Setelah semuanya sepakat akan memondokkan Azril ke pesantren milik Kiyai Bisri. Afnan dan Arni pamit pada Abah dan Umminya untuk ke kamarnya.“Sayang, kita ke kamar Azril dulu, ya!” ajak Afnan.“Iya, Abi. Mari!”Afnan dan Arni terkejut Azril tidak ada di kamarnya. Di mana anak itu saat ini sudah pukul 10 berarti para santri sudah diwajibkan tidur, kalau belum tidur akan ditakzir.Afnan dan Arni mencari sang putra di bawah. Di sana masih ada Kiyai Laqief dan Ummi Syarifah yang belum tidur dan masih mengobrol berdua.“Kenapa kalian berdua turun lagi. Dan kenapa wajah kalian berdua terlihat panik gitu?” tanya Ummi Syarifah.“Azril enggak ada di kamarnya, Umm.”“Kok bisa, Nak. Terus ke mana anak itu?”“Kami sudah mencari di kamar Arza dan Afni juga tidak ada. Kami juga tidak melihat anak itu keluar ndalem setelah sholat tarawih tadi,” ucap Arni.“Ya Allah anak itu, kamu telepon Dedik mungkin main ke rumahnya Dedik!” perintah Kiyai Laqief.Afnan langsung menelepon Dedik. Namun, Dedik menga
sangat bahagia karena masih bisa sahur bersama keluarganya. Meskipun ia tahu setelah ini dirinya harus menjalani takzirannya lagi di pesantren Kiyai Bisri.Azril sudah tahu, kalau dirinya akan di masukkan ke pesantren Kiyai Bisri. Ia juga sudah tahu suasana di pesantren itu. Pesantren yang cukup besar sama halnya di pesantren milik keluarga sang Abi ini. Pesantren Kiyai Bisri juga merupakan pesantren modern meskipun di daerah pelosok. Santrinya juga banyak sama halnya di sini. Azril sudah pernah mengunjungi pesantren itu saat Adiknya Najma menikah. Dirinya ikut ke sana bersama Arni dan Afnan juga keluarga lainnya.“Abang makannya yang banyak. Nanti Abang sudah buka dan sahur di pesantren Kiyai Bisri,” ucap Ummi Syarifah penuh perhatian.“Terima kasih, Nek. Bunda ... apa Mas Fais juga masuk di pesantren kakeknya?”“Enggak, Sayang. Mas Fais mondoknya di Gontor.”Fais adalah putra ketiga Haikal yang seumuran dengan Arza, tapi Azril cukup dekat dengannya. Putra Haikal ada empat, tiga lak
Azril masih asyik dengan Kang Abduh yang mengajaknya keliling pesantren. Dirinya juga sudah memilih kamar.“Kang, apa takzirannya bila melakukan kesalahan di pesantren ini?” tanyanya.“Takzirannya bermacam, Gus. Ada yang rambutnya di cukur gundul, ada yang disuruh berlari keliling pesantren sampai 100 kali, ada yang di suruh menyapu halaman depan dan belakang selama 3 hari, ada yang disuruh membersihkan toilet selama satu minggu dan ada yang sampai dikeluarkan secara tidak terhormat dari pesantren dan beberapa kasus yang cukup berat Kiyai Bisri sendiri yang mentakzirnya.” terang Kang Abduh.“wuih, sedikit menakutkan dong kalau gitu, tapi bisa dicoba,” ucapnya membuat Kang Abduh terbelalak heran. Dirinya sudah banyak menjumpai putra Kiyai yang badung selama menjadi asisten Kiyai Bisri dan menjadi ketua pengurus putra.“Dilihat dari tindak tanduknya cukup sopan, tapi tidak bisa diremehkan kayaknya Gus yang satu ini,” batin Kang Abduh.“Jenangan jangan pernah mencoba melanggar, Gus. Tak
Azril terbangun setelah pengurus keamanan membangunkannya untuk mengajaknya sholat asar berjamaah. Ia segera bangun dan mengambil peralatan mandinya. Azril segera membersihkan tubuhnya, kebetulan kamar mandi ada di setiap kamar. Seperti halnya pesantren milik keluarganya.Setelah mandi ia bersiap untuk segera sholat. Teman sekamarnya sudah menunggunya dan meminta berkenalan dengannya.Azril tersenyum dan memperkenalkan dirinya dengan ramah pada teman-teman sekamarnya.Terlepas dari sifat konyol, nyeleneh, jahil, seenaknya sendiri dan bertindak semaunya saja, Azril adalah anak yang ceria dan mudah beradaptasi. Ia tidak pernah memilih dalam bergaul, tak pernah membedakan teman dan ramah pada setiap orang.Setelah berkenalan dengan santri lain yang satu kamar dengannya. Ia pun bersama santri lain menuju masjid pesantren untuk sholat berjamaah.Setelah sholat ashar semua santri sudah bersiap dengan kitabnya masing-masing sedangkan Azril lupa tidak membawa kitab. Untuk kembali lagi ke k
Malam ini setelah mengaji malam Azril dipanggil pengurus keamanan dan pengurus pendidikan.“Kamu tahu kenapa kami panggil di sini?” tanya Kang Khaidir.Azril menggeleng. “Saya tidak tahu.”“Karena kamu melakukan kesalahan.”“Aku merasa tidak melakukan kesalahan. Memangnya menurut Akang-akang ini aku melakukan kesalahan apa?”“Hehehe, kamu itu bodoh apa pura-pura bodoh ya?” ujarnya sambil tertawa mengejek.“Lha, aku memang enggak merasa melakukan kesalahan kok harus dipaksa mengakui kesalahan,” ujarnya santai. Sebenarnya dirinya sudah mulai kesal apalagi dikatai bodoh.“Baiklah, kesalahanmu itu tidur ... santri dilarang tidur saat mengaji. Sepertinya kamu nyenyak sekali ya, sampai adzan maghrib baru bangun,” ujarnya mengejek.“Tidur bukan kesalahan, jadi menurutku aku tidak salah, permisi Akang-akang yang gantengnya enggak ketulungan,” ucapnya sambil berdiri meninggalkan ruangan itu, tapi belum sampai menggapai pintu kamar itu Kang Fajar selaku pengurus keamanan mencegahnya.“Enak sa
Kiyai Bisri menyuruh Kang Khaidir dan Kang Fajar untuk tetap di tempat.Saat ini Kiyai Bisri sendiri yang memberi nasihat pada dua pengurus pembikin ulah itu, setelah kepergian Kang Abduh dan Azril dari tempat itu.“Kang Khaidir, Kang Fajar. Bisa-bisanya kalian memperlakukan santri baru seperti itu to, Le.”“Hal ini bisa merusak citra pesantren ini. Kalau tingkah kalian semena-mena pada santri baru. Santri batu itu butuh dirangkul supaya mereka itu kerasan, tidak malah ditakuti dan dijahili.” Kiyai Bisri terlihat marah. Namun, masih bisa mengontrolnya. Kang Khaidir dan Kang Fajar hanya tertunduk malu, tidak berani mengangkat kepalanya. Mereka berdua hanya mendengarkan sang Kiyai yang sedang dukani mereka.“Kalian juga sudah dewasa, bisa-bisanya melakukan hal yang sangat tak pantas ini. Apa memang kalian berniat menjatuhkan nama baik pesantren dengan membikin ulah seperti ini pada santri baru.”Mereka berdua serentak menggeleng. “Mohon maaf Kiyai, kami sama sekali tidak berniat mengh
Setelah selesai menebus obat. Kang Abduh mengajak Azril kembali ke pesantren. Karena sebentar lagi ada kegiatan tadarrus Alquran dan dirinyalah yang bertugas menjadi pendamping para santri.Mereka berdua kembali melewati pondok putri. Kehebohan terjadi lagi, meskipun mereka tak berteriak-teriak. Namun, mereka berhamburan berdiri di balkon kamar untuk melihat Azril dari kejauhan. Apalagi di jalan ada Neng Naima, adik Neng Najma yang sedang membawa beberapa barang untuk buka bersama nanti, sehingga mau tak mau Kang Abduh menawarkan diri untuk membantu. Tiga anak Kiyai Bisri dan Ummi Roudhoh memang tidak tinggal bersama di sini, mereka ikut berdakwah dengan mengembangkan pesantren ini di cabang- lainnya. Sama halnya pesantren Kiyai Laqief yang memiliki beberapa cabang, pesantren ini juga memiliki beberapa cabang yang di pangku langsung anak dan menantunya. Berbeda dengan Kiyai Laqief yang menyuruh santri-santri yang terpilih memimpin pesantren cabang, sedangkan Afnan di minta memangku pe
Permata sejati adalah agama. Hiasan hakiki adalah akhlak dan harta yang sebenarnya adalah etika. Hal itu yang ditanamkan Arni dan Afnan sejak kecil pada ketiga buah hatinya dan Azril sangat mengingat itu. Di atas langit masih ada langit dan kesombongan hanya akan merendahkanmu saja.(Azril – Gus Badung (Ramadhon di Penjara suci)***Azril dan Kang Abduh baru sampai di pondok putra. Azril segera masuk ke dalam kamarnya setelah Kang Abduh menyerahkan kantong plastik bisa obat dan salep.“Obatnya jangan lupa diminum ya, Gus! Supaya cepat sembuh.”“Terima kasih, Kang.”“Bagaimana keadaanmu, Ril? Dokter mengatakan apa?” tanya Arsya perhatian.“Alhamdulillah, Cuma alergi, sudah diberi obat dan salep kok,” jawabnya santai.“Ayo bersiap ikut tadarrus Alquran!” ajak Arsya, Azril tidak menanggapi ucapan Arsya dan tetap melanjutkan berbaring.“Azril ... nanti kamu kena takzir kalau enggak mengikuti kegiatan,” bujuk Arsya.“Aku capek mau tidur, jangan ganggu aku, ya,” ujarnya santai. Membuat Arsy