Perjalanan selama empat jam ke Thailand membuat Nora dan Adeline mempunyai waktu yang cukup untuk menceritakan kisah mereka sendiri, Nora yang berniat pergi karena menghindari Tian dan Almeera serta Adeline yang akan pergi ke Paris dalam waktu yang lama meskipun tidak terlihat namun dirinya ingin menghabiskan waktu dengan Tomi untuk yang terkahir sebelum keberangkatannya ke Paris.
“Jemputan sudah datang, kita akan langsung ke hotel untuk beristirahat,” kata Tomi.
Nora, Adeline dan teman-teman yang lain mengiyakan, dan bergegas mengikuti Tomi.
Tomi menyiapkan tiga mobil untuk mengantarkan mereka semua ke hotel, Tomi, Nora dan Adeline berada di mobil yang sama, dan yang lainnya berada di mobil berikutnya.
“Sepertinya kalian sudah saling mengenal?” tanya Tomi pada Nora dan Adeline.
Nora tersenyum tipis, “Adeline membantuku merasa nyaman,” kata Nora.
Nora terbaring di kamar hotelnya, pintu ke balkon kamar sengaja dia buka lebar-lebar, agar angin masuk dan menyapa dirinya, Nora memejamkan mata, “Sedang apa Tian disana?” batinnya dalam hati. Nora mendengar ponselnya berdering, dia membuka tasnya dan merogoh mencari ponselnya, satu pesan masuk dari Tian, “Bagaimana perjalanananmu?” kata Tian dalam pesan tersebut. Nora melihat jam di tangannya, perjalanan ke kampung halamannya lebih lama dari pada perjalanan dia ke sini, jadi kira-kira masih ada lima jam lagi untuk sampai ke kampung halamannya, “Aku baik-baik saja, hanya mengantuk,” jawab Nora membalas pesan dari Tian. “Tidurlah, seharusnya biarkan supir mengantarmu dari pada naik travel,” kata Tian lagi. “Tidak apa-apa, aku terbiasa seperti ini,” balas Nora. “Baiklah, hati-hati, dan kabari bila kau sudah sampai,”
Nora dan Adeline pergi ke pasar malam, tempat semua makanan di jual, mereka berkeliling namun entah mengapa tidak satupun yang mereka beli, masing-masing sibuk dengan isi pikirannya sendiri, Nora masih merasa pem bicaraan yangAdeline maksud tadi adalah dirinya, perasaannya sampai saat ini tidak begitu tenang. Adeline masih merasa kesal dengan Tomi, bahwa hotel yang sangat berarti baginya harus di bagi oleh orang lain, meskipun Adeline sudah mengatakan pada Tomi bahwa dia tidak mengharapkan cinta Tomi lagi, tapi ternyata dirinya masih memendam perasaan yang dulu. “Apa kau ingin membeli sesuatu?” kata Nora yang akhirnya membuka percakapan dengan Adeline. Adeline menoleh dan tersneyum tipis, “Aku masih melihat-lihat dulu, bila ada yang ingin kau beli tidak apa-apa aku akan menemani,” jawab Adeline. “Entahlah, aku tidak tahu makanan yang benar-benar enal, sepertinya semua makana
“Apa kau mencintainya?” Adeline mengulangi pertanyaannya kepada Nora. Nora hanya diam, dia tidak tahu jawaban apa yang harus dia berikan pada Adeline, Nora menatap Adeline, “Aku belum pernah mencintai seseorang selain Tian,” kata Nora pada Adeline. Adeline menundukan kepalanya, “Maaf aku sudah bertanya hal yang tidak-tidak, selamat beristirahat,” jawab Adeline singkat sambil tersenyum tipis. Nora mengangguk, lalu dia masuk ke dalam lift menuju kamarnya, sesampainya di kamar Nora meletakan barang belanjaannya di meja, lalu dia duduk dan menghela napasnya, “Saat ini aku memang belum mencintai Tomi, namun mengapa ciuman malam itu masih membayang di kepalaku,” batin Nora dalam hati. “Tring..tring,” Bunyi dering ponsel Nora membuyarkan lamunannya, dia mencari ponselnya yang dia letakan di dalam tas, nama Tian dengan jelas t
Nora, Tomi dan Adeline sampai di restoran tempat mereka akan makan malam bersama teman-teman yang lain, Nora sengaja memilih tempat duduk di samping Adeline untuk menghindari Tomi, sebenarnya dalam hati, Nora tidak ingin melakukan itu terhadap Tomi, tapi dia harus menjaga perasaan Adeline apalagi saat Nora tahu bahwa mereka berdua habis bertengkar. “Aku duduk di sebelahmu ya?” tanya Nora pada Adeline. Adeline mengangguk lalu tersenyum, tidak banyak kata-kata yang dia ucapkan mala mini. Makanan banyak yang tersaji di meja, namun Nora tidak berselera memakannya, dia melirik ke arah piring Adeline yang berisi salad, itu pun sama, mungkin Adeline hanya memakan dua suap salad di piringnya, lalu Nora mencoba melirik Tomi, itupun sama, makanan di piring Tomi pun hanya habis setengah, “Sepertinya mereka memang habis bertengkar hebat,” batin Nora. “Mengapa kau tak makan?” tanya
Jam 08.00 pagi Nora sudah siap menunggu di Lobby hotel, dia menunggu Dion yang berjanji menemaninya untuk jalan-jalan di Thailand, hitung-hitung menambah teman, lagi pula Nora memang dari awal ingin berlibur sendiri tanpa tergantung dengan Tomi. “Sudah lama menunggu?” tiba-tiba suara datang dari belakang Nora, Dion sudah berdiri menyapa Nora dengan senyum lebarnya. “Belum kok, saya juga baru lima menit yang lalu disini,” jawab Nora membalas senyuman Dion. “Oke, kita mau kemana hari ini, aku sudah menyuruh petugas hotel menyiapkan mobil untuk kita,” kata Dion. “Ehmm,” Nora berpikir keras sambil menggaruk dahinya, dia tidak tahu akan pergi kemana, ke luar negeri pun baru kali ini dia lakukan. “Aku tidak mengenal daerah disini,” kata Nora. “Baiklah, berarti kau memilih orang yang tepat untuk menemanimu jalan-jalan,&rdquo
“Pesan dari siapa?” tanya Dion pada Nora, saat melihat wajah Nora pucat pasi. Nora terdiam, dia tak menjawab pertanyaan Dion, kepalanya bekerja keras mencari jawaban atas pertanyaan Tian. “Hey, kau membaca pesan dari siapa, wajahmu terlihat pucat, apa kau baik-baik saja?” tanya Dion lagi. “Sepertinya aku harus kembali,” jawab Nora. “Tian tahu aku tidak pulang ke kampung,” lanjut Nora lagi. Dion menghentikan mobilnya, “Lalu apa yang akan kau lakukan?” tanya Dion. Nora menggelengkan kepala, “Aku belum menemukan jawabannya,” kata Nora. Dion memutar balikan mobilnya menuju hotel, “Apakah dia tahu dengan mudah dimana kau sekarang?” tanya Dion yang langsung menancapkan gas. “Mungkin saja,” kata Nora pelan. Nora terlihat sangat khawatir
“Ti-Tian, mengapa kau ada disini?” tanya Nora sedikit tergagap saat melihat wajah suaminya tepat di depannya sekarang. “Aku yang seharusnya bertanya, sedang apa kamu disini?” jawab Tian sambil berjalan masuk ke kamar Nora dengan muka yang masam. Nora terdiam sebentar di depan pintu, wajahnya gugup, “Sedang apa kau berdiri di situ?” tanya Tian, Nora menatap Tian lalu menutup pintu kamarnya. Tian duduk di sofa, menyilangkan kaki lalu mengendorkan dasinya sedikit, matanya menatap Nora tajam, terlihat sekali raut wajahnya tidak menyukai wanita yang berdiri di depannya. “Bagaimana kau tahu aku ada disini?” tanya Nora, lalu duudk di depan Tian. “Kenapa? apa kau tidak tahu siapa suamimu ini?” tanya Tian. Nora terdiam lagi, pertanyaan yang konyol, yang seharusnya tidak dia tanyakan, siapa yang tidak tahu keluarga Winata, dan Tian sebagai pewarisnya, mencari seseorang hal yang mudah baginya. “Bukankah ada sesuatu yang harus kau jelaskan padaku?” tanya Tian pada Nora.
“Aku sudah menyuruh sekretarisku mengurus semua tiket kepulanganmu, sekarang kau ikut denganku!” kata Tian. “Ikut denganmu?Kemana?” tanya Nora, Tian bisa melihat ketakutan dalam mata Tian, dia tersenyum sinis. “Lucu sekali, kau terlihat takut saat suamimu mengajakmu pergi, tapi kau bisa dengan santai pergi dengan laki-laki lain tanpa ragu-ragu,” kata Tian. “Bukan begitu maksudku,” jawab Nora, dia tidak tahu lagi harus bicara apa, setiap kata-kata yang dia keluarkan selalu salah di mata Tian. “Ikut denganku ke hotelku, aku tidak menginap disini, tapi di hotel lain, dan sudahs eharusnya kau ikut denganku,” kata Tian yang menatap Nora dengan dingin. “Baiklah, aku akan memberskan barang-barangku,” kata Nora sambil berdiri. “Tidak usah, tinggalkan saja, aku sudah menyuruh orang untuk membereskannya dan mengantarnya ke hotel,” kata Tian sambil menarik tangan Nora. Nora dan Tian berdiri di lobby hotel, wajah Nora yang hanya tertunduk memandangi ponselnya berdiri di b