~Di dunia ini tidak mudah untuk berhadapan dengan yang berduit~"Pak! Ini bayi kita bawa kemana?" tanya Ibunya Danar pada suaminya."Kita jadikan sandera. Lewat bayi ini, kita ancam itu papanya Delia untuk mencabut tuntutan pada Danar. Kalau berhasil. Danar anak kita bisa bebas.""Bapak pintar! Kita bisa tumbalkan itu Sagita. Sukurin dia. Yang penting anak kita Danar selamat dulu.""Iya Bu. Benar itu. Sagita mah tinggal sebatang kara di dunia ini. Kalau dia masuk ke dalam penjara mana ada yang sedih. Beda sama kita. Kalau Danar masuk ke penjara, kita berdua pasti sangat sedih.""Iya Pak. Bapak benar."Kedua orangtua Danar membawa bayi Delia ke tempat yang dimana tidak ada yang tahu tempat itu kecuali mereka. Mereka menganggap bayi itu aman. Padahal bayi itu terus saja menangis sejak tadi. Mereka tidak peduli jika bayi itu butuh asi dari ibunya.Sementara itu, Yoga terlambat datang ke rumah sakit. I
~Kita tidak mau tangan orang yang kita cintai kotor dengan perbuatan jahat. Itu pasti. Sebab cinta murni tidak bersanding dengan kejahatan~Yoga sampai di sebuah rumah sakit dimana tempat Delia dirujuk. Ia bahkan sudah bisa melihat Delia dari kejauhan. Delia diletakkan di sebuah ruangan VIP. Sayangnya Yoga hanya bisa melihat Delia dari kejauhan. Ia tidak diizinkan mendekat dari para pengawal yang menjaga Delia."Pak! Saya ini teman dekatnya Delia. Bapak akan sangat menyesal kalau melarang saya masuk." Yoga berusaha meyakinkan."Saya hanya dititipi pesan seperti itu. Siapapun tidak boleh mendekati ruangan Nyonya Delia. Kamu silakan pergi. Jangan cari masalah di sini."Berkali-kali Yoga mencoba. Berkali-kali juga ia gagal. Yoga kesal sekali, jika tadi dia tidak bisa melewati para polisi yang berjaga, sekarang dia tidak bisa melewati pengawal Delia. Hari ini langkah kakinya benar-benar seperti dibatasi. Yoga benar-benar tidak menyuka
~Mendesak orang yang bersalah terkadang memang lebih sulit dari yang dibayangkan~Gedubraak!Pintu ruangan rumah sakit itu terbanting dengan keras. Seseorang yang tengah tidur terbangun dan langsung terduduk di dipan rumah sakit yang sedari tadi hanya ditidurinya.Yoga masuk melangkahkan kakinya. Ia melihat seorang teman lama yang entah masih bisa disebut sebagai teman atau tidak. Danar. Ia melihat ke arah Yoga dengan tatapan sinis."Hmmm. Tempat lama datang. Hai kawan. Apa kabar?" Danar bertanya sambil menyunggingkan senyuman. Wajahnya sedikit lebam karena bukan karena luka yang kemarin belum sembuh. Namun, luka yang ditambahi oleh orang suruhan Papanya Delia. Mereka mendesak Danar memberitahu dimana orangtuanya membawa bayi Delia."Diam Danar. Aku ke sini bukan untukmu. Sungguh. Aku bahkan tidak peduli lagi apakah kau masih hidup atau sudah mati. Kau dan kedua orangtuamu sama saja. Sama-sama jago membuat huru-hara."
~Di dunia ini, lebih baik jadi orang yang terlalu baik, daripada menjadi orang yang terlalu jahat~Malam itu, Cika dan Risa tidak bisa tidur. Mereka ngeri membayangkan Sagita yang harus tidur di dalam sel penjara. Cika bahkan sampai menangis. Ia menyesal kenapa harus membiarkan Sagita keluar dari dalam taksi saat mereka bertiga menuju ke rumah. Andaikata kala itu Cika dan Risa tidak membiarkan Sagita pergi. Maka Sagita pasti tidak akan bertemu dengan Delia dan tidak akan terlibat dalam situasi rumit seperti sekarang."Kita terlalu bodoh. Kenapa kita tidak langsung memaksa Kak Sagita untuk pulang? Kita keterlaluan.""Sudahlah Cika! Jangan lagi disesali. Tuhan tidak suka dengan hamba-nya yang suka berandai-andai. Andai begini, andai begitu, andai seperti ini, andai seperti itu. Lalu, kenapa tidak sekalian kamu berandai, andai kita tidak ikut dalam kemah di bukit cinta. Pasti semua kerumitan ini tidak akan melibatkan kita."Kedua gad
~Dalam kondisi seburuk apapun, tetap yang paling khawatir adalah orangtua~Jidan menutup pintu mobilnya. Ia menendang rodanya, kesal sendiri dengan situasi yang ada sekarang. Malam semakin larut. Ia jelas belum mendapat kabar baik dari Yoga. Jidan melihat ke arah pintu rumahnya. Ada seseorang yang menunggunya di ambang pintu. Papanya."Nak, kamu baru pulang?" tanya Papanya Jidan. Jidan hanya mengangguk. Wajahnya tampak lelah sekali."Papa buatkan teh ya. Ayo masuk dulu. Kamu pasti capek."Papa Jidan melangkah masuk ke dalam dapur. Ia membuatkan secangkir teh hangat untuk Jidan. Jidan meletakkan jaketnya di atas sofa. Kemudia dia menjatuhkan badannya begitu saja. Satu tangannya sibuk memijat kepalanya sendiri."Papa dari tadi nungguinnya?" tanya Jidan yang melihat papanya datang dengan membawa secangkir teh hangat."Iya. Mama yang suruh. Kata Mama, Papa enggak boleh tidur sebelum kamu pulang. Ini tehnya, dimin
~Tuhan selalu mengirim orang baik untuk orang baik lainnya~"Hai Kak Git! Apakah kakak baik-baik aja?" Cika berkata dengan nada lemah. Walau ia bersemangat karena akhirnya bisa bertemu dengan Sagita, tetap saja hatinya hancur melihat Sagita dalam kondisi yang menyedihkan seperti sekarang. Jilbab Sagita kusut dan belum lagi bajunya yang lusuh. Hal itu merupakan pemandangan yang sangat menyakitkan di mata Cika dan Risa."Ini kami bawakan makanan nasi Padang untuk Kakak. Kakak pasti suka." Risa menyodorkan bungkusan nasi Padang yang dibawanya. Sagita menghapus air matanya. Ia merasa terharu dengan apa yang Cika dan Risa lakukan. Padahal jelas sekali, Sagita merasa bersalah meninggalkan taksi begitu saja. Seharusnya dia tidak keluar dari taksi dan ikut pulang bersama Cika dan Risa. Jika hal itu terjadi, Sagita pasti tidak akan mendapatkan masalah seperti ini."Kakak minta maaf! Seharusnya kakak enggak...""Cukup Kak! Kami yang minta m
~Orang jahat biasanya akan sulit mendapatkan pekerjaan yang baik, itu sudah hukum alam~Delia membanting pintu kamarnya. Ia tidak peduli dengan badannya yang masih sakit. Badannya memang sakit, tapi rasa sakit itu terkalahkan dengan rasa khawatir pada bayinya."Tenanglah Delia. Anak kamu pasti akan segera diketemukan. Jangan banyak gerak dulu. Tubuh kamu belum pulih." Papa Delia sibuk menenangkan putrinya."Gimana bisa Delia tenang Pa? Bayi Delia enggak ada di tangan Delia sekarang. Dan papa apa percaya sama orangtuanya Danar? Bisa jadi karena dendam mereka malah menyakiti bayiku. Mereka semua harus mendapatkan balasannya. Bahkan termasuk Sagita. Aku menyesal kenapa sore itu harus menemuinya. Selalu saja sial jika aku berurusan dengan Sagita.""Sabar sayang! Sabar! Anak buah Papa sedang berusaha untuk menemukan cucu kesayangan papa itu. Dan masalah orangtua Danar serta Sagita, kamu jangan khawatir. Mereka semua akan mendapatkan hu
~Orang penting dan orang penting saling berteman itu adalah hal biasaPak Bay menatap ke arah Cika dan Risa. Ia lalu tersenyum. Tampaknya jelas ada sebuah gagasan yang muncul di dalam kepalanya."Atau kalian saja yang ikut kerja ke Australia. Masih bisa daftar untuk saat ini. Kalian rekan kerjanya Sagita di kebun kan? Kalian pasti kinerjanya tidak jauh dari kinerja Sagita."Cika dan Risa saling tatap. Bukan ini tujuan mereka untuk datang kemari. Mereka ingin Sagita bisa melanjutkan cita-citanya untuk bekerja di Australia, bukannya malah mereka yang menyerobot peluang Sagita."Enggak Pak. Kita enggak tertarik sekarang. Kitanya maunya Kak Sagita yang pergi. Lagian mana mungkin kami bisa ikut seleksinya. Kami butuh persiapan yang matang Pak."Penjelasan Risa disampaikan dengan sangat jelas. Cika juga mengangguk. Belum ada rencana untuk pergi jauh meninggalkan Indonesia."Kalian yakin? Ini saya tawarkan langsung