Walaupun terasa berat, Reyna melangkahkan kakinya untuk pergi dari rumah kontrakannya. Ia rasa sudah cukup untuk bertahan di kota itu. Karena rupanya, ia tidak mendapatkan kebahagiaan. Perihal kandungannya yang tak akan bisa terus ia sembunyikan, Reyna pun memilih sebuah desa yang saat ini ditinggali oleh paman dan bibinya. Reyna pun meraih ponsel di dalam saku celananya, ia memberanikan diri untuk menghubungi ibunya.Beberapa menit, belum ada jawaban dari ibunya. Namun, ketika Reyna mengulanginya kembali, tak lama panggilan itu pun dijawab oleh ibunya.“Iya, Nak. Ada apa?” tanya ibunya diseberang sana.“Bu, apa aku boleh bicara?” tanya Reyna.“Tentu saja, mau bicara apa?”Reyna pun menghela napasnya, kemudian melanjutkan kembali pembicaraannya.“Tidak melalui telepon, aku ingin bertemu dengan ibu,” jawab Reyna.“Baik lah, kamu datang saja ke rumah Ibu,” jawab ibunya.Reyna pun menyanggupi hal itu, sudah tidak bisa ia sembunyikan lagi tentang kehamilannya itu dari ibunya. Karena ia a
Reyna pun berjongkok di bawah kaki ibunya sambil menangis sesenggukan.“Aku mohon, Bu. Jangan mencarinya, aku bisa sendiri untuk mengurus bayi ini. Reyna kuat dan tegar menghadapi ini semua, jadi tolong jangan mencarinya. Aku sudah melupakan pria itu dan menghapusnya dari ingatan,” pinta Reyna.Melihat Reyna yang memohon seperti itu, hati ibunya menjerit. Ia tak menyangka jika putri kesayangannya harus menghadapi masalah seperti ini. Padahal, sebuah pernikahan sangat diidamkan oleh ibunya. Melihat Reyna menjalin ikatan rumah tangga yang sudah dimimpikan oleh ibunya, namun harus pupus jika Reyna rupanya tak mau bertemu dengan pria yang sudah menghamilinya. Apakah ini sangat adil bagi Reyna, dan apakah ini akan membuat hati ibunya tenang. Benarkah Reyna akan kuat dan tegar menghadapi ini semua, batin ibunya berkecamuk.Tangannya meraih tubuh Reyna dan membuat putrinya itu duduk kembali di atas kursi, mengusap air mata itu perlahan dan memeluk Reyna dengan erat.“Jadi, kamu akan pergi ke
Adrian menatap ke arah Ervan. “Apa maksudmu, Ibu hamil? Memangnya, selain Ibu hamil, orang lain tidak boleh makan?”“Ah, bu-bukan itu maksudnya—““Sudah, belikan aku makanan lain. Aku ingin Fiza,” potong Adrian.Ervan pun mengangguk patuh, ia berlari untuk membeli Fiza pesanan Adrian. Sedangkan pria itu, melahap kembali rujak yang membuat kepalanya sedikit demi sedikit lebih baik. Rasa mual itu pun seketika mereda, entah mengapa tiba-tiba saja Adrian yang jarang sekali menyantap makanan pedas, namun kali ini lidahnya benar-benar menginginkannya.Tak membutuhkan banyak waktu, Ervan pun sudah tiba. Ia terlihat ngos-ngosan, karena mungkin berlari kembali. Namun, belum ada satu jam, Adrian pun menyuruh dirinya membeli makanan lain. Alhasil, ia pun harus ke sana ke mari mencari makanan yang dipesan oleh Adrian.Hingga sore hari, Adrian terlihat menatap langit yang sudah mulai berwarna oranye. Tangannya melonggarkan dasi yang sejak tadi terasa menyesakkan. Sejak tadi, ia hanya sibuk makan da
Beberapa hari berikutnya, Adrian mulai tidak fokus pada pekerjaan. Ia terus saja dibayang-bayangi dengan ketakutan jika Alexander akan mencari Reyna dan wanita itu mengatakan jika ia benar tengah mengandung darah daging Adrian. Walau bagaimanapun, ia dan Reyna pernah tidur bersama, jadi tidak ada yang bisa dipungkiri jika kelak Reyna pun akan mengandung. Akan tetapi, sejak awal Adrian tidak mau tahu dengan hal itu. Ia sudah banyak memberikan jaminan pada Reyna, termasuk menerimanya kembali untuk bekerja di perusahaan Alexander. Namun, ia tetap tidak akan percaya sepenuhnya pada Reyna jika wanita itu akan mengakui keadaannya ketika berhasil ditemukan oleh ayahnya.“Jadi, Reyna benar-benar sudah tidak ada di kota ini?” tanya Adrian pada seorang pria yang ia tugaskan untuk mencari keberadaan Reyna.“Iya, Bos. Sudah tidak ada, bahkan saya sudah mencari sampai pelosok,” jawabnya.Adrian pun terlihat memikirkan sesuatu, jika memang betul Reyna tidak ada. Wanita itu sudah menuruti perminta
Sementara di desa tempat Reyna tinggal saat ini, ia tengah sibuk menjemur pakaian. Karena cuaca pagi ini begitu sangat cerah, hingga ia sangat bersemangat untuk memulai aktivitas.Sejak tadi, bibinya yang bernama Maria menatap keponakannya itu dengan saksama. Setelah kedatangan Reyna ke rumahnya dengan mengatakan keadaannya saat ini, hati Maria tersentuh dan mengutuk pria yang sudah membuat Reyna harus seorang diri mengurus darah dagingnya. Untung saja, Maria adalah wanita yang berkecukupan dan sudah lama menginginkan seorang anak. Jadi, kedatangan Reyna sungguh diterima dengan baik, apalagi suaminya yang begitu bahagia ketika rumah besar itu tidak terus-menerus sepi.“Sudah Reyna, kamu jangan terlalu kecapekan,” ucap Maria sambil meraih pakaian di dalam ember, kemudian menjemurnya.“Ah, bibi. Biar aku saja, lagi pula berdiam diri di rumah sangat membosankan,” ujar Reyna.Maria pun tersenyum sambil meraih tangan Reyna. “Nak, bibi begitu bahagia ketika kamu akhirnya tinggal di sini. Sud
“Sudahlah, tidak perlu ke Dokter. Sudah jelas, jika aku tidak mengandung darah dagingmu, sekarang buka pintu mobilnya,” pinta Reyna sambil meraih kembali handle pintu.Namun, Adrian terlihat melonggarkan dasinya. Kemudian menatap Reyna kembali.“Baiklah, jika kamu sudah yakin. Maka jangan pernah mengatakan apa pun lagi, jika faktanya tak sama jangan pernah meminta apa pun dariku,” pekik Adrian.Reyna pun menyunggingkan bibirnya. “Maaf, Anda siapa? Hanya mantan bos, saya tidak akan pernah meminta apa pun. Jadi, buka pintunya saya harus pulang.”Adrian pun mengangguk, kemudian mengetuk kaca mobil. Tak lama, seorang pria pun masuk dan duduk di kursi kemudi.“Aku akan mengantarmu kembali ke rumah, setidaknya aku berbaik hati sedikit,” ucap Adrian.Mendengar hal itu, Reyna pun berucap di dalam hati. Jika anaknya jangan sampai mewarisi sifat menyebalkan dari Adrian. Cukup sudah ia menahan napas ketika tengah bersama pria itu.Tak lama kemudian, Reyna sudah sampai di depan rumah Maria. Mobil
Semenjak tahu, jika cinta pertamanya ada di desa. Aldo pun semakin intens berkunjung ke rumah Maria, ia selalu bersikap baik dan membawa oleh-oleh ketika berkunjung. Namun, Reyna merasa tidak nyaman dengan kehadiran Aldo, ia sangat tahu apa yang ada di dalam pikiran Aldo ketika intens mengunjunginya.Seperti saat ini, Reyna merasa risi ketika Aldo sudah tiga jam lamanya berada di rumah itu. Padahal, banyak yang harus Reyna lakukan hari ini. Termasuk mengunjungi bidan desa untuk mengecek kondisi kandungannya. Ya, walaupun ia harus lebih waspada ketika datang ke sana, dikhawatirkan ada tetangga yang melihat dirinya berada di sana.Akan tetapi, saat ini Reyna tidak bisa bergerak sedikit pun karena Aldo terlihat masih betah saja."Rey, kamu tidak ada keinginan untuk berkunjung ke sungai yang dulu sering kita datangi?" tanya Aldo.Reyna pun menggeleng. "Aku rasa, itu tidak perlu. Karena kita sudah dewasa dan tidak perlu ke sungai itu.""Tidak untuk berenang, lagi pula aku tidak akan melaku
Keesokan paginya, Reyna dengan terburu-buru ke luar dari dalam rumah dan akan mengunjungi bidan desa.Lebih tepatnya, ia akan datang ke puskesmas yang ada di desa tersebut. Namun, Reyna memakai masker penutup wajah, agar tidak ada yang mengenalinya di sana.Tak lama, ia pun sudah sampai di tempat tersebut. Menatap ke semua arah, takut ada tetangga yang mengenalinya. Karena hal itu sudah pasti akan membuat dirinya jadi bahan gosip di desa tersebut.Ketika sudah masuk ke dalam ruangan periksa, Reyna pun harus tersenyum bahagia, ketika tahu kondisi bayinya sehat. Namun, ia disarankan untuk tidak banyak pikiran dan harus selalu bahagia.Reyna pun diberi vitamin agar kandungannya semakin sehat. "Reyna? Kamu benar Reyna bukan? Ponakannya Bu Maria?" ucap seorang wanita yang tiba-tiba menunjuk ke arah Reyna.Sontak saja, Reyna terkejut. Karena ia baru ke luar dari ruangan poli kandungan.Reyna pun tidak menjawab, ia hanya melangkahkan kakinya untuk menjauh dari wanita tersebut."Itu benar Re