“Sudah siap?” Suara yang terdengar penuh semangat mengiringi awal baru yang akan dimulai. “Siap!” sahut Ayda yang tak kalah semangat. Ia mengembangkan senyumnya sambil berdoa dalam hati untuk keselamatan dalam menempuh perjalanan. Sambil melambaikan tangan ke arah luar mobil, Ayda bersorak mengucapkan selamat tinggal. Lasmi dan Adam yang mengantar kepulangan Ayda dan Arya menatap sendu ke arah mobil yang perlahan meninggalkan lapangan. Setiap pertemuan yang berakhir perpisahan memang terasa berat. Sebab ada rindu yang harus dipendam dalam diam. Setelah mendapatkan apa yang diharapkan, akhirnya Ayda bisa pulang bersama Arya di sampingnya. Akan tetapi, saat dalam perjalanan menuju rumah. Entah mengapa Ayda tiba-tiba merasakan pusing di kepalanya yang disertai mual. Tak langsung mengatakannya pada Arya, ia lebih memilih untuk menahannya sambil memejamkan mata. “Sayang,” panggil Arya sambil mengelus lembut rambut Ayda. Saat mendengar namanya dipanggil, Ayda pun langsung membuka mata d
“Jangan bilang kalau kamu ….” Arya menjeda kalimatnya dan mengalihkan wajahnya dari Ayda.Dokter yang melihat perdebatan antara Ayda dan Arya pun hanya bisa menggelengkan kepala.“Mas.” Ayda memanggil Arya yang terlihat kesal karena dirinya tak kunjung mendapat jawaban.Setelah selesai melakukan pemeriksaan dan membawa satu lembar resep vitamin, Ayda dan Arya pun berjalan keluar ruangan. Saat melihat reaksi Arya yang hanya diam, Ayda pun berusaha membujuknya. Akan tetapi, Arya tetap tak bergeming bahkan saat kembali naik ke mobil.Perjalanan menuju rumah pun dilanjutkan. Ayda berkutat dengan pikiran dan keinginan yang berlawanan dengan kehendak Arya. Meskipun yang dikatakan Arya benar adanya, tetapi Ayda tidak ingin berdiam diri di rumah meninggalkan pekerjaan yang sudah ia dapatkan dengan penuh perjuangan.Selama ini bekerja adalah keinginan terbesar Ayda. Hingga saat ini pun hal itu masih sama. Meski semua kebutuhan sudah dipenuhi oleh Arya, tetapi Ayda tetap ingin mandiri. Setibany
***“Kamu mau pergi kemana Ayda?” tanya Arya saat sedang bersiap untuk pergi bekerja.“Saya ingin mengganti pakaian, Mas,” jawab Ayda sambil membuka lemari dan memilih baju yang akan ia gunakan untuk pergi kerja.Dengan ekspresi kesal, Arya pun melempar ponselnya di atas ranjang. “Kenapa kamu sangat keras kepala sih Ayda? Saya sudah bilang jangan bekerja ya berarti jangan!” ujar Arya dengan nada tinggi.Ayda yang merasa terkejut dengan reaksi Arya pun mengerutkan dahinya. Untuk pertama kalinya, Arya membentak dirinya hanya untuk masalah yang ia anggap sepele. “Kita sudah membicarakan ini ‘kan Mas? Saya janji tidak akan terjadi apa-apa pada saya,” timpalnya sambil mengambil baju dan hendak berjalan menuju kamar mandi.
“Ih, Mas. Bagaimana kalau nanti ada yang lihat?” Ayda berusaha melepaskan diri dari jerat Arya.“Memangnya kenapa? Saya hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Lagi pula kita sudah halal sayang. jadi, kita bebas untuk melakukan apapun,” sahut Arya yang selalu bersikap penuh dengan kejutan.Ayda yang tak bisa berkata-kata lagi pun membiarkan Arya menggendongnya masuk ke dalam kamar. kondisi rumah yang sepi membuat Ayda merasa aman karena tidak ada yang melihatnya. Namun, saat langkah Ara baru saja ingin menaiki tangga. Tiba-tiba Marisa datang dan menanyakan keadaan Ayda.Perlahan Arya pun mendudukkan Ayda di atas sofa dan menatap Marisa. “Tadi ada sedikit masalah di kantor, Mah. Ayda jatuh karena terpeleset, tapi alhamdulillah kondisi bayinya baik-baik saja. Kaki Ayda terkilir dan karena itu Arya menggendong Ayda untuk menuju ke kamar,” paparnya menjelaskan.Marisa yang terus menatap tajam ke arah Ayda pun menganggukkan kepala. “Syukurlah kalau gitu. Mamah ikut senang karena bayiny
“Saya akan melakukan hal di luar dugaan dan kamu pasti akan menyesal, Ayda. Selama ini saya sudah bersikap baik pada kamu, tapi sekarang tidak lagi. Saya akan membuat kamu benar-benar menyesal karena sudah kembali ke rumah ini!”Ancaman yang kembali terdengar membuat hati Ayda bergetar. Terlebih saat mendengar nama Fahri, pertahannya seketika runtuh. Ayda tak tau harus berbuat apa. Semua kekuatannya seakan hilang tak terarah. Tatapan tajam yang ia dapatkan membuatnya berpikir keras akan keputusan yang harus ia ambil.Berjuang untuk cinta atau menyerah atas dasar keluarga dan kasih sayang yang tak ternilai harganya. Setelah terdiam beberapa saat, Ayda pun mendongakkan kepala dan menatap ke arah Marisa dengan penuh keyakinan. “Saya tidak akan membiarkan Tante sedikitpun melukai adik saya, Fahri. Tidak ada seorangpun yang boleh menyakitinya,” tegasnya dengan tangan yang terkepal penuh tekad.Marisa yang puas dengan jawaban Ayda pun tersenyum menyeringai. “Pilihan yang sangat bagus. Saya
Arya POV“Aydaa!” teriak Arya saat melihat mobil melaju kencang meninggalkan dirinya dengan beribu pertanyaan.Diamnya Ayda menjadi sebuah jawaban bahwa ada sesuatu yang tak beres. Tanpa berlama-lama, Arya pun bergegas menuju rumahnya. Dibalik sikap aneh Ayda pasti ada sesuatu yang Marisa lakukan. Itulah hal yang Arya yakini dan membawanya pulang tanpa lanjut mengejar Ayda.Dengan kecepatan tinggi, Arya membelah jalan. Sesampainya di rumah, Arya pun langsung bergegas masuk untuk menemui Marisa. Akan tetapi, seseorang yang ia cari tak terlihat keberadaanya. Arya yang tak bisa bersabar dalam situasi menegangkan pun berlari menuju kamarnya.Saat melihat secarik kertas di atas meja, Arya pun bergegas untuk membacanya. Sorot mata yang berubah sendu dan berkaca-kaca pun menyiratkan betapa sedihnya perasaan Arya setelah membaca surat dari Ayda. rasanya seakan ada pisau yang menghantam keras tepat di hatinya. “Saya tidak akan membiarkan hal ini terjadi begitu saya, Ayda!” ujarnya dengan penuh
“Saya ingin Mas Arya memberikan saya saham sebesar 25% dari perusahaan. Itulah keinginan terakhir saya sebelum kita berpisah,” tutur Ayda setelah berpikir lama akan akan yang harus ia pinta. Arya yang terlihat terkejut pun tersenyum tanpa arti. Ia menatap ke arah Ayda dan menganggukkan kepala. “Kamu yakin menginginkan itu? Saya tidak habis pikir Ayda, ternyata kamu lebih buruk dari seorang pengkhianat,” lirihnya dengan raut kecewa yang terlihat jelas di wajahnya. “Saya sudah memikirkan dengan matang dan itu adalah keinginan saya. Tidak peduli apapun pendapat Mas Arya tentang saya. Semua itu sudah tidak berarti lagi untuk saya,” sahut Ayda yang tak ingin ambil pusing. Masa kehamilan pertama yang seharusnya mendapat banyak perhatian, kini Ayda harus rela mendapatkan benih kebencian dari Arya. sorot pandang penuh cinta bahkan tak lagi ia dapatkan. Ayda hanya bisa meneguk saliva dalam-dalam. Harta dan kekuasaan telah membuatnya menjadi orang jahat dalam sekejap. Rasa sakit dalam hatiny
“Bayu.” “Sini!” ajak lelaki yang sudah lebih dulu berada di dalam lift. Tanpa ragu, Ayda pun masuk ke barisan beberapa orang yang tersenyum ke arahnya. Keberadaan Arya yang berada di barisan paling belakag tak menyurutkan semangatnya untuk bekerja. “Pagi,” sapa Ayda kepada semua penghuni lift yang lebih dulu berada di sana. “Pagi, Bu Ayda,” balas semua staff secara bersamaan. Kecuali Arya yang terlihat sibuk dengan ponsel yang berada di tangannya. Sementara itu, Bayu yang terlihat berbinar melihat kedatangan Ayda langsung mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. “Ini untuk Mbak,” ucapnya memberikan satu botol susu rasa cokelat. Ayda yang sangat suka susu cokelat pun langsung meraihnya. “Terima kasih,” balasnya dengan senyuman. “Sama-sama. Senang bisa melihat Mbak Ayda setelah sekian lama.” Bayu ikut mengembangkan senyumnya. “Saya juga senang bisa bertemu dengan kamu lagi, Bayu,” sahut Ayda sambil berjalan keluar lift setelah pintu terbuka. Tanpa mempedulikan pandangan Ar