Bella hanya diam mendengarkan. Ia mulai kagum pada sosok pria di depannya ini.
"Seperti itu lah Tuan Muda saat ini. Meski Nona Rachel terluka, sesungguhnya saat ini dia lah yang lebih banyak menanggung luka. Dia ingin berkorban demi kebahagiaan Nona Rachel dan Key. Namun tetap saja hal itu akan memberikan luka dan kecewa." Lanjutnya lagi.
"Entah apa sekarang yang sedang terjadi diantara mereka, biar lah nanti takdir yang akan bicara."
"Saat ini Tuan Muda tidak punya pilihan lain." Sambung Roy prihatin pada kisah cinta Tuan-nya.
"Jika memang dia pria yang baik, ku harap dia mampu menemui Rachel secara jantan. Dia harus menjelaskan semua kekacauan ini." Sindir Bella tak mau kalah.
"Kita tunggu saja. Tuan Muda bukan orang yang suka menyakiti hati orang lain, apalagi seorang wanita yang dia cintai. Dia pasti akan kembali menjemput cintanya." Roy masih terus membela Nathan di depan Bella.
"So sweet sekali kau ini. Sepertinya kau sangat ahli
Di sebuah restoran jepang. Terlihat dua orang yang sedang di mabuk cinta sedang duduk berhadap-hadapan. Keduanya tampak sama-sama malu. Tidak biasanya Bella bersikap diam dan sedikit bicara. Dia berusaha menjaga image agar tidak terlihat sembrono di depan Roy. Setelah sekian puluh kali berganti pacar seumur hidupnya, baru kali ini Bella merasa ada debaran-debaran aneh di dadanya. Bahkan untuk bersuara pun lidahnya terasa kelu. Setelah cukup lama berdiam-diaman, Roy mencoba mencairkan suasana. "Kenapa kau hanya diam saja?" Tanya Roy pada Bella. "Hmm.. Itu karena kau juga diam." Jawab Bella asal bicara. "Jadi, jika aku diam selama dua jam. Kau juga akan diam selama itu?" Tanya Roy lagi. "Kenapa kau akan diam selama itu? Sungguh tidak masuk akal." Bella merengut kesal. "Karena itu, bersikap lah seperti dirimu biasanya saat berada di dekatku. Aku lebih menyukai itu." Roy berkata agak pelan, lalu meminum air mineral yang ada di atas mejanya.
Tatapan mereka bertemu. Deggg... Deeegg... Deeeeeggg... Detak jantung keduanya sama kencangnya berdetak saat ini. Mereka saling memandang dalam waktu yang cukup lama. Sampai akhirnya Bella mendehem, memutus tatapan saling terpesona itu. "Aku memang tidak pernah makan banyak. Kau benar, aku harus menjaga berat badanku" Bella mengambil botol wine yang ada di atas meja, dan menuangkannya sedikit ke dalam gelas. "Aku lebih suka minum." Lanjutnya sambil mengangkat gelas seperti simbol bersulang, lalu meminumnya dalam sekali tegukan. "Kenapa memangnya dengan berat badanmu?" Tanya Roy yang akhirnya juga menyudahi makannya. "Mmm... Aku rasa tidak baik untuk mengatakannya di saat kita sedang berdua." Jelas, Bella ragu untuk mengatakan alasan sebenarnya. "Tidak apa-apa. Katakan saja." Desak Roy penasaran. "Kalau kau memaksa, maka aku bisa apa?" Jawab Bella pasrah. "Lalu jelaskan padaku." Tutur Roy lagi. "Seb
Besok adalah hari pernikahan Nathan dan Celline. Semua orang sedang sibuk dengan persiapan. Tidak terkecuali Rachel. Karena dia yang bertanggung jawab atas furniture yang akan menghias kamar pengantin mereka. Di tengah rasa sakit dan kecewa yang masih dia rasakan, Rachel berusaha agar tetap profesional. Ia tidak ingin mencampur adukkan masalah pribadi dan pekerjaan. Proses pemindahan furniture itu berjalan dengan aman dan lancar. Kini Rachel sedang berada di sebuah kamar. Kamar pengantin lebih tepatnya. Di kamar inilah semua furniture itu akan di tempatkan. Roy dengan senang hati membantu Rachel sejak tiba di rumah besar ini. "Roy, sepertinya meja rias ini tidak cocok di tempatkan di sebelah sini. Sebaiknya di sebelah lemari itu saja, agar kemewahannya lebih terlihat." Saran Rachel. "Baik, Nona. Kalau begitu saya akan memanggil para kuli angkat yang tadi, mereka sedang membantu membereskan kamar sebelah." Jawab Roy. "Oh ya, dimana box bayi tad
Seketika pintu yang tadinya tertutup rapat, terbuka tapi tidak terlalu lebar. Sekilas ia bisa melihat Roy melintas lagi di depan pintu itu. Nathan menanggalkan alat kecil bewarna hitam yang dari tadi menempel pada telinganya. Tentu saja ia melepaskannya agar pembicaraannya dengan Rachel nanti tidak terdengar oleh Roy. "Terima kasih. Dan, maafkan aku." Ucap Nathan pelan, nyaris tak terdengar. "Untuk apa?" Tanya Rachel tanpa melihat ke arahnya. "Terima kasih untuk pelukan tadi. Itu memberikanku energi positif yang akan membantuku untuk kuat melewati semua ini. Dan maaf, untuk dia yang seharusnya tidak hadir di antara kita." Nathan menjelaskan dengan raut wajah penyesalan. "Aku menunggumu untuk menjelaskan segalanya. Aku kira kau akan menemuiku dan meminta maaf padaku. Meski akhirnya kita tidak bisa bersama, mungkin aku tidak akan membencimu sebanyak ini." Rachel mencoba menahan air matanya agar tidak jatuh tertumpah. Dia tidak ingin terlihat lem
Rachel sudah bersiap akan pergi bekerja, saat tiba-tiba sebuah pesan masuk di ponselnya. Sambil berjalan ke arah garasi tempat sepeda motornya terparkir, Rachel membaca pesan singkat itu. Mungkin lebih tepatnya sebuah pesan ancaman. "Jika kau tidak ingin nama perusahaan tempatmu bekerja menjadi rusak dan hancur, hari ini kau harus menghadiri resepsi pernikahanku dan Celline. Aku menunggumu." Begitu lah isi pesan yang masuk. Tertulis di sana nama pengirim pesan adalah Nathan. Rachel merasa tubuhnya lemah seketika. Kakinya goyah. Hampir saja ia terjatuh, Jihan dengan cepat memegang tangannya. Menuntunnya kembali ke ruang keluarga dan duduk di kursi. "Ada apa kak? Apa hari ini kakak kurang enak badan?" Terlihat Jihan sangat mengkhawatirkan keadaan Rachel. "Tidak. Aku tidak apa-apa. Aku hanya sedikit pusing tadi. Mungkin karena semalam aku kurang tidur." Jawab Rachel berbohong pada Jihan. "Apa tidak sebaiknya kakak hari ini minta lib
Semua mata tertuju padanya. Gadis tinggi dengan body yang sempurna. Memakai gaun merah, terang, dan ketat panjang kaki. Dengan belahan mencapai paha. Kerah berbentuk V dan menampilan belahan dada yang membuat mata lelaki pasti tak mau melepaskan pandangannya. Rambut ikal di gerai kesamping sepanjang dada. Tak lupa anting panjang se bahu berbentuk kepakan sayap burung merak. Di tangannya ia menenteng sebuah tas kecil berwarna gold dengan gliter mewah. Tak menyangka menjadi pusat perhatian, Rachel menjadi salah tingkah. Ia mendehem untuk menghilangkan ke gugupannya. Lalu berjalan menuju salah satu meja yang ternyata disana juga berdiri seorang pria tua yang biasa ia jumpai di restoran di kota S. Nathan menatap tajam pada Rachel. Ia benci karena kecantikan Rachel menjadi tontonan semua orang hari ini. Dia tidak rela berbagi sedikitpun dengan orang lain. Hanya dia yang boleh melihat aura cantik yang ada dalam diri Rachel ini. Dia marah pada Rachel. Nathan b
Di tempat pernikahan itu, Celline tersenyum puas. Ia sangat yakin bahwa orang bayarannya telah berhasil memperkosa Rachel yang sudah di berinya obat perangsang. Tentang ke tidak hadiran Nathan di penutup acara, Celline hanya menganggap Nathan memang sengaja pergi lebih awal mengingat ia yang melakukan pernikahan ini dengan terpaksa. Tidak terfikirkan olehnya bahwa saat ini Nathan telah menggantikan posisi orang bayarannya untuk tidur bersama Rachel. "Sayang, selamat atas pernikahanmu. Mami doakan semoga kalian selalu bahagia." Sapa Jeny saat menghampiri Celline. Celline memasang senyum palsu pada mertuanya itu. "Tentu saja. Terima kasih Mam." Mereka berpelukan dan melakukan cipika cipiki ( cium pipi kanan cium pipi kiri ). "Akhirnya Mami punya menantu yang cantik dan sempurna sepertimu. Pasti Nathan akan sangat bahagia, iya kan Pi?" Lanjut Jeny lagi dan membawa Frans ke dalam pembicaraannya. Frans yang awalnya diam, hanya berkata "Ya, semoga kalian ba
"Sayang, sepertinya kau sangat agresif malam ini. Beruntung tadi aku menemukanmu tepat waktu." Nathan membelai lembut pipi Rachel. Rachel di bawah pengaruh alkohol dari anggur yang di minumnya saat di pesta dan ternyata sudah di campur obat perangsang dosis tinggi, tidak lagi mengingat semua permasalahannya dengan Nathan. Bahkan mungkin dia tidak sadar apa yang dilakukannya saat ini. Rachel mempimpin permainan. Dia mencium leher Nathan dengan sangat bergairah. Kecupan dan jilatan bergantian, semakin turun hingga ke dada Nathan yang sangat kekar dan penuh dengan bulu. Lama Rachel memainkan bibir dan lidahnya disana. Nathan memejamkan mata menikmati sentuhan Rachel. "Oh shit, kau sangat mahir." Nathan terus mendesah hingga ciuman Rachel sampai pada perutnya. "Ooohh... sayang. Cepat lakukan itu. Aku menginginkannya." Pinta Nathan. Rachel perlahan membuka gesper, kancing dan resleting celana yang di kenakan Nathan. Dia meluncurkan celana itu ke ba