Setelah lelah bermain, Frans dan Jeny kembali duduk di kursi. Di ikuti oleh Key yang sudah membawa segelas ice cream.
"Key, dari mana kau dapatkan itu?" Tanya Rachel heran.
"Nenek memberikannya padaku, aku sangat haus tadi. Nenek menyiapkan banyak makanan untukku, Mom." Dengan sangat antusias Key memberi tau Rachel.
Jeny terlihat agak grogi dengan penjelasan Key. Frans lah yang selalu cepat tanggap menyelesaikan hal-hal kecil seperti ini.
"Tak perlu malu untuk mengakuinya, sayang. Mami memang sengaja menyiapkan banyak jenis makanan dan minuman untuk menyambut kalian datang. Terutama Key. Mami ingin membuat Key betah bermain di sini. Bukan begitu, sayang?"
"Ehm.. iya benar. Mami ingin Key betah di sini. Jadi dia bisa berkunjung kapan pun yang dia mau. Atau dia juga bisa menginap di sini, jika... Ibunya mengizinkan." Ucap Jeny dengan penuh perjuangan menyebut Rachel dengan kata Ibunya.
"Tentu saja, jika Key ingin main ke sini, aku
Saat malam hari, Rachel sudah bersikap seperti biasanya. Seakan telah melupakan semua kejadian di rumah tua siang tadi. Rachel tampak sedang sibuk mengunyah puding-nya sambil menonton televisi. Key dan Jihan sudah tidur lebih awal, setelah selesai makan malam. "Sayang, apa yang kau makan?" Sapa Nathan yang berjalan ke arah Rachel. Rachel menoleh saat melihat Nathan sudah duduk di sebelahnya. " Ini puding mangga yang di buatkan Jihan tadi siang saat kita ke rumah tua." "Apa kau masih lapar?" "Tidak. Setelah menghabiskan ini, kurasa mataku akan mulai mengantuk karena perut yang kekenyangan." Jawab Rachel dengan menyuap potongan puding terakhir yang ada di dalam mangkoknya. "Ya, baik lah. Jika kau masih lapar, aku akan mengajakmu keluar untuk mencari sesuatu yang enak di makan." Tawaran Nathan sama sekali tidak menggoda bagi Rachel untuk saat ini. "Terima kasih, kurasa lain kali saja. Lagi pula, kau besok akan ada pertemuan dengan klien d
"Selamat pagi Papi dan Mami." Sapa Key saat melihat Nathan dan Rachel menarik kursi di ruang makan. "Selamat pagi kembali, sayang." "Selamat pagi, Tuan Putri." Jawab Rachel dan Nathan bersamaan. Jihan sibuk menyiapkan bekal yang akan di bawa oleh Key ke sekolah. "Jihan, biar aku yang mengantar Key hari ini." Titah Rachel. "Tapi kak, bukan kah kakak harus lebih banyak ber istirahat?" Jihan ragu untuk mengiyakan tawaran Rachel. "Aku sudah sembuh. Aku bisa sesekali mengantar Key ke sekolah. Agar badan dan pikiranku tidak terlalu terkekang di mansion ini." Jawab Rachel bercanda sambil tersenyum. "Kalau begitu, aku akan meminta Tuan Roy untuk bersiap-siap." Kata Jihan lagi, namun langsung di larang oleh Rachel. "Tidak... Tidak perlu. Aku akan pergi dengan motor hari ini." Rachel terlihat sedikit gugup saat ini. "Sayang, biarkan Roy yang mengantar seperti biasa. Kau boleh ikut dengannya jika memang kau bosan berada di
"Roy, kau bawa Key bersama pengasuhnya itu kembali ke kamar. Awasi mereka. Jangan sampai kau lengah, atau kau akan kehilangan kepalamu kali ini." Nathan serius dengan ucapannya kali ini. Roy bergidik ngeri. "Baik, Boss." Kemudian menuntun Key dan Jihan kembali ke kamar mereka. Saat ini, Jihan terpaksa harus sekamar dengan Key sampai situasinya aman. Agar Roy lebih mudah mengawasi keduanya. "Kau, ikut aku ke kamar." Nathan menarik tangan Rachel dengan paksa. Ia mencengkram pergelangan tangan kekasihnya itu dengan amat keras. Rachel meringis kesakitan. "Lepaskan tanganku! Aku bisa berjalan sendiri. Kau tidak perlu menyeretku seperti binatang." Pekiknya berusaha melepaskan cengkraman Nathan dari tangannya. "Diam lah. Binatang akan bersikap baik dan menurut jika mempunyai Tuan yang sayang padanya. Kurasa, kau jauh tidak berperasaan di bandingkan dengan binatang." Hardik Nathan dengan kasar. Rachel tak menyangka, Nathan sanggup berkata sekeja
Nathan kembali berjalan menuruni anak tangga. Sambil mencoba merenungi dan mencerna perkataan Rachel tadi. "Kenapa dia mengatakan hal itu? Dia terdengar sangat takut, jika Mami membawa Key. Apa mungkin Mami mengatakan sesuatu padanya? Aku yakin Rachel tidak akan bertindak nekat seperti itu jika tidak ada seseorang yang berusaha memprovokasinya. Mungkin kah itu Mami?" Nathan berkata pada dirinya sendiri sambil terus berjalan ke kamar penyimpanan anggur. Nathan mengambil sebotol anggur yang harganya sekitar tiga puluh jutaan. Hanya jenis anggur biasa, yang dia minum saat pikirannya sedang buntu karena sebuah masalah yang belum terselesaikan. Seperti saat sekarang ini. Nathan meminum anggur itu langsung dari botolnya. Ia menengguk anggur seperti minum air putih biasa. Pikirannya kacau, hatinya terluka dan terlebih lagi ia tidak tau bagaimana cara untuk meyakinkan Rachel. Bahwa tidak akan ada yang bisa merebut Key dari dirinya. Mereka bisa hidup bahagia bertiga.
Setelah menunggu hampir dua jam, Nathan melihat tangan Rachel yang mulai sedikit bergerak. Dia dengan cepat mengelus punggung tangan Rachel itu. "Emm.. di-dimana aku?" Tanya Rachel perlahan membuka matanya. "Kau di kamar kita, sayang. Masih di dalam mansion kita." Jawab Nathan lembut sambil membelai kepalanya lembut. Rachel yang melihat Nathan di hadapannya, seketika teringat sikap dan kata-kata kejam yang di lakukan Nathan tadi malam. Rachel memalingkan wajahnya dari Nathan. "Kenapa kau ada di sini? Dimana putriku?" Tanya Rachel tanpa melihat ke arah Nathan. Nathan menyadari arti dari sikap Rachel saat ini. Dia sama sekali tidak marah, bahkan dia mengutuk keras tindakan bodohnya tadi malam. Ia yakin, saat ini Rachel pasti sangat marah padanya. "Key sedang makan siang bersama Jihan. Tadi Jihan sudah membuatkan bubur untukmu, aku akan mengambilnya dan akan menyuapimu makan. Oke?" Tanya Nathan masih dengan sikap lembutnya.
Nathan telah selesai menyuapi Rachel makan. Saat ini, Key juga berada di kamar itu menemani Rachel. "Apa Momy sudah kenyang?" Tanya Key yang ikut berbaring di samping Rachel. "Sudah, Nak. Momy sudah merasa lebih kuat sekarang. Apa lagi ada Putri cantik kesayangan Momy di sini. Itu membuat Momy lebih cepat pulih." Rachel tersenyum dan mengecup kepala putrinya. "Terima kasih, Mom. Karena sudah bertahan demi Key." Ucap Key sendu. Tidak biasanya gadis kecil ini mengucapkan kata-kata yang melankolis. Rachel hanya memeluk putrinya dengan sebelah tangan. Berulang kali ia mengecup kepala Key. Tentu saja hal itu membuat Nathan menjadi sedikit iri, karena dia seperti dianggap tidak ada di sini. Dengan wajah kesal yang di buat-buat, Nathan melakukan protes, "Jadi apa arti keberadaanku di sini? Kenapa kalian hanya bicara berdua, antara ibu dan anak. Ingat! Aku ayah yang butuh perhatian juga saat ini." Rachel dan Key menahan tawa agar tidak terbaha
Hari ini Rachel sudah kembali sehat dan bugar. Setelah dua hari dia tak pernah meninggalkan kamarnya. Pagi ini Rachel sangat sibuk menyiapkan diri. Nathan yang sudah menunggu lebih dari satu jam tidak sabar lagi dan mencoba bertanya. "Sayang, sebenarnya apa yang ingin kau pakai? Dari tadi kau hanya memegang semua pakaian itu tanpa mencobanya langsung." "Aku bingung, harus memakai pakaian yang mana. Aku ingin terlihat sebagai wanita yang cantik dan elegant di depan orang tuamu. Tapi aku juga harus memakai pakaian yang sopan." Rachel menjelaskan kegundahan hati yang sejak tadi menderanya. "Sayang... Apa pun yang kau kenakan, kau selalu terlihat canti dan berkelas." Nathan memegang kedua sisi bahu Rachel. "Semua laki-laki akan berkata seperti itu, karena mereka malas menunggu wanitanya berdandan." Rengut Rachel, lalu kembali dengan aktifitas pilih memilih pakaiannya. "Honey.. percaya lah padaku. Aku rela menunggumu berjam-jam asal kau tau.
Waktu terlalu cepat berlalu. Tak terasa, besok adalah hari pernikahan Nathan dan Rachel. Saat ini Rachel hanya duduk di atas ranjang kamarnya. Ada Bella dan Key juga bersamanya. Sementara Jihan tengah sibuk membuatkan persiapan makan siang untuk menjamu orang tua Nathan yang akan datang ke mansion ini untuk pertama kalinya. "Aku sungguh tidak pernah menyangka, bahwa akhirnya hari bahagia ini datang juga dalam hidupku." Ucap Rachel dengan mata berkaca-kaca. Bella menatap sahabatnya dengan sendu. Dia tau, tidak mudah bagi Rachel untuk akhirnya sampai di titik ini. Dia bahkan melewati berbagai tindakan kriminal belum lama ini, kekerasan dan ancaman tak luput dari hari-harinya bersama Key. Melihat Rachel berjuang dan bertahan sejauh itu, hati Bella seakan ikut merasakan sakit. Saat ini, hari bahagia yang telah tertunda selama delapan tahun akhirnya akan tiba. Bella adalah orang pertama yang bersorak bahagia mendengar kabar ini. Dialah saksi perjuangan cinta Rache