Part 17POV Rusdy"Kapan kamu akan menikah? Kamu sudah bukan anak muda lagi, waktunya kamu serius. Kamu sudah mapan, sukses. Apalagi yang kamu tunggu?" tanya Papa saat selesai makan malam.Aku termenung sejenak mendengar pertanyaan Papa. Memang saat ini, usiaku sudah lebih dari tiga puluh tahun. Aku yang gila bekerja tak sempat cari jodoh. Ah bukan, lebih tepatnya aku belum siap memikirkannya ke jenjang yang lebih serius. Melihat beberapa wanita yang pernah dekat denganku nyatanya cuma memanfaatkan alias mengincar hartaku saja."Iya Nak, Mama udah gak sabar lihat kamu menikah, terus menimang cucu," sambung Mama lagi dengan nada yang lembut.Aku tersenyum. Pernah suatu kali kukenalkan Anjani pada mereka, tapi mereka tak setuju. Saat melihat penampilannya yang sedikit terbuka dan seksi. Anjani, gadis itu terlalu manja dan lagi ia sering minta dibelikan ini dan itu. Awalnya kupikir hanya untuk kesenangan saja, yang penting aku tidak bertindak kelewatan, tapi lama-lama risih juga melihat
Part 18"Reina, apa-apaan ini?!" teriak Mas Hendi. Ia mendekat ke arahku sambil menyodorkan lembaran kertas putih itu.Aku membacanya sekilas, ternyata surat panggilan cerai dari pengadilan. Seulas senyum merekah dari bibirku. Ternyata cukup cepat juga prosesnya."Oh ternyata sudah datang, lebih cepat dari yang kuduga," jawabku enteng."Kamu beneran menggugatku cerai, Reina?! Apa salahku?" ketusnya. Wajahnya merah padam, dadanya naik turun menahan emosi. Entahlah, akhir-akhir ini Mas Hendi sering sekali emosi padaku."Kamu sudah tau sendiri apa jawabannya."Mas Hendi mengepalkan tangannya bersiap memukulku, mungkin. "Apa kau akan memukulku? Kasus KDRT akan tambah memberatkanmu, Mas. Kamupun bisa dipenjara kalau melakukan kekerasan pada istrimu sendiri."Ia urung melakukannya, hanya menatapku tajam."Jangan lupa, nanti datang di persidangan," ujarku santai."Tidak akan.""Tidak apa-apa, datang ataupun tidak, keputusanku tetap sama. Bercerai darimu. Justru bagus kalau kamu tidak datan
Part 19POV Hendi"Aku sudah resmi bercerai," ujarku lirih. Tanpa ada semangat ketika melihat surat dari pengadilan itu. Reina benar-benar melakukannya. Dia menceraikanku padahal selama ini aku telah banyak membantunya. Tapi kini, dia menceraikanku karena aku menikahi wanita lain. Tersenyum kecut saat membayangkannya. Dada terasa sedikit sesak saat mengingat Reina bukan lagi istriku. Rasanya sebagian hatiku ada yang hilang."Bagus dong, Mas. Jadi mulai hari ini akulah satu-satunya istri kamu," sahut Kartika sembari memelukku manja. Dia baru saja pulang dari luar kota. "Iya sayang, kamu pasti capek banget ya? Bisa tidak kalau mulai sekarang gak usah menyanyi lagi, kasihan bayi yang ada dalam kandunganmu," ucapku."Mas, kita sudah bicarakan ini, bukan? Katanya kamu gak akan mengekangku?" sela Kartika."Iya, untuk sementara saja selama kamu hamil. Apa kamu gak kepayahan lagi hamil tetap kerja?"Kartika menggeleng perlahan. "Ini sudah jadi hobi aku, kamu harusnya ngerti dong. Aku gak bi
Part 20POV HendiKartika menolak berangkat bersamaku dan lebih memilih naik taksi.Kuembuskan nafas panjang, biarkan sajalah. Ada benarnya juga ucapan Kartika, nanti riasannya berantakan.Tak lama setelah Kartika pergi, kulajukan motorku dengan kecepatan sedang. Saat melewati ruko Reina. Tokonya sudah tutup sedangkan wanita itu tengah berdiri di pinggir jalan. Ia menenteng sebuah tas pesta. Kulihat dandanannya tak seperti biasanya, ia sangat cantik mengenakan gamis brokat warna merah marun dengan jilbab warna senada, ia benar-benar terlihat sangat cantik. Kenapa aku baru menyadarinya sekarang!Hingga sampai diujung jalan menuju jalan utama, kulihat Kartika turun dari taksi lalu masuk ke mobil mewah. Mobil siapa itu?Kuikuti kemana mereka pergi, namun ternyata tujuannya tidak jauh berbeda. Di sebuah pesta perayaan kantorku.Sampai di parkiran, seorang lelaki turun dari mobil lalu membuka pintu mobil untuk Kartika. Keduanya saling lempar senyum lalu cipika-cipiki, bahkan Kartika mengge
Part 21POV Hendi"Manager cabang kantor kita yang baru akan dijabat oleh ...."Aku tercengang melihatnya, saat tiba-tiba Rusdy mengalungkan untaian bunga itu ke leher Jordan Raditya. "Selamat buat bapak Jordan Raditya, bapak resmi menjabat sebagai Manager di kantor ini. Silahkan berikan selamat pada bapak Jordan."Suara MC itu membuatku muak. Ini pasti salah. Tidak mungkin. Jordan adalah bawahanku, mana mungkin dia langsung lompat jabatan jadi manager."Maaf pak, saya tidak terima. Apa alasannya, bukan saya yang terpilih?" protesku hingga mampu meredam suara riuh tamu yang datang.Rusdy tersenyum, lalu mendekat ke arahku. "Maaf Pak Hendi, anda kurang kompeten dalam bekerja," jawab Rusdy santai."Tidak mungkin! Bukankah waktu itu bapak bilang, prestasiku bagus? Aku yakin, pasti ada alasan lainnya!" selaku tak terima."Ya! Tidak mungkin saya berikan jabatan penting ini pada seorang pengkhianat.""Apa maksudmu, Pak? Selama ini saya bekerja dengan sepenuh hati.""Orang yang pernah berk
Part 22[Weekend nanti, harus datang ya, aku ada kejutan untukmu, Mbak]Kejutan? Kejutan apa? Ada-ada saja ini Mas Rusdy.Tak kuhiraukan pesan WA-nya tapi lagi-lagi ia menghubungiku, memastikan agar aku datang ke acara peresmian kantornya. [Iya, nanti saya usahakan datang, Mas] balasku. ***Keesokan harinya, karena ada masalah dengan supplierku, barang yang dikirimkan tidak sesuai dengan datanya, maka dari itu aku akan langsung komplen kesana langsung, awalnya Adit sudah kesana namun tak ada tindak lanjutnya. Mereka seolah menyepelekan gegara yang datang hanya pegawaiku.Dengan mengendarai motor Scoopy-ku membelah jalanan kota. Aku rasa memang lebih nyaman pakai motor, terbebas dari macet. Bisa sesuka hati berhenti.Sampai di pusat toko grosir, banyak orang berlalu lalang. Aku sudah komplen dengan supplierku untuk mengirimkan kembali kekurangannya. Saat melangkah ingin pulang, tiba-tiba, mataku menangkap insiden yang memalukan. Seorang lelaki berpakaian preman hendak merebut tas wa
Part 23Tiba-tiba datang beberapa orang berpenampilan layaknya preman. Tanpa kompromi lagi, ia membuka pintu taksi mobil dan dengan kasar menyeretku keluar."Aaaauu ..."Maaf, ini ada apa ya?" tanyaku yang kian terpojok.Mereka semua justru tertawa mengejek."Bener kata si bos, dia cantik. Boleh juga nih kalau digilir," tukas salah seorang pria yang makin mendekat ke arahku. Ia mencengkram kuat tanganku."Tolong lepaskan, saya!" teriakku."Silahkan saja berteriak Nona, tidak akan ada yang menemukanmu disini. Hahhaha," seru pria itu seraya tertawa terbahak-bahak.Jantungku berdegup kian cepat. Rasa takut benar-benar menguasai diri. Aku takut sekali. Ya Allah bagaimana ini? Aku mohon perlindunganmu, Ya Allah ...Sebelah sisi bajuku sudah koyak, karena tingkah kasar preman itu. "Tolooong ..." teriakku berusaha mempertahankan diri. Walaupun tak berarti apa-apa karena tenaga lelaki preman itu lebih besar."Teriak saja Nona, sampai kau habis tenaga! Kalau kamu berontak seperti ini lebih ca
Part 24"Oh, jadi inget pulang juga?" tukas Kartika dengan nada ketus, saat aku pulang pagi.Aku terdiam, ia masih ngoceh tak jelas."Ketemu gak mantan istrimu itu? Heh, dilihat dari raut wajahmu pasti dia gak ketemu, betul kan? Terus kemana semalaman?" sahutnya lagi."Nginep di rumah ibu.""Oh, ibumu yang benalu itu ya.""Cukup Kartika! Kamu keterlaluan! Jangan hina ibuku!""Lho buktinya memang begitu, kan? Ibumu itu cuma tau meres uang menantunya!"Hampir saja kulayangkan tangan ini untuk menampar pipinya kalau tak mengingat ia sedang mengandung."Kenapa berhenti? Ayo tampar saja! Takut kalau aku laporkan KDRT?""Maaf."Aku melengos berlalu ke dalam lalu segera mengambil air minum. Cukup lama menenangkan hati, akhirnya aku bisa sedikit lebih tenang. Kulihat Kartika masih santai saja berbaring di ranjangnya sembari memainkan handphone."Kamu gak masak buat sarapan?" tanyaku.Ia diam saja pura-pura tak mendengar ucapanku, netranya fokus pada layar benda pipih itu. Sepertinya percuma s