Malam itu Nora tidak bisa memejamkan matanya, dia melirik jam yang berada di meja samping tempat tidurnya, “Pukul satu malam,” batin Nora, lalu dia melihat ke samping sisi satunya, tempat Tian tertidur saat bersamanya, malam ini pun seperti biasa, Tian tidak tidur dengannya, mungkin baru malam ini Nora bersyukur bahwa Tian tidak di sisinya, karena saat ini Nora merasa bersalah pada Tian.
Nora bangkit dan terduduk di atas tempat tidurnya, kejadian tadi dengan Tomi masih terbayang di kepalanya, “Bodohnya aku melakukan hal itu,” batinnya lagi dalam hati, sambil menyibakkan rambutnya.
Nora keluar dari kamar untuk mengambil minum menghilangkan rasa hausnya, dia terduduk di meja makan sendirian sambil menyesali perbuatannya terhadap Tomi, “Bagaimana aku harus menghadapi Tomi besok bula bertemu lagi,” gerutu Nora sambil menutup wajahnya.
“Nora? kamu belum tidur?” suara Tian mengagetk
Tomi menatap Tian yang tiba-tiba berdiri di hadapannya dan Nora, dia bisa melihat wajah Tian yang penuh tanda tanya, “Apa yang kalian bicarakan barusan?” tanya Tian lagi. Nora yang terlihat pucat karena Tian tiba-tiba datang tanpa sepengetahuannya hanya terdiam memandang Tian, “Bagaimana bisa Tian ada di sini,” batin Nora dalam hati. Tomi yang melihat wajah Nora pucat dan takut bahwa Tian mendengar apa yang mereka bicarakan barusan terlihat santai menanggapi Tian. “Apa yang kamu dengar tadi?” tanya Tomi pada Tian. “Aku mendengar kamu mencium Nora, katakan bahwa aku salah dengar?” kata Tian. Tomi menghela napas dan berdiri, “Kamu tidak salah dengar, aku memang mencium Nora, dan itu salah ku bukan salah Nora,” jawab Tomi yang berusaha melindungi Nora. Tian menatap Nora lalu menarik tangannya, &l
“Kamu sudah mulai mencintainya?” tanya Almeera pada Tian. Tian yang baru selesai mandi, hanya diam tak menjawab, dia mengambil baju kerja dan bergegas memakainya. “Jawab aku, kamu mulai mencintainya?” Almeera mengulangi pertanyaannya pada Tian. “Bagaimanapun dia isyriku, Meera,” jawab Tian singkat. “Kamu mencintainya atau tidak?” ulang Almeera dengan nada yang sedikit meninggi. Tian menoleh dan menatap wajah Almeera, di lihatnya mata Almeera yang mulai memerah, dan wajah yang menahan emosi. “Kenapa kamu menjadi resah seperti ini, hanya karena aku tidur di kamar Nora,” tanya Tian. “Kamu yang bilang tidak butuh siapapun bila ada aku,” jawab Almeera. “Sudahlah, kita bicarakan nanti, aku harus berangkat kerja, sayang” jawab Tian sambil
Nora turun untuk menemui Tomi, dia menutup luka goresan di wajahnya dengan riasan, dia tidak ingin Tomi melihat keadaannya yang berantakan, namun Tomi tahu ada yang tidak beres dengan Nora. “Mengapa kamu kesini/” tanya Nora. “Kamu tidak membalas pesanku, aku hanya takut terjadi sesuatu padamu,” jawab Tomi. “Ah, iya, aku lupa dimana meletakan handphone ku,” jawab Nora yang selalu membuag muka, dia tidak mau menatap Tomi, takut Tomi bisa membaca raut wajahnya. “Wajahmu terluka?” tanya Tomi sambil menyentuh wajah Nora, dan Nora spontan mundur menghindari Tomi. “Tidak, aku hanya sedikit terjatuh dan tergores,” jawab Nora. “Siapa yang melakukan ini padamu? Apakah Tian?” tanya Tomi, dia tahu Nora sedang tidak baik-baik saja. “Tidak, Tian tidak melakukan apa-apa padaku, aku hanya terpele
“Ini handphonemu,” kata Tian sambil menyidirkan sebuah handphone di tangannya. Nora yang terkejut bahwa handphone yang seharian dia cari berada di genggaman Tian. “Mengapa ada padamu?” tanya Nora sambil mengambil Handphonenya di tangan Tian dengan ragu. “Aku mengambilnya dari tas mu semalam,” jawab Tian singkat. Nora terdiam, lalu beranjak pergi, dia tidak ingin Tian melihat luka di wajahnya, dan berakhir dengan pertengkaran. “Wajahmu kenapa?” Tian yang sudah menyadari sebelum Nora menyembunyikan lukanya bertanya dan memegang wajah Nora. “Tidak apa, aku hanya terpeleset saat mandi,” jawab Nora singkat. “Terpeleset? Tapi wajahmu bukan luka karena terpeleset,” balas Tian. “Apakah Almeera yang melakukannya?” tanya Tian. Nora
“Kamu benar-benar mengijinkanku pulang?” tanya Nora. Tian menghentikan sarapannya dan menyeruput kopinya, “ Iya, aku mengijinkanmu, aku bukan orang jahat Nora, kamu ingin bertemu dengan keluargamu, apakah ada alasan aku tak mengijinkanmu?” jawab Tian. Nora tersenyum ragu, seharusnya dia senang mendapatkan ijin dari Tian, tapi mengapa hatinya merasa bersalah. “Aku berangkat dulu, cobalah untuk tidak ribut dengan Almeera,” kata Tian. Nora menghela napasnya, lalu mengiyakan perkataan Tian, “Bukankah seharusnya wanita itu juga menyiapkan sarapan untuk Tian, jam segini saja belum bangun,” batin Nora dalam hati. Nora sudah satu jam berdiri di ruang lukisnya, tangannya menggenggam handphone seakan takut kehilangan, Nora mencoba menghubungi Tomi, namun dia tutup kembali, di hatinya seperti perang batin apakah dia harus p
“Apa? tidak usah mengantarmu?” kata Tian saat Nora menolak untuk di temani pulang ke kampung halamannya. “Lalu bagaimana bila ayah dan ibuku tahu kau pulang tidak bersamaku?” kata Tian lagi. “Aku benar-benar tidak apa-apa, lagi pula aku ingin lebih lama disana, sedangkan kamu tidak bisa meninggalkan pekerjaanmu disini,” jawab Nora. “Dan kamu tidak bisa meninggalkan aku sendiri terlalu lama disini,” suara Almeera yang tiba-tiba datang menghampiri mereka, dia langsung merangkul tangan Tian dan sengaja bersikap manja di depan Nora. “Aku tidak apa-apa pulang sendiri, aku sudah memesan travel, tidak usah mengantarku,” kata Nora sambil bersiap mendorong kopernya ke lantai bawah. “Bila aku tidak ikut tidak mengapa, tapi kenapa kamu memesan travel, kita punya supir?” tanya Tian, Nora yang mendengar perkataan Tian ha
Adeline menatap Tomi yang sedang menyeruput jus jeruk di tangannya, dia melihat ke arah toilet tempat Nora pergi tadi, wajah Adeline penuh tanda tanya meminta penjelasan dari Tomi. “Kenapa?” tanya Adeline pada Tomi. Tomi menoleh dan menatap Adeline, “Aku juga tidak tahu, hanya saja aku rasa dia wanita yang baik,” jawab Tomi. Adeline tertawa, “Apakah wanita baik hanya dia saja? Aku tidak bertanya mengapa kamu bisa menyukai Nora, tapi kenapa harus istri dari sahabatmu sendiri,” tanya Adeline. Tomi terdiam, dia hanya melihat ke depan sambil meminum jus jeruknya, “Dia tidak seperti yang kamu pikirkan Adeline,” kata Tomi. “Memang apa yang aku pikirkan?” tanya Adeline saambil melemparkan pandangannya kearah toilet, berharap Nora masih lama di dalam sana. “Dia tidak membalas perasaanku, lagi pula Tian tidak
Perjalanan selama empat jam ke Thailand membuat Nora dan Adeline mempunyai waktu yang cukup untuk menceritakan kisah mereka sendiri, Nora yang berniat pergi karena menghindari Tian dan Almeera serta Adeline yang akan pergi ke Paris dalam waktu yang lama meskipun tidak terlihat namun dirinya ingin menghabiskan waktu dengan Tomi untuk yang terkahir sebelum keberangkatannya ke Paris. “Jemputan sudah datang, kita akan langsung ke hotel untuk beristirahat,” kata Tomi. Nora, Adeline dan teman-teman yang lain mengiyakan, dan bergegas mengikuti Tomi. Tomi menyiapkan tiga mobil untuk mengantarkan mereka semua ke hotel, Tomi, Nora dan Adeline berada di mobil yang sama, dan yang lainnya berada di mobil berikutnya. “Sepertinya kalian sudah saling mengenal?” tanya Tomi pada Nora dan Adeline. Nora tersenyum tipis, “Adeline membantuku merasa nyaman,” kata Nora.