"Setelah menggabungkan semua informasi yang kita peroleh, sepertinya Harsya di bawa ke kota XY di sana juga terdapat pegunungan yang terkadang di kunjungi pendaki namun sudah 2 tahun ini banyak binatang buas yang menyerang para mendaki menyebabkan hanya sedikit pendaki yang mau mendaki ke sana dan laporan yang anak buah saya peroleh dari gunung tersebut adalah banyak orang beberapa hari ini mengunjungi gunung tersebut dengan alasan mendaki namun mereka tidak seperti pendaki pada umumnya." Jelas Fajar panjang lebar, lelaki itu berusa menganalis semua data yang ia dapatkan. Fajar tidak dapat gegabah untuk saat ini karena bila ia gegabah sedikit saja maka nyawa Harsya akan menjadi taruhannya.
"Malam ini juga pa kita ke sana." Ucap Arora khawatir dengan keadaan sang putri karena hampir seharian anak semata wayangnya tidak di temukan.
"Tanpa persiapan yang matang hanya akan membuat kondisi Harsya lebih membahayakan ma." Aldrich berusaha memberikan penjelasan kepada istrin
"Akhirnya aku bisa mendapatkan gadis yang sangat menjijikkan itu, apalagi selama ini sikap sok yang di milikinya itu membuat diriku muak," ucap seorang gadis sambil menyesap gelas whisky yang ada di tangan kirinya." Sikapnya yang awalnya sok menjadi gadis lemah itu sangat menjijikkan dan pada akhirnya ia menunjukkan sikap aslinya namun mengapa semua orang tetap menyukai gadis munafik itu. Awalnya aku mengira ia gadis yang sangat baik namun ternyata tidak, ia sama menjijikkannya sama seperti yang lain. Ia tau bahwa aku menggilai Fajar namun dengan sikap jalangnya itu ia juga menjebak orang yang aku sukai dan Fajar dengan bodohnya malah takluk dengan wanita rendahan itu!" Gadis itu memandangi foto Harsya yang kini penuh dengan bekas tusukkan, foto gadis itu terletak di sebuah boneka dan boneka tempat menempelkan foto itu pun ikut hancur karena terkena tusukan pisau juga."Tenang sayang, sekarang kita telah berhasil menangkap wanita murahan itu," ujar seorang lelaki berkaos hita
Saat itu ketika berumur 6 tahun Mega sangat berharap ia di adopsi, ia sudah muak hidup seperti serba kekurangan di panti asuhan itu dan sepertinya doanya yang tulis itu dikabulkan oleh tuhan.Ibu panti memberitahu untuk segara bersiap-siap karena ada pasangan kaya yang akan mengadopsi dirinya dan membuatnya terlepas dari panti asuhan yang sangat menyiksa dirinya."Mega kamu dandan yang cantik ya soalnya nanti ada yang mau adopsi kamu." Terang Ibu panti ketika melihat Mega sedang bermain ayunan sendirian di bawah pohon rindang yang ada di belakang panti asuhan tersebut."Ibu serius ada yang mau jadiin Mega anak mereka?" Tanya Mega kecil dengan mata berbinar-binar, gadis itu sedari dulu mendambakan keluarga yang sangat hangat. Ia sangat iri dengan teman-teman yang telah di adopsi dan hidup bahagia tidak seperti dirinya yang masih saja menghuni panti bobrok itu."Iya sayang jadi sekarang kamu siap-siap yang cantik ya." Ibu panti tersebut mengelus kepala Mega
Saat itu perhatian semua orang tertuju kepada gadis yang bernama Harsya Pradigta, gadis itu sangat mencolok kerena mempunyai tubuh yang jangkung bak seorang model dan rambut yang coklat hampir bewarna kuning pirang.Harsya sekolah di sekolah biasa, wajar saja bila penampilannya merebut perhatian banyak murid saat itu apalagi ia sangat ramah memamerkan senyum manis yang ia punya kepada siapapun yang menyapa dirinya.Mega tau bahwa gadis itu adalah Harsya Pradigta, orang yang paling ia benci sedari kecil namun ia ingin berteman dengan gadis itu agar ia dapat mencuri semua perhatian yang gadis itu ambil darinya. Harsya hanya seorang pendatang baru di daerah itu namun ia sudah mengambil semua perhatian yang selama ini Mega punya.Sama halnya dengan gadis munafik lainnya, Harsya berteman dengan siapa saja yang terkadang anak-anak lelaki di SMA itu menyebut Harsya sebagai bidadari tak bersayap yang semakin membuat Mega membenci dirinya.Semua orang yang Mega su
"Selamat malam bos," sapa anak buahnya ketika Mega sampai di tempat tujuan. Bangunan tua itu nambak begitu menyeramkan di malam hari apalagi penerang sangat minim di sana. "Di mana gadis itu?" tanya Mega tanpa basa-basi, ia ingin segera melihat raut wajah ketakutan di wajah wanita yang paling ia benci itu. "Di dalam bos, ruangan lantai dia. Bagus yang akan menunjukkan jalannya," jawab Bambang dengan hormat, ia memberikan kode kepada Bagus agar memimpin jalan untuk Mega karena bangunan tua itu lumayan luas karena dulu bangunan tua itu di gunakan sebagai pabrik pembuatan teh namun perusahaan yang menaungi pabrik teh tersebut bangkrut. Menyebabkan ia harus memphk seluruh karyawan dan Mega membeli bangunan tua itu dengan harga yang murah karena perusahaan sangat membutuhkan uang untuk membayar segala hutang mereka kepada bank. "Di mana gadis itu?" Mega bertanya kepada Rizki yang berada di depan sebuah ruangan. "Ada di dalam bos," jawab Rizki dengan senyum
"Kau tau? Tempat yang kau miliki sekarang itu sebenarnya adalah tempatku dan kau mencuri segala yang aku mau." Mega berhenti sejenak ia terlihat sangat puas melihat mahakaryanya di wajah Harsya, sekarang Harsya sudah layaknya zombie yang ada di film-film. Darah menetes dari wajah cantiknya yang kini sudah mulai hancur akibat ulahnya. Mega adalah gadis cantik yang sebenarnya adalah spikopat, ia sangat senang menyiksa korbannya dengan perlahan. Mega menganggap torehan luka di tubuh korbannya adalah sebuah karya yang sangat indah karena tidak semua orang mampu berbuat seperti dirinya. "Wow karyaku sangat bagus sekali untuk dirimu" Mega tertawa dengan begitu bahagia. "Ternyata darahmu juga begitu manis." Mega menjilat sisa darah yang ada di silet yang ia gunakan untuk memahat karyanya pada wajah Harsya. "Sepertinya tanganku sudah lelah jadi aku lanjut saja ya ceritanya." Gadis iblis itu mendudukkan pantatnya di sofa yang ada di hadapannya Harsya. "Jadi saat itu h
Kini waktu telah menunjukkan pukul 05.03 pagi, tandanya sudah sehari Harsya hilang dan keluarganya masih belum mampu menemukan keberadaan di mana gadis itu kini berada.Tit...tittt...tittt...Getaran dari ponsel Aldrich membangunkan pria paruh baya itu dan Fajar yang juga tertidur di samping dirinya, kedua lelaki itu tidak sengaja tertidur di ruang kerja Aldrich. Mereka terlelap kelelahan karena tidak kunjung menemukan titik terang keberadaan Harsya yang sebenarnya."Siapa om?" tanya Fajar sambil mengucek-ngecuk matanya, ia tertidur lebih kurang selama sejam."Har-sya..." ucap Aldrich pelan, ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat."Ada apa om?" Fajar semakin bingung apalagi ia mendengar tadi Aldrich bergumam kecil menyebut nama gadis yang ia cintai."Ini bukan Harsya kan?" Aldrich tidak percaya dengan apa yang ia lihat, ia memberikan handphone kepada Fajar agar lelaki itu meyakinkan dirinya bahwa foto yang ia lihat bukanlah putrinya yang
"Aku ikut mas," Arora mencegat suaminya yang hendak pergi. Wanita itu sudah tau bahwa suaminya sudah menemukan titik terang di mana keberadaan putrinya tercinta."Fajar kamu keluar aja duluan, om mau ngomong sama tente kamu." Usir Aldrich secara halus kepada Fajar, lelaki paruh baya itu ingin berbicara berdua saja dengan istrinya."Siap om, sekalian aku mau mastiin kalo rencana yang kita atur di ingat oleh mereka, duluan ya tante, om." Pamitnya kepada kedua pasangan itu."Ma dengerin aku ya, bukannya aku gak mau ngajak kamu tapi situasi saat ini berbahaya ma. Keadaan Harsya lagi tidak memungkinkan untuk dirinya dapat membela diri dan bila mama ikut yang ada konsentrasi papa pecah karena mikirin mama, mama bukan beban tapi saat ini tuuan utama kita nyelamatin Harsya kan?" Terang Aldrich dengan sabar kepada istrinya karena bila ia keras pasti Arora tak mengerti dan berusaha untuk terus ikut dengan cara yang mungkin pada akhirnya melukai dirinya sendiri.Kej
"Ah udah di ujung nih, langsung aja ke ruangan yang ada di ujung!" Setelah mengatakan apa yang ingin ia katakan, Yadi langsung lari ke kamar mandi, ia sudah tidak tahan menahan semua rasa itu. "Harsya?" Dengan langkah tak yakin Fajar berjalan ke ruangan yang di maksud, ia menggunakan nama Harsya dengan lirih sedangkan 2 anak buahnya yang lain sedang asik membagikan makanan dan minuman untuk yang lain. Dengan langkah tak yakin Fajar mendekat ke ruangan itu, ia bertanya di dalam hatinya. Akankah ia siap melihat keadaan gadis yang ia cintai sehancur yang ada di foto? Ah Fajar tak yakin namun ia harus segera memasuki ruangan minim cahaya itu. Degghh... Hati Fajar berdesir ketika melihat pemandangan dari luar pintu ruangan itu, ia melihat seorang wanita dengan rambut yang di potong acak-acakan duduk terkulai di sebuah kursi tua dan dari kejauhan ia dapat melihat betapa buruknya penyiksaan yang dialami wanita itu. Dengan langkah pasti Fajar measuki