Setelah pulang dari menjenguk makam Adnan, kedua pasangan itu langsung pergi ke kantor ayahnya di mana, Rangga mungkin juga sudah menunggunya di sana.Gilang memarkirkan mobilnya lalu ia melihat Nicha yang sedari tadi diam saja mereka mulai masuk ke dalam lingkungan tempat kerja tersebut.“Iya, aku akan melewati semua ini,” katanya dan langsung membuka pintu, berlari kecil meninggalkan Gilang, tanpa mengatakan apapun.“Hei, Nicha tunggu!” Panggil Gilang menyusulnya.Beberapa orang melihat mereka saat memasuki pintu masuk, di lobby beberapa karyawan yang tentunya mengenali Nicha langsung berbisik dan menatapnya aneh.Tanpa mempedulikan mereka, Nicha berjalan dan menunggu lift terbuka.“Kau harus tenang ya, jangan emosi,” kata Gilang.Nicha hanya mengangguk pelan.Tak perlu menunggu lama, lift akhirnya terbuka dan menampakkan dua orang yang baru saja turun. Namun bukannya masuk ke lift mereka malah saling diam-diaman.Nicha melihat Rangga dan Bella berada di dalam lift tersebut, begitu
“Ayah aku mohon padamu, ini adalah permintaan terbesarku, tolong percaya dan berpihak padaku, ayah.”Semua mata di ruangan itu tertuju pada seorang wanita yang tiba-tiba saja berlutut di kaki ayahnya.Kejadian seperti itu tidak pernah terjadi sebelumnya di kantor tersebut.Beberapa orang bahkan berbisik-bisik pada teman sebelahnya, membicarakan wanita yang sepertinya sudah tak mempedulikan kata orang disekitarnya.Tak jauh dari sana, ada seorang pria yang juga berdiri dan menatapnya iba. Ia sungguh tau perjuangan dari Nicha.“Hentikan itu, kau mempermalukan ayah,” kata pak Faris pelan berusaha agar suaranya tak didengar karyawan lain.Nicha menggeleng. “Aku tidak peduli, aku hanya ingin ayah tidak ikut campur urusan rumah tanggaku, ayah tidak usah terpengaruh pada Rangga, tolong ayah.” Suara tangisan itu terdengar kembali.Pak Faris hanya terdiam. Sejujurnya ada yang tak bisa ia ungkapkan pada anaknya tersebut. Selama ini, Rangga telah bekerja keras untuk membagun perusahaan dari nol
“Ini hasilnya dok.”Setelah beberapa lama waktu mereka menunggu, akhirnya dokter Dwi datang membawa kertas putih yang berisikan laporan atau hasil visum dari tubuh Nicha yang di periksa beberapa hari lalu. Bahkan prosesnya agak lumayan panjang ketika Gilang harus bolak-balik kekepolisian untuk agar polisi memberikan pengantarnya agar dilakukan visum untuk Nicha.Gilang segera berdiri dari duduk nyamannya. Terlihat kilatan matanya jika ia sangat menantikan keluarnya hasil tersebut.Gilang kini mulai membacanya dan tersenyum. “Terima kasih dok, jika tidak ada kau, aku tak tahu harus minta bantuan sama siapa lagi.”“Jangan bicara begitu, aku membantumu karena percaya kalau kau itu berbicara jujur, aku dengar dari teman-teman banyak sekali yang membicarakanmu. Tapi aku tahu, kau tak akan melakukan hal seperti itu.”Dokter Dwi mengelus punggung pria itu.“Ya, terima kasih dok.” Gilang menjabat tangan dokter Dwi.“Ya, semoga urusanmu lancar dan dipermudah ya,” kata pria dengan jas putih ter
Perceraian itu hal yang paling dibenci oleh Tuhan.Ada seseorang yang singgah hanya menjadi ujian bagi kita, tapi ada juga seseorang yang benar-benar ingin menetap dihati kita, itulah yang namanya jodoh.Seberapa jauhnya dan lamanya waktu itu, kita akan tetap bertemu dengannya kembali jika memang ia adalah jodoh terbaik untuk kita.Itulah yang Nicha pahami.Bahwa ia kini sedang dihadapkan dua pilihan. Antara bertahan dengan yang lama tapi menderita atau akhiri semuanya dan menjalani hidup baru bersama orang baru yang selama ini telah ada selalu bersamanya.Tentu semuanya pasti tahu jawabannya, ‘kan?Hari itu tepat selesainya sidang perceraian Nicha dan Rangga. Tak ada persidangan lagi, karena ini telah berakhir. Rangga kalah.Pak Faris hari itu tidak datang ke persidangan, laki-laki tua tersebut memilih tidak bertemu dengan Rangga, bahkan ia telah menyiapkan kejutan dihari Rangga akan kembali bekerja.Ya. Itu adalah surat pemecatannya.Rangga sungguh geram, marah dan merasa dipermaink
BAB 93“Aku ingin meresmikan hari ini.”Nicha mengedipkan kedua matanya lalu natap Gilang dalam. “Hah, apa maksudmu?” tanyanya tak paham.otaknya belum bisa mencerna apa perkataan lelaki itu. “Bisakah kau tinggal sebentar saja di sini, nanti aku akan mengantarmu pulang jam sepuluh?” tanyanya balik.Nicha mengangguk. “Ya, tentu. Tapi apa maksudmu meresmikan?”Gilang tersenyum. Ia perlahan memegang tangan Nicha dengan lembut. “Menurutku selama ini hubungan kita tak pernah resmi, aku tidak bisa mengatakan kau milikku jika Rangga masih berstatus sebagai suamimu, namun mulai hari ini juga, kau akhirnya menjadi seorang wanita yang sendiri lagi, aku legah dan tentunya bahagia. Jadi –“Nicha memperhatikan bicara Gilang dengan seksama. “Jadi?” katanya.“Jadi, emmm.” Gilang melepas kedua tangannya lalu merogoh saku celana hitamnya.Dengan jantung yang berdebar kencang, Nicha menunggu Gilang mengambil sesuatu tersebut.Matanya membulat sempurna ketika ia melihat kotak berbentuk hati berwarna mer
“Maaf, aku tidak melihat teleponmu,” ujar Gilang sembari menangis.Ditatapnya Zia yang begitu kasihan, matanya yang mulai gelas, suhu tubuhnya yang juga mulai dingin belum lagi darah masih jatuh bercucuran di dadanya.Zia menggeleng. “Tak apa, yang penting kau selamat, aku bersyukur,” ujar Zia.Wanita itu bersyukur melihat Gilang masih hidup dan tidak terluka sedikit pun, itu mungkin adalah tujuan akhirnya.Ia tidak menyesal sama sekali telah berkorban dengan nyawanya untuk pria yang dicintainya, meski cintainya tak akan pernah terbalaskan namun ia legah kalau pria itu bersama wanita yang dipercayakannya.Meski dulu Zia membenci Nicha, tapi ia sadar jika hanya Nicha tempat bahagia untuk Gilang. Zia percaya kedepannya bahwa hanya Nicha lah yang dapat membuat hidup Gilang bahagia, nyaman dan damai.Zia rela jika Nicha menjadi wanita sandaran Gilang disaat pria tersebut lelah, Zia rela jika Nicha menjadi tempat ternyaman untuk Gilang pulang, dan Zia rela jika Nicha suatu hari melahirkan
“Kenapa kau sampai melakukan hal sejauh itu, Rangga?”Rangga mengacak rambutnya frustasi. “Aku tidak berniat untuk menembak Zia, percayalah padaku, aku hanya ingin membunuh Gilang!” jujurnya.“Dengan entengnya kau bilang hanya membunuh Gilang?”“Jika tidak ada dia dari awal mungkin semuanya akan berjalan baik.”“Berjalan baik? kau itu sungguh jahat, Rangga!”“Semuanya berawal dari kau, bukan?”Nicha mengangguk pelan, ia masih menatap Rangga dengan kekecewaan. Polisi masih mengawal mereka berdua di belakang sana. Hari ini, Nicha menjenguk Rangga hanya ingin memastikan semuanya.“Sejujurnya target sebenarnya adalah kau namun ditengah jalan rencana tersebut, aku menyadari ada yang tidak beres dengan hatiku, aku dendam namun terus memikirkanmu, aku terlambat menyadarinya kalau perasaanku tumbuh terhadapmu. Sungguh.”Rangga menatap seduh wajah wanita yang ada di depannya tersebut.Nicha membuang mukanya, tak sudi mendengar ucapan menjijikkan dari Rangga.“Kita sudah berakhir,” ketusnya.Ra
“Jika ibu perhatikan, kau belakangan ini sudah mulai memasak di dapur dan masakanmu enak menurut ibu,” puji ibu Hesti.Nicha yang sedang memotong kentang itu tersenyum. “Benarkah bu, itu Gilang yang ajar.”Ibunya mengangguk. “Gilang bisa memasak juga? dia pria hebat.” Nicha mengangkat alisnya lalu kembali tersenyum.“Ya, bu. Dia memang pria serba bisa, dia bisa memasak, bisa melukis, bisa berbicara depan umum, bisa –“ ucapannya terhenti setelah ayahnya lewat dan meliriknya tajam.“Ah.. ya begitulah bu,” lanjutnya kaku dan kembali melanjutkan kegiatannya.Waktu terus berjalan tapi ayahnya masih tidak suka jika nama Gilang disebut di rumah itu, Nicha memanyumkan bibirnya, lagian Gilang tidak melakukan kesalahan apapun tapi kenapa ayahnya begitu sensitif pada pria tersebut.Harusnya ayahnya berterima kasih, tapi Nicha sangat mengenal ayahnya. Pria tua itu memang angkuh, jika sekali ada orang lain yang dia tidak suka akan sangat sulit bagi orang tersebut untuk mengambil hati ayahnya lagi.