Sean tidak tahu harus berkata apa, mendengar Yasmin meminta ijin seperti itu benar-benar melambungkan perasaannya. Sean merasa jika semua telah kembali sesuai dengan keinginannya.“Ya, kamu boleh memanggilku sesukamu.”“Tidak, tidak! Aku lebih nyaman memanggilmu dengan nama itu saja. Aku merasa tidak asing jika memanggil namamu.”Sean menipiskan bibirnya, haruskan dia berkata jika memang hal ini sering mereka lakukan meskipun dalam kemarahan dan cinta yang terpendam?“Kenapa kamu masih berdiri di sana? Apa aku terlihat mengerikan saat bangun tidur?” Yasmin terkekeh, dia lantas membenahi tatanan rambutnya agar terlihat lebih rapih.“Tidak ada yang lebih mengerikan, daripada melihat orang yang aku cintai terluka dan itu karena aku sendiri,” ujarnya dengan tulus.“Betapa beruntungnya perempuan itu,” Yasmin kembali tersenyum.‘Ya, dan perempuan itu adalah kamu.’“Sus, apa aku boleh ke kamar mandi?”“Tentu, silahkan.”Merasa jika Yasmin akan membutuhkan bantuan, Sean lantas mendekat dengan
Yasmin melenguh pelan kemudian memegangi kepalanya yang terasa masih berputar. Bulu mata lentik milik Yasmin mulai bergerak, detik berikutnya dia membuka mata. “Ini di mana?” gumamnya pelan. Yasmin ingat betul, terakhir kali ia ada di rumah sakit dan mengalami sakit kepala setelah berada dalam pelukan Sean. ‘Ini bukan rumah sakit!’ batinnya. Ruangan dengan nuansa putih biru ini membuat Yasmin nyaman, meskipun tempat ini sangat asing. Dengan begitu hati-hati, Yasmin duduk di tepi ranjang dan mulai memperhatikan detail ruangan. Lemari besar, televisi, meja rias dan pendingin ruangan. Kamar ini benar-benar lengkap, membuat Yasmin merasa tidak pantas. Dia hanya bisa mengingat kamar sederhana miliknya di kediaman sang paman dengan ranjang reyot miliknya. “Permisi …! Apa ada orang?” tidak ada satupun yang menunjukkan batang hidungnya. Yasmin berdiri dengan cepat, tenaganya pulih dengan cepat dan tidak ada lagi rasa sakit di tubuhnya. “Yasmin …” “Siapa di sana?” Yasmin menoleh ke bela
Davin susah payah Davin memindahkan sang kakak ke tempat tidur. Tubuh Sean yang hampir sama dengannya membuat dia benar-benar harus memeras keringat. Selama ini Davin hanya sibuk menggendong para wanita dan tidak pernah terbersit dalam benaknya akan melakukan ini. Lelah, Davin akhirnya menjatuhkan tubuhnya tepat di samping Sean yang terlihat gelisah karena pengaruh alcohol dan beban cinta yang dia buat sendiri. Begitu kira-kira Davin mengejek sang kakak. “Ini salah satu alasan kenapa aku tidak mau menikah,” gumamnya pelan. “Selama bisa bersenang-senang, kenapa harus menikah.” Pemikiran dangkal itu membuat Davin masih saja hidup sesukanya, meskipun usianya menginjak kepala tiga. Namun Anggara dan Claretta sama sekali tidak memusingkan hal tersebut, selama putra mereka bisa bertanggung jawab dengan setiap hal yang sudah diperbuatnya. Jika tidak, maka Anggara akan langsung turun tangan tanpa melakukan diskusi. Merasa cukup meluruskan pingganganya, Davin berjalan gontai menuju dapur da
BughBughPutra melayangkan beberapa pukulan telak pada rahang Dody, membuat pria bertubuh gempal itu tersungkur dan melepaskan cengkramannya pada pergelangan tangan Yasmin."Tua bangka tidak tahu diri! Beraninya kau melakukan ini.""Cukup, jangan pukul pamanku. Stop!" Yasmin sedikit histeris saat melihat Putra mengajar Dody sedikit membabi-buta."Bawa dia pergi dari sini! Tapi jangan biarkan dia lepas."Dua pria itu hanya mengangguk dan langsung menyeret Dody keluar dari ruangan Yasmin. Putra dengan cepat mendekati Yasmin dan segera membantunya naik kembali ke atas ranjang.Tidak ada penolakan dari Yasmin saat Putra membantunya."Kenapa kamu bisa sendirian? Kemana suster yang menjagamu?" tanya Putra sambil menaikan kaki Yasmin yang masih bergetar karena ketakutan dengan sikap Dody."Di-dia pergi keluar, paman memintanya untuk keluar membeli makanan.""Hah ..." Putra membuang napasnya kasar. Bisa-bisanya Dody melakukan ini, bahkan dengan begitu teganya dia berbuat kasar. Namun Putra ti
Hari itu, setelah membawa Yasmin ke kediamannya, Claretta meminta anak buahnya untuk mencari paman Yasmin-pria yang sudah menjualnya kemarin malam.Hanya dalam kurun waktu 1 jam, informasi mengenai Dody dia dapatkan dengan begitu lengkap. Bahkan Claretta terkejut saat tahu jika paman dari calon menantu dadakannya adalah seorang penjudi dan tukang main perempuan."Mengerikan! Tapi aku tidak bisa diam saja. Akan terjadi masalah besar jika pria itu mengacau."Claretta bergegas, anak buahnya sudah membuatkan janji dan ternyata Dody sudah menunggu ditempat yang sudah Claretta tentukan.Dalam benak Claretta sama sekali tidak pernah terpikirkan jika akan menemui pria tidak tahu malu seperti Dody, bahkan dengan terang-terangan menunjukkan mata jelalatan nya."Di mana Anda menemukan gadis sialan itu?""Anda tidak perlu tahu! Yang pasti, Yasmin akan menjadi menantu saya dan anda tidak boleh melakukan hal bisa merugikan diri anda sendiri."Claretta menatap Dody dengan jengkelnya. Untuk pertama k
Kondisi Sean pulih dengan cepat saat Claretta mengatakan niatnya untuk membawa Yasmin pulang ke kediaman mereka. Meskipun ini membuat Sean sempat gelisah."Apa Mami sudah mempertimbangkan semuanya?" Sean menatap Claretta dengan serius. "Kita sama-sama tahu kalau kondisi Yasmin masih belum stabil.""Mami tahu dan Mami juga mengerti dengan kekhawatiran mu. Tapi ini akan lebih baik, daripada Yasmin tetap di rumah sakit.""Apa yang Mami katakan memang benar!"Sebelum putranya masuk ke rumah sakit, Claretta bahkan sudah mengatur semuanya. Dia sudah berkonsultasi dengan tim dokter dan beberapa suster yang akan menjaga Yasmin di kediaman mereka.Harapan untuk mengembalikan ingatan Yasmin cukup besar, meskipun demikian dokter tidak bisa memastikan kapan semua akan kembali normal."Mami harap tolong jaga sikapmu," ujar Claretta. "Penyembuhan Yasmin sangat tergantung padamu dan semua orang yang berperan di dalamnya.""Aku akan melakukan apa pun agar dia bisa sembuh. Jika memang dia selalu sakit
“Hai ...” Davin masuk dengan gaya khasnya yang playboy dan menatap Mila dengan nakalnya. “Mas Davin? Ada apa kemari?” Yasmin yang sudah merasa lebih baik mulai bisa kembali membuka diri dan mau bicara. Sikap kasar Dody cukup menyisakan trauma, untung saja dokter pendamping yang disediakan Claretta benar-benar mampu membuat Yasmin tetap baik-baik saja. “Tidak ada, hanya sedang bosan saja menunggu Kakak ku yang sedang di rawat juga.” “Kakak?” Yasmin sedikit penasaran, kakak mana yang dimaksud Davin. “Iya, kakak! Sean, dia adalah kakak ku satu-satunya. “Tu-tuan Sean? Dia kenapa? Apa dia mengalami kecelakaan?” “Tidak! Dia hanya mengalami penurunan suhu tubuhnya karena terlalu lama berendam di malam hari.” Yasmin menarik napas dalam, mendengar Sean ada di tempat yang sama langsung menarik Yasmin untuk menemui pria itu. Pria yang kehadirannya selalu saja membuat Yasmin nyaman, meskipun terkadang membuat bayangan-bayangan aneh bermunculan. “Emmm ... Aku boleh tahu di mana Tuan Sean di
“Apa aku tidak salah dengar?” matanya terbelalak. “Maksudku ... jadi Kakak akan memberikan restu padaku dan Mila?” Davin menunjukkan betapa antusiasnya dia diminta untuk bertanggung jawab atas apa yang sudah dia lakukan dengan suster pribadi Yasmin.“Ya! Aku mengenal Mila dan keluarganya dengan baik. Sayangnya kau justru merusak Mila, Dav!” balas Sean.Yasmin yang mendengar itu bisa bernapas lega, paling tidak Mila tidak perlu takut jika terjadi sesuatu padanya setelah apa yang dia lakukan bersama Davin.“Jadi Mila, apa kamu mau menerima pinangan Davin? Secara tidak langsung, sekarang aku melamarmu untuk adikku ini.” Sean membenarkan posisi duduknya dan menatap Mila penuh harap.“Sa-saya takut, apalagi kalau sampai bapak tahu apa yang saya dan Mas Davin lakukan.”“Jangan pikirkan itu! Kamu hanya perlu menjawab ya atau tidak. Selebihnya itu akan menjadi urusanku.”Untuk sesaat, ruangan VVIP itu hening karena Mila seakan merenungi semua yang telah dia lakukan. Mungkin juga dia merasa ra