Melihat tes yang masih ada di tangannya itu, seketika badannya bergetar. Tuhan ...
Hanya dalam hitungan detik, Alyah sudah menangis di pelukan mertua. Kedua wanita itu kini berpelukan dengan tangis yang mengisi ruangan.
Tentunya saat itu dokter sudah pergi. Tanpa diantar tanpa diberikan bayaran.
Sedang Genta? Dadanya naik turun, terengah-engah mendengar kabar yang baru saja diterimanya.
Ia hanya diam melihat istrinya menangis. Tak ada yang bisa ia lakukan saat ini. Ia tak tahu harus mengekspresikan kabar ini dengan cara seperti apa. Hingga tak terasa, bukit bening jatuh juga dari sepasang mata hazel itu.
Tangannya kanannya bergerak menguap mata yang kian sembab. Sedang tangan kiri ya masih membawa tes kehamilan yang tadi ia minta dari istrinya.
Ada garis dua di sana, meski garis satu masih terlihat samar. Namun, ada dua garis adalah anugrah yang sudah beberapa tahun mereka impikan.Hingga tahun ked
Wajar jika seorang ibu hamil mengidam dan menginginkan banyak hal-hal aneh. Namun nampaknya bayi yang belum kelihatan wujudnya itu tahu kalau keluarganya kaya. Terbukti banyak makanan aneh atau hal-hal yang di luar nalar namun mampu menguras dompet.Seperti saat mengidam jamur matsutake atau jamur pinus, meski jamur dengan harga fantastis itu tidak membeli karena berburu sendiri, namun pengiriman juga menggunakan pesawat langsung dan tentunya menghabiskan dana yang tak sedikit.Semua berjalan normal, bayi yang di dalam kandungan juga sehat. Tentu karena Genta juga memiliki dokter langganan yang sudah ia bayar mahal untuk melihat perkembangan calon anaknya.Tentu bahkan anak yang masih belum terlihat wajahnya itu perlu proses empat tahun. Hingga sepatu ketika Genta pernah mengatakan.“Kalau tahu bulan madu ke Paris bisa langsung jadi, mungkin sejak awal kita bulan madu ke sana saja,” dan hal itu hanya ditanggapi senyuman
Selamat bulan November kawan, semoga kabar baik selalu menyertai pembaca semua.Cerita Genta dan layah pada akhirnya harus berakhir di sini. Ini adalah cerita pertama saya yang berhasil terbit di beberapa aplikasi dan tanda tangan kontrak.Dan sekarang cerita ini telah tamat, dan semoga saja menjadi novel yang bisa memberikan nilai harga bagi penulisnya ini.Berhubung ini adalah cerita pertama saya, maka maaf jika masih banyak typo apalagi kekeliruan tanda baca.Pembuatan novel ini juga tanpa persiapan apa pun sehingga sering mandek di tengah jalan.Jadi maafkan karena sering nggak konsisten dalam update bab baru. Dilain itu, saya juga ada pekerjaan lain, sehingga tidak bisa hanya fokus pada novel saja.Namun, lagi-lagi saya katakan bahwa cerita ini kini telah tamat, sedikit membuat hari saya bangga, bahwa pada nyatanya saya berhasil merampungkan apa yang saya sengaja mulai.Bagi yang telah membaca
“Al! Besok kamu jangan ke mana-mana!”Suara Ayah yang tiba-tiba itu, sontak mengagetkanku.“Memang ada apa Yah?”Tak biasanya seperti itu. Padahal tanpa di suruh pun, jika tak ada kelas maka aku akan diam saja di rumah.Tapi pertanyaanku tidak disambut ramah. Ayah hanya memandang sekilas hingga akhirnya duduk tepat di depanku.“Besok teman Ayah akan datang untuk melamar kamu.” Ucapnya dengan muka datar. Namun tetap membuat kumis tipisnya ikut bergerak. Mendengar itu bukan hanya bulu kudukku. Bulu ketek dan bulu hidung pun ikut berdiri mendengar jawaban itu. Otakku benar-benar ngeblank!Jantung sudah lari maraton, sedang hati juga mulai resah menanti ucapan selanjutnya dari Ayah.“Dan Ayah tak akan menolak lamarannya!” Degh! Hatiku lemas, jantungku lelah. Badanku tak lagi mampu menopang bobot sendiri, dudukku pun seketika merosot.“Benarkan ini? Bahkan keinginan berumah tangga saja aku tak memilikinya” Hatiku terus menduga-duga.“Ini becanda kan Yah?!” Mungkin saja kan, Ayah tahu kej
_Terima kasih, telah memberiku ruang di hatimu, aku tak akan mengusik apa yang menjadi masa lalumu, biar ia tetap ada dalam hatimu._Sesi perkenalan telah usai, tapi tidak dengan laki-laki itu. Aku ragu untuk memulai, dia juga sepertinya tak punya inisiatif.Ah, ... Apakah dia juga sama terpaksanya seperti diriku?Cubitan Mama tiba-tiba mendarat di bagian pinggangku. “Aduh Ma!”Saat aku menoleh, matanya mendelik seharusnya aku yang mendelik, tapi kenapa malah terbalik. Astaga Mama!Aku berniat menjatuhkan bobot tubuh di samping Mama, namun sebelum itu terjadi, pinggangku lagi-lagi menjadi landasan cubitan. Dan lagi-lagi mata itu mendelik, seperti memberi isyarat jika aku harus segera berkenalan dengan pemuda itu. Hais, tapi apa iya? Aku kan cewek baik-baik, nanti dikiranya aku cewek gampangan lagi.Grogi gaes! Sumpah, aku nervous! Ini pertama kalinya ngajakin kenalan calon pasangan, eh, ... Astaghfirullah.“Halo, Alyah putri”Dan hanya itu. Hanya itu kata yang akhirnya keluar. Tan
_jika denganmu adalah takdir, lalu mencintainya hannyalah sebagai musafir. Pada akhirnya, hatiku hanya akan menuju pada cintamu yang menyambutku_ Kelihatannya aja mirip cecak, sebenarnya mah udah level komodo. Kalau udah ngegombal bikin lawannya klepek-klepek, kek aku. Wkwkwk“Move on memang sesulit itu” Kepo yang terlalu berlebihan itu tidak baik, salah satunya untuk perasaan. Belum juga jatuh cinta tapi udah patah hati. Dia punya mantan terindah. Apalah dayaku yang jomblo karatan ini, eh.“Tidak sulit, Al. Hanya saja, ... Tidak berarti move on akan melupakan semua yang telah terlewati”“Benarkah?” Pertanyaan bodoh macam apa itu, kenapa aku harus bertanya hal tak bermutu seperti itu, huh.Aku kikuk ketika bang Genta menatapku lekat “Kau tak tahu?” Huft, kukira akan ada adegan saling tatap lalu berciuman dan, .... Astaga! Ngelantur lagi Aku hanya mengedikkan bahu. Bagaimanapun aku tak pernah tahu bagaimana sulitnya move on. Maklum masih ting-ting!“Move on. Aku sudah melupakan pe
_Tidak semua yang kita inginkan dapat terwujud dengan gampang, ketika takdir sudah bermain, sebagai hamba kita bisa apa?_“Hai Mac, apa kabar! Sudah dapat ganti rupanya. Tapi kenapa selera kamu menurun drastis seperti ini.”Aku dan bang Genta seketika langsung berbalik, mendengar suara yang sepertinya menyapa ke arah meja kami. Meski sapaan yang digunakan tak pernah aku dengar.“Hai ...” Ohw, Mac ... Mackenzie!Aku nggak terima, kenapa dengan wanita lain dia juga tersenyum semanis itu!Dan apa kata wanita tadi?! Selera dia menurun drastis?Bukanya malah naik pesat ya?! Dia aja dandanannya kek gitu. Pakai dres mini, mungkin pinjam ke adiknya. Sampai bentuk tubuhnya aja terekspos sempurna. Sedang aku? Tentu lebih anggun, memakai rok span, kemeja panjang, tak lupa memakai kerudung. Seperti itu dinamakan selera turun drastis? Bukan main!Aku terus melihat gerak gerik kedua. Alhamdulillah tak ada cipika-cipiki seperti dalam dunia televisi yang sering aku lihat.“hehe” Bang Genta tersenyum
_Menolak adalah hak, tapi titah orang tua? Kadang menjadi prioritas di atas segalanya!_“Mac, pacarmu ada berapa sekarang?!Aku mulai was-was ketika Papa bertanya hal yang menurutku tak biasa.“Enggak ada Pa!” Aku berusaha berucap yakin. Padahal, jika boleh jujur, wanita yang sedang berstatus pacar denganku ada dua. Ya, aku memang play boy! Bukan karena kebutuhan tapi karena ada kesempatan.“Jangan coba-coba bohong sama Papa! Kau pikir Papa tak tahu kelakuanmu itu?!” Setua ini, aku kadang masih di anggap anak kecil oleh Papa dan Mama. Salah satunya adalah hal percintaan, seperti saat ini. “Putuskan semua pacarmu itu! Umur 28 tapi kelakuan masih seperti anak TK.” Kalau anak TK, nggak mungkin juga aku mampu mengurus perusahaan, huh!“Jika pacarmu tak seperti yang kamu gandeng kemarin siang, mungkin Papa tak masalah. Wanita-wanita dengan pakaian kurang bahan seperti itu yang kamu pilih?!”“Besok ikut Papa, Papa sama mama sudah pilihkan calon yang tepat untukmu!” Papa terus berucap p
Kami makan dengan diam, sesekali aku melirik tingkahnya. Sungguh menggemaskan. Cara makannya yang belepotan, sungguh membuat tanganku gatal, hingga refleks aku mengambil tisu dan mengelap sudut bibirnya. Jika biasanya adegan seperti ini akan berakhir pada mata saling menatap. Maka tidak untuk kisahku kali ini. Plak! Benar, tanganku di tampar sebelum tisu yang kupegang mendarat pada bibir yang menggiurkan itu. Eh Tak ada ucapan menyalahkan atau semacamnya, hanya tatapan tajam dari mata jernihnya. Sungguh lucu dan ... menggemaskan. Ia sama sekali tak membahas akan mantan yang tiba-tiba datang. Membuat hati merasa sedikit lega, setidaknya aku tak terlalu merasa bersalah dengan adanya masa lalu. Meski ketika melihat semua tingkah menggemaskannya, aku merasa begitu berdosa. Dia yang masih suci tak tersentuh, harus mendapatkan aku, yang mungkin tanganku sudah kotor dengan berbagai bakteri bernama mantan. Selesai menyantap hidangan, kami beranjak. Waktu penayangan tiket film yang kami