Share

Bab 2

Bab 2 

Selesai bekerja aku bergegas untuk segera pulang ke kontrakanku yang minimalis, Ibu pasti sudah menunggu.

Jarak kontrakan dengan tempatku bekerja tidak terlalu jauh, aku hanya perlu berjalan 15 menit. 

"Ki...," aku menoleh.

Ternyata si Pram yang memanggil. Pram adalah teman sekaligus seorang Kakak bagiku. Dia selalu ada saat aku butuhkan, dia yang selalu membantu aku dan Ibu di saat kesulitan. 

"Ehh, kamu mau kemana Pram?" 

"Nunggu kamulah,"

"Ngapain nunggu aku? Emangnya ada perlu apa?" 

"Aku kangen aja sama kamu,"

"Apaa?" 

"Ahh, enggak.. aku hanya kebetulan lewat aja ko." 

"Huhh..dasar aneh." 

"Ki, nanti malem berangkat kuliahnya aku antar ya," 

"Nggak usahlah Pram, nanti merepotkan." 

"Nggak ko, Ki, kan aku yang mau mengantarkan kamu. Mau ya?" 

"Oke, aku tunggu kamu di rumah jam tujuh. Jangan sampai telat ya." 

"Oke cantik. Aku temenin sampe rumah ya.." 

Ada-ada saja memang si Pram ini, dia selalu berbuat aneh dan selalu membuat aku tersenyum sendiri karna ulahnya. 

Kami jalan beriringan, sepanjang perjalanan Pram selalu menghiburku. Selalu ada saja celoteh yang keluar dari mulut Pram. 

"Pram.." 

"Apa kamu tahu tentang Ayahku?" tanyaku serius. 

"Ko tumben kamu bahas ini. Kenapa tidak kamu tanya Ibu aja?" 

"Kalo aku tanya Ibu itu percuma Pram, Ibu ga akan mau cerita sama aku." 

"Aku pun sama." 

"Praaaam, ko kamu gitu sih sama aku." 

"Jangan manyun gitu dong, nanti cantiknya ilang lhoo." 

"Aku nanya serius sama kamu, malah kamu becanda gitu jawabnya," 

"Nanti akan ada saatnya kamu tau, Ki. Udah sana masuk, Ibu udah nunggu tuh di dalam." 

Tak terasa memang sudah sampai kontrakan, Pram pergi setelah mengantarkanku sampai depan pintu kontrakan. 

"Assalamualaikum, Bu." 

"Waalaikumussalam, Ki, kamu sudah pulang Nak?"

Aku lihat Ibu sedang memasak di dapur, tak segan aku menghampirinya. Tak lupa pula aku mencium takzim punggung tangannya. 

Meskipun aku lelah bekerja, aku juga harus membantu Ibu memasak. Ini hal yang menyenangkan bagiku, memasak dengan Ibu merupakan kegiatan aku setiap hari sepulang bekerja. 

Aku selalu menceritakan bagaimana pekerjaanku hari ini kepadanya, bertukar cerita selama kami sibuk dengan kegiatan masing-masing. 

Ibu bukan hanya duduk berdiam diri saja di rumah, namun Ibu juga membantuku untuk mencari uang. 

Meskipun Ibu tidak muda lagi, namun semangat Ibu luar biasa. Dia yang sudah merawat dan membesarkanku seorang diri. Bekerja keras hanya untukku. 

Sesulit apapun hidup ini, tak pernah aku mendengar Ibu mengeluh. 

"Gimana dengan Si Bos nyebelin kamu, Ki?" 

"Gimana apanya Bu? Dia tetap aja nyebelin setiap hari." 

"Jangan terlalu benci Ki, nanti kamu cinta." 

"Apaan sih Bu, Kirana ga mungkin Cinta dengan makhluk dingin dan angkuh seperti dia Bu." 

"Buktinya dia selalu membuat kamu dekat dengannya, kamu ga sadar apa, Ki?" 

"Sadar gimana maksud Ibu?" 

"Ahh sudahlah nanti kamu akan tau maksud dari setiap perbuatan yang dilakukan oleh Si Bos nyebelin kamu itu. Lebih baik kamu mandi sana." 

"Yaudah aku mandi dulu ya Bu." 

'Aneh, ga ditempat kerja ga di rumah mereka selalu saja membicarakan Si Bos nyebelin itu. Cinta..cinta.. dan cinta.

Ga mungkin kan Si Bos nyebelin itu bisa suka sama aku, dan aku ga mungkin jatuh cinta dengannya.' 

Selesai mandi aku dengar ponsel berdering, Ternyata Pram yang menghubungi.

Pram hanya menanyakan aku sudah makan atau belum, lantas memutusakn sambungannya. 

Ada-ada saja tingkah Pram, dia selalu menanyakan hal yang tak penting seperti itu.  

Selesai makan malam, aku bersiap untuk pergi kuliah. Aku mengambil kuliah malam agar tidak menggangu pekerjaan. 

Ternyata Pram sudah menungguku di luar, menepati janjinya untuk tidak telat menjemput.

"Bu, aku berangkat dulu ya." Aku cium takzim punggung tangan Ibu, dan Pram pun melakukan hal yang sama terhadap Ibuku.

"Hati-hati ya, Nak." 

"Ibu tenang saja, kan sudah ada Pram yang mengantar," ucapku sembari melirik Pram, dia hanya tersenyum menanggapi ucapanku. 

Pram memberikan kode agar aku segera naik ke motor tuanya itu. 

"Semoga aja ga mogok di jalan ya." 

"Kamu tenang aja, Ki." 

"Pegangan dong, Ki, ke sini pegangan nya." Pram menarik tanganku untuk melingkarkan tangan ini ke perutnya. 

Refleks dadaku berdegup dengan kencang, ada perasaan yang tak menentu hadir secara tiba-tiba. 

'ada apa denganku?' 

"Jangan grogi gitu Ki, aku bisa merasakan degup jantung kamu yang berdebar."

Pram menggodaku, aku yang tersimpu malu mendengar ucapannya. Lantas melepaskan peganganku padanya. 

Namun Pram malah menarik tanganku untuk lebih dekat dengannya.

"Kalo kaya gini kan romantis," bisik Pram.

Aku hanya diam tak menanggapi ucapan nya, aku sudah dibuat mati kutu di belakangnya dan masih saja Pram menggodaku. 

Pram dengan sengaja melajukan motornya dengan lamban. 

"Aku bisa terlambat kalo selamban ini Pram, bisa lebih cepat lagi ga?" protesku pada Pram

"Baiklah permaisuriku." 

Akhirnya sampai juga di kampus. Aku pergi meninggalkan Pram tak lupa mengucapkan terimakasih kepadanya. 

"Aku akan menunggumu." Ucap Pram saat aku berlalu. 

Tak ku hiraukan ucapan Pram karna aku telah terlambat, biarlah kalau dia mau menunggu. Toh aku hanya dua jam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status