniWaktu berlalu begitu cepat, semula aku menawarkan untuk mengantar Alyah pulang, tapi langsung ditolak mentah-mentah. Bukan oleh Alyah, Tapi oleh Adik yang selalu mengajakku bertengkar itu. Katanya ‘Jangan mencari kesempatan, kalian itu belum halal!’ Aku pasrah saja meski sebenarnya aku ingin.“Papa, Mama! Kayaknya Kakak udah kebelet pengen nikah nih, udah beli cincin juga!” teriak Anin yang sepertinya sedang berada dalam kamarku. Saat aku sedang di dalam kamar mandi. Mungkin dia melihat dan membuka kotak cincin yang tadi lupa kusimpan dan hanya aku letakkan di atas nakas samping tempat tidur. EntahlahYa, setelah percakapan dengan Alyah di dalam mobil tadi pagi. Saat mengatakan tentang hubun
Jodoh memang sudah digariskan oleh tuhan. Tapi Tuhan juga memberikan kepada kita berupa hak untuk memilih, jadi jangan terburu-buru._“Dia itu siapa siih, Al?! Aku nggak percaya kalau cuma teman, selama ini teman kamu kan cuma aku. Apalagi teman cowok, wkwkwk” Bukan kata ‘selamat pagi Al’ atau ‘aku rindu' tapi langsung ditodong dengan pertanyaan tentang bang Genta.Aku memang kurang dan tak pandai untuk bergaul, tapi kalau sekali kenal tingkahnya nauzubillah. Dan memang hanya Zaila yang bisa akrab denganku.“Memangnya siapa siih Za?” Meski aku tahu arah pembicaraannya, tapi mencoba pura-pura lupa.Biar dia terus merasa penasaran. Bahkan aku juga langsung beranjak tak memedulikan dia yang terus mengekor.“Eleh, jangan ngeles kamu Al! Jangan pura-pura lupa juga. Kalau kamu nggak kasih tahu, aku bakal nyari tahu i formasinya sendiri!” Ucapannya bersungut-sungut kesal.“Gaya-gayaan mau nyari identitas orang, nggak ingat kalau lagi naksir sama cowok, aku yang disuruh jadi stalker?!” Akhirn
“Assalamuialaikum warahmatullahi wabarokatuh!”Salam gadis itu saat sampai rumah, dengan suaranya yang lantang sembari memperagakan seperti sedang mengucap salam di atas panggung.Hingga suara jawaban serempak dua orang laki-laki mengagetkannya. Dan setelah tahu siapa saja yang menjawab salamnya, ia begitu malu.“Waalaikum salam”“Eh, hehe ada Om Alan, silahkan Om dinikmati hidangannya. Alyah pamit ke kamar” Kepalang malu setelah tahu bahwa ada om Alan yang sedang duduk diruang tamu bersama ayahnya.Bagaimana tidak malu, ia sudah memperlihatkan tingkah konyolnya di depan calon mertua. Apa kata mertua nantinya!“Eh, nggak Salim dulu sama Om Alan? Calon mertuamu lho, itu!” Saat aku sudah mengangkat kaki karena akan menaiki tangga, Mama tiba-tiba saja mengagetkanku.Kata Calon mertua ... Calon mantu ... kata yang terlalu cepat menurutku diumurku yang masih 23 ini. Masih ada banyak keinginan
Secepat itukah pernikahan? Ahs, bukan ... Tapi, secepat itukah lamaran resmi diadakan? Aku bahkan masih meragu tentang dia, bagaimana jika para mantannya nanti datang dan merusak hubungan yang bahkan sama sekali belum aku bayangkan.“Kenapa diam? Bukannya nanti bakal dapet hantaran banyak ya kalau ada lamaran resmi?” Astaga dia emang oon atau bagaimana? “Kamu itu udah besar lho Gus! Kok mikirnya masih yang Cuma sebatas hadiah dan hantaran. Tunangan itu berarti harus siap mengemban tanggung jawab untuk setia.” Tak ada yang tak suka hadiah atau hantaran, tapi jika masa depan juga dipertaruhkan, buat apa? “Kakak juga sudah besar, seharusnya Kakak jauh lebih pintar dari Aku. Kakak seharusnya tahu jika apa yang Ayah lakukan adalah untuk menjaga Kak Alyah sendiri. Menikahkan putrinya satu-satunya adalah suatu kewajiban yang selama ini Ayah emban. Lalu ketika ada bang Genta yang melamar, semuanya yang terlihat sudah bagus, lalu dengan alasan apa Ayah akan menolak. Sedang Ayah juga pasti i
“Enggak Ma, capek aja, kuliah nggak kelar-kelar.” Rasanya terlalu cepat jika aku protes, sebab bahkan Mama dan Ayah saja belum membicarakan akan hal itu.Takut bila saja Agus berkata bohong, kan bisa mati gue.Padahal sebenarnya satu tahun lagi aku akan mendapatkan gelar S2, jangan tanya jurusan apa, Sebab jurusan yang aku tekuni merupakan pilihan Ayah agar nantinya dapat membantu menjalankan bisnisnya sebelum Agus benar-benar matang sebagai penggantinya nanti.Intinya aku hanya manut dan tinggal menggunakan kecerdasan yang lumayan ini, untuk menjalankan tugas dari Ayah. Dih, sombong!“Kenapa? Pengen cepet nikah sama Genta?” Astaga! Kenapa Mama malah menanggapi dengan perkataan yang bahkan aku tak menginginkan sama sekali.Aku bahkan tak ingin cepat-cepat menikah. Masih ingin bebas dengan duniaku yang kelihatannya sangat monoton“Ih, Mama kok gitu sih!” Meski tak ingin, namun kenapa perka
Aku tak benar-benar menganggap serius ucapan Papa soal akan melamar Alyah secara resmi. Namun jujur dalam hatiku aku begitu berharap.Dosakah aku? Jika sampai itu terjadi, akulah pihak yang diuntungkan. Aku telah benar-benar jatuh cinta pada sosok berhijab itu. Bahan pertemuan dengannya tak pernah aku bayangkan. Jika saja aku menemukannya sejak dulu, mungkin perkenalan kita tak akan sesingkat ini hingga menghadirkan kecanggungan.Saat makan siang, aku ingin mengajak Papa solat jamaah, namun bahkan dia sudah tidak ada. Saat bertanya pada orang, ternyata sudah dari tadi ia keluar.Apakah ucapannya tadi malam benar-benar akan ia lakukan? Tak begitu berharap tapi jika benar, aku akan sangat senang. Saat jam kantor telah usai, Aku dan Papa pulang dengan satu mobil. Dan benar saja, ternyata sesuai keinginan bahwa hubunganku dan Alyah akan segera diresmikan.Apakah aku bahagia? Tentu, namun adilkah ini untuk Alyah?“Mac, Papa sudah bicara sama om Rakhman tadi, dan beliau setuju untuk seger