"Aduhhh... sakit, sayang! Aduhh.. ampunn..." ringis Izzuddin ketika Syilla menghadiahinya cubitan pedas di pinggangnya.
"Dasar menyebalkan, mentang-mentang pintar, sombongnya minta ampun, makanya ajarin Syilla. Jangan cuma bicara doang tapi nggak di ajarin." Gerutu gadis itu sambil mencebik lucu.
"Mau minta ajarin, hm? Tapi Kakak nggak pintar-pintar amat, tapi kalo minta ajarin panas-panasan diranjang, wah... ayo, hari ini juga Kakak siap, gimana?" goda Izzuddin sedikit, padahal ia hanya menjahili kekasihnya saja.
"Kyaa... dasar mesum, tenggelam sana di lautan... bugh.. bugh.." pekik Syilla geregetan sendiri sambil memukul-mukul lengan lelaki itu dengan brutal.
Si korban pun bukannya meminta ampun malah tertawa berbahak-bahak, sore ini pasangan Zuddilla terisi dengan canda-tawa bersama, membuat yang menyaksikan tawa sepasang kekasih itu iri dibuatnya.
"Syilla." Panggil lelaki itu tiba-tiba dengan nada mengintimidasi.
Deg, seketika gadis itu menegang akan suara tegas nan berat itu, seolah tahu betul ciri khas kekasihnya. Jika sudah memanggilnya dengan suara tegas, serius dan berat seperti itu pasti akan menginterogasi atau dihukum karena kenakalan yang Syilla perbuat di Sekolah atau diluar sekolah.
Tak tahu apa kesalahannya, dengan sigap gadis itu mendongak sambil menatap mata elang nan tajam yang sudah memancarkan aura keseriusan, bahkan wajahnya juga tampak dingin nan datar nyaris tanpa ekspresi.
"Iya, ada apa, Kak?"
"Okay, tapi tolong jawab yang jujur ya?" ucap Izzuddin tanpa ekspresi, membuat Syilla bingung sendiri.
Kejujuran apa lagi? bukankah Syilla udah terlalu jujur selama ini pada lelaki itu? tapi kejujuran macam apa lagi yang Izzuddin coba tanyakan?
"He.um, pasti." jawab Syilla sedikit ragu, walaupun ia merasakan akan terjadi hal yang tidak ia inginkan sebentar lagi.
"Hm, siapa kamu sebenarnya?"
"M-maksud kakak apa?"
"Maksudku? Foto siapa lelaki yang mengendong bayi didalam buku dairy merah? Maksudku kenapa lelaki itu mirip denganku? Perasaan, aku tak pernah mengendong bayi laki-laki dan adikku juga perempuan. Disana terdapat tulisan 'jangan pernah membenci Izzuddin, jika tak ingin hidupmu lebih menderita' apa maksudnya?" Ungkap lelaki itu dengan nada biasa saja. Ia tak langsung menggertak gadisnya dengan nada kasar, karena itu bukan tipenya.
Seketika Syilla menunduk ketakutan, nafasnya memburu antara ingin marah atau menangis saja, ingin rasanya ia marah karena kelancangan kekasihnya membuka buku dairy nya tanpa ijin pemiliknya. Tetapi, ia juga ingin menangis sekeras mungkin karena bukan ini yang ia inginkan, diinterogasi Izzuddin karena soal foto seorang lelaki yang mirip dengannya sambil mengendong gumpalan lemak bernyawa.
Hal itu membuat nafas gadis itu tersengal-sengal, mata berkaca-kaca, butiran bening sudah menumpuk disudut mata. Hatinya terasa sesak seketika, gadis itu hanya memberikan jawaban dengan mengeleng-ngelengkan kepala lemah, dengan cucuran air mata yang sudah merembes membasahi pipi cubby-nya.
Cukup sudah Izzuddin menahan diri dengan mengulur-ulur waktu, agar Syilla tak curiga jika ia sudah berlaku lancang menggeledah buku-buku privasinya, kini ia sudah tak sanggup lagi. Ia butuh jawaban itu? Jawaban dimana yang sudah membuatnya tak bisa tidur nyenyak disetiap malam, hanya karena foto yang membuatnya harus terus-menerus berfikir keras mencari jawaban, tapi hasilnya tetap tak membuatnya puas.
"Kenapa diam saja, huh! apa jangan-jangan- " desisnya menahan amarah, ia seperti dipermainkan disini.
Bagaimana bisa gadis polos seperti Arsyilla bisa memiliki hubungan dengan seorang Mafia kejam berhati iblis. Ya! Izzuddin sudah menyelidiki siapa lelaki itu sebelum menginterogasi gadisnya lebih dulu. Walaupun sebenarnya agak sulit mencari informasi tentang Mafia kejam itu, tapi akhirnya Izzuddin mendapatkan data diri Mafia itu lewat chip yang ia temukan di tas sekolah Syilla dengan mudah.
Dengan amarah yang mencapai ubun-ubun, Izzuddin menyeret Syilla ke sesuatu tempat terpencil jauh dari permukiman warga. Lelaki itu tahu jika Syilla kini diliputi ketakutan karena kesalahpahamannya yang begitu kental hingga sampailah ke sebuah gubuk kecil tapi cukup layak ditempati untuk orang berteduh.
Membuka pintu bambu dengan sekali tendangan dan langsung mendorong gadisnya kearah ranjang single size hingga gadis itu jatuh terlentang di ranjang. Syilla tampak ketakutan ketika melihat nafas Izzuddin naik-turun, seperti itu dengan tatapan nyalang yang sangat mengerikan.
"A-apa yang akan Kakak lakukan.. hiks..."
"Sekarang katakan! Siapa lelaki dan bayi itu?" Pertanyaan yang sama keluar dari bibir lelaki tampan itu, tapi Syilla hanya mengeleng-ngelengkan kepalanya lemah karena ketakutan, membuat Izzuddin makin geram, di tindihi gadis itu membuat pergerakan Syilla terbatas.
"Baiklah! Biar kucari sendiri atau... kita berakhir." Desis lelaki itu dengan suara serak.
Otaknya sudah ternodai ingin segera mencicipi tubuh yang sudah 3 tahun lebih itu ingin ia sentuh. Ketika lelaki itu hendak mencium Syilla dengan kekuatan penuh gadis itu menendang selangkangannya kuat-kuat.
"Lepassss.. BUGH.. BUGH..."
"lebih baik kita berakhir sampai disini, dari pada kamu menodaiku, brengsek... pyarr..." teriak Syilla tak terkendali.Akhirnya setelah sekian menit lamanya disuruh menjawab, kini gadis itu berani berteriak didepan Izzuddin. Walaupun naas gadis itu sambil memukul kepala lelaki itu dengan vas bunga yang kebetulan berada diatas nakas.
Darah segar mengalir bebas ke wajah tampan Izzuddin, lelaki itu tersenyum pahit disela-sela ringisan menahan sakit di kepalanya, setelah itu pandangannya mulai mengabur, mata elang itu berlahan terpejam begitu damai.
Izzuddin tampak tersenyum simpul saat mengingat kejadian naas itu, sambil memegang bekas jahitan di kepalanya.
Kenangan tak terlupakan akibat ulah bodoh gadisnya. Sadar gadis itu akan keluar dari Perpustakaan, ia segera bersembunyi dibalik tembok pembatas, terlihat gadis itu berusaha lari kearah taman belakang sekolahnya.
Disana gadis itu menangis histeris sambil menutup wajahnya, ia tampak sangat frustasi sehingga tak lama kemudian, gadis itu tumbang tergeletak dibawah pohon belimbing manis, membuat Izzuddin makin cemas dibuatnya.
###Li.Qiaofeng
Izzuddin Elbarak, hanya bisa memandangi wajah polos gadis kecilnya miris dengan keadaan terlelap dikamar pribadinya. Lelaki itu membawa gadis kecilnya ke Apartemen pribadinya pasca tak sadarkan diri beberapa jam lalu, dari mata indahnya yang masih setia tertutup. Lelaki itu bisa menganalisis jika gadis kecilnya ini kebanyakkan menangis juga memikul beban berat yang selama ini ia tutupi dengan senyuman polos nan manjanya. Bukan berarti Izzuddin tak peka selama ini, tapi sudah beberapa kali ia menanyakan; 'ada masalah apa? Ceritakan sama Kakak keluh kesahmu, bukannya selama ini kamu menganggap Kakak bukan hanya kekasihmu, tapi juga seorang Kakak pada adiknya?' Bukannya menjawab, Gadis kecilnya itu malah berlagak bodoh dan polosnya minta ampun. Hanya untuk mengalihkan perhatian dengan alasan lapar, haus, ngantuk kadang manja bak anak kecil pada Ayahnya. Izzuddin
"Jika dengan membunuhku bisa membuatmu sembuh, maka lakukanlah sekarang... itu jauh lebih baik daripada setelah memukulku, kamu malah repot-repot membawaku ke Rumah sakit dan pergi begitu saja. Inikah cinta yang selalu kamu ucapkan padaku? Membiarkan diriku opname di Rumah sakit tanpa kamu rawat sendiri, Oh... barusan kamu mengigau minta agar aku tak pergi, tapi kamu sendiri yang menyuruhku pergi, lalu katakan apa mau mu, hm?" Tanpa banyak kata-kata yang keluar dari bibirnya, Izzuddin mencium dahi, pipi, hidung dan terakhir bibir merah yang berani-beraninya melumat bibirnya dengan agresif, bibir yang tak pernah ia sentuh. Biarlah di tanggal ini, di jam ini sebagai saksi bisu dua pasang kekasih tak saling mencintai itu merasakan apa yang dinamakan first kiss untuk pertama dan terakhir kalinya. Ciuman yang paling menyakitkan hingga tanpa sadar lelehan cairan bening di sudut mata lelaki itu menetes. Kini sinar matahari pagi m
Dunia itu bagaikan roda berputar, kadang kita ada dibawah, kadang kita ada diatas, semuanya terjadi tanpa kita sadari. Manusia hidup di bumi hanya untuk menjalani skenario yang Tuhan susun begitu rapi disaat kita dilahirkan ke dunia. Skenario itu bisa saja berubah sesuai doa dan permohonan kita pada sang kuasa, tapi yang tidak bisa kita ubah adalah Jodoh, Rezeki dan Ajal. Seperti hidup gadis malang yang menatap kosong isi kamar, sudah dua bulan lebih 7 hari ralat sudah 9 minggu Syilla tak melakukan apapun dikamar milik lelaki yang telah meninggalkan rumahnya 2 bulan lalu. Bagaikan mayat hidup terkena penyakit kering, tubuh mulai mengkurus, pipi mulai menirus, kantong mata menghitam karena insomnia, jejak air mata yang mengering pun terlihat, sementara kedua tangannya bergemetar sambil memeluk dua bingkai foto yang selama dua bulan ini menjadi kekuatannya untuk tetap h
Kini gadis itu duduk tegak didepan Victo, seakan siap untuk di interview. Victo tersenyum geli ketika melihat raut wajah tegas gadis itu. Seakan tahu jika Victo tak menerima Syilla sebagai karyawannya, maka gadis itu akan mengamuk atau merayunya, licik benar gadis berwajah polos di depannya itu. "Ceritakan?" "Ceritakan apanya? Syilla tak punya pengalaman pekerjaan." Jawab gadis itu polos. "Maksudku? Selama ini kamu tinggal di-" "Kakak ingin menginterogasiku atau menginterview ku?" Potongnya kesal. "Melamarmu? Bagaimana apa diterima?" Jawabannya enteng. "Kau benar-benar menyebalkan, apa kau tak takut pada sepupumu itu?" "Ngapain harus takut sama Izzu, jika sama-sama suka makan nasi." jawab Victo enteng. "Oh," jawab Syilla hanya ber'oh ria saja sambil mengangguk polos. "Syilla, katakan bagaimana bisa kamu berada di daerah
"Maaf, Tuan! Jam kerja saya sudah selesai, permisi--" pamit Syilla lirih, gadis itu langsung pergi meninggalkan Izzuddin sambil menahan ribuan pisau menghujam hatinya. Tetapi, saat berada di depan cafe spontan ada yang menarik tangannya, menyeretnya masuk mobil sport merah tanpa diduga-duga, Syilla panik akan tindakan Izzuddin sore ini. "Tuan, tolong! Saya ingin pulang--" "Tempatmu bukan di tempat laknat itu, akan saya antar kamu pulang ke rumah yang sebenarnya." desis Izzuddin dingin, lelaki itu langsung menancap gas diatas rata-rata. "Tidak!! Saya mohon, turunkan saya disini." teriak Syilla panik disertai derai air mata. "Jangan membantah, Ibu mencarimu di rumah." "Aku tak peduli, cepat turunkan aku." Pekik gadis itu frustasi. Gadis itu langsung merebut setir mobil agar putar balik, Izzudin tak bodoh, aksi gadisnya itu sangatlah gila, bisa-bisa ia mengalami kecelakaan jika tak bisa mengend
Sepasang mata elang itu berkaca-kaca, menatap nanar gadisnya dengan senyuman miris akan perubahan draktis gadisnya itu, di usaplah lembut kepala gadis itu. Izzuddin tidak pernah melepaskan gadis itu begitu saja selama ini, ia selalu mengawasinya dari kejauhan tapi kali ini ia ingin sekali membenturkan kepalanya sendiri yang berisi IQ diatas rata-rata, kelicikan melabuhi musuh, bahkan kemampuan yang jarang orang lain tahu pun dia miliki. Tapi apa? Dia tidak bisa menjaga gadisnya sendiri dengan baik, ia bagaikan manusia terbodoh di dunia. Keduanya juga sama-sama terluka, sama-sama frustasi, sama-sama menyalahkan diri sendiri tapi apa daya seluruh cinta, kasih sayang, janji, dan ketulusan yang keduanya bangun mati-matian sampai menerjang siapapun yang berani mengganggunya. Kini menguap begitu saja dikalahkan oleh ego, disaat kejujuran dan ketulusan hanya hiasan dinding. Kini hanya penyesalan dan kekecewaan terdalam yang keduanya rasa
Syilla berlari keluar Rumah Sakit dengan membawa luka kecewa sambil menangis dan menangis, tanpa peduli tatapan aneh dari orang-orang yang melihatnya. Sehingga tanpa sadar ia berada dijalan trotoar tak jauh dari Rumah Sakit, gadis itu terlihat menahan nyeri di kepalanya karena bekas operasi masih belum kering betul, ia duduk dipinggir jalan hanya untuk meredakan nyeri itu, berharap setelah ini ia bisa menjauhi Izzuddin. Tiba-tiba ada preman tua dengan perut buncit sedang mabuk mendekatinya, Syilla mencoba bergegas menghindarinya tapi nyeri di kepalanya terasa amat menyakitkan. Gadis itu mundur ketakutan bukan karena ia tak bisa melawan, tapi tiba-tiba darah merembes ke wajahnya, menyebabkan ia tak mampu bangkit lagi. "Hay, cantik! Main sama Abang, yuk! Nanti Abang beliin boneka." "Hiks... tolong jangan mendekat.. ssshh..." pekik gadis itu lirih menahan sakit dengan sa
Setelah menyelesaikan pekerjaannya yang datang secara mendadak, menguras fikiran, emosi dan tenaga akhirnya kini rampung juga. Izzuddin kembali kekamar rawat gadisnya dengan peluh yang tercetak jelas di dahinya, inginnya ia melepas penat karena jam tangannya sudah menunjukkan pukul 23.00 malam, tapi saat ia kembali senyumannya langsung luntur seketika. Ketika melihat Victo tertidur di tempatnya, sambil memegang tangan Syilla, Izzuddin membuang muka untuk menahan diri agar emosinya tak meledak, ingin rasanya ia menerjang Victo malam ini juga karena sudah lancang menyentuh gadis kecilnya. "Hey, bangke! Bangun... malu-maluin lu tidur ditempat gue, lu nyari mati, huh!" Hardik Izzuddin kesal terkesan dingin, karena hatinya terbakar api cemburu. "Apaan sih! Gangguin gue tidur ah--" gerutu Victo menyamankan diri. Izzuddin makin geram dibuatnya, dengan sekali hentakan