"Aku senang sekali bertemu Karin, Mas. Terima kasih sudah membawanya padaku," ucap Theresia lirih. Seulas senyum bahagia tersungging di bibirnya. Sorot matanya tampak teduh, menenangkan hati Jonathan yang memandanginya.
"Apa lagi yang kau inginkan, Sayang? Akan berusaha kupenuhi," kata pria itu sepenuh hati. Dirinya benar-benar hendak membahagiakan istrinya ini di sisa-sisa hidupnya.
Tangan Theresia menyentuh wajah suaminya. Terasa rambut-rambut kasar di sekeliling mulut laki-laki itu. "Dulu kamu rajin sekali bercukur, Mas. Kenapa sekarang malas?" tanyanya ingin tahu.
Jonathan mendesah. Dia memang sudah tak memperhatikan penampilannya lagi semenjak dokter berkata umur istrinya tinggal menunggu waktu. Kesedihan dalam hatinya begitu besar sehingga tak ingin apapun selain menemani Theresia sepanjang waktu. Pekerjaannya pun ditinggalkannya untuk sementara. Untungnya Bastian dan Mina tak keberatan. Mereka memahami sang
"Terima kasih, Min," sahut Jonathan sembari menerima uluran tangan sahabatnya. Suasana mulai diliputi keharuan."Kudoakan Valentina segera memperoleh kesembuhan,Bro," kata Bastian sembari menepuk-nepuk bahu kawan baiknya itu. "Jadi kalian sekeluarga bisa cepat kembali ke negeri ini dan kita bersama-sama mengembangkan kantor ini lagi.""Thanks a lot, Bro."Begitulah ketiga orang itu kemudian saling berpelukan. Hati mereka terenyuh sekali. Mina sampai menitikkan air mata. Dia sangat menyayangi Jonathan layaknya saudara sendiri. Kepergiannya kali ini yang entah sampai kapan membuatnya merasa sangat kehilangan.Keesokkan harinya Bastian dan Mina mengadakan acara perpisahan kecil-kecilan di kantor. Mereka memesan sejumlah hidangan prasmanan untuk disantap bersama. Jonathan berpidato singkat di hadapan segenap anak buahnya. Dia mengucapkan terima kasih atas kerja keras mereka
“Kamu ini gimana sih, Mas?! Aku tadi kan pesan burung dara goreng, bukan ayam goreng Kanton! Kamu kan tahu aku sudah lama nggak makan burung dara goreng kesukaanku. Sekalinya mau makan, malah dibelikan menu lain. Maksudnya apa, sih?”Jonathan menarik napas dalam-dalam berusaha menenangkan dirinya. Sabar…sabar…, batinnya mengalah.Lalu dengan nada suara tenang, suami Theresia itu menerangkan baik-baik, ”Sayang, dengarkan dulu penjelasanku, ya. Menu burung dara yang kamu minta itu sedang kosong. Jadi aku belikan ayam goreng Kanton yang juga kesukaanmu sebagai gantinya. Kan cara masaknya mirip-mirip, Sayang. Cuma bedanya satu daging burung dara, sedangkan satunya lagi daging ayam. Malah ini dikasih krupuk kecil-kecil yang kamu suka.”“Tapi aku sedang nggak ingin makan ayam goreng Kanton! Aku mau burung dara goreng! ”teriak Theresia penuh amarah. Wajah cantiknya cemberut, menunjukkan ketidakpuasannya terhadap menu masakan yang dibawa pu
Akhirnya wanita itu menghentikan aksinya dan bersimpuh di lantai sambil menangis tersedu-sedu. Jonathan menatapnya dengan perasaan iba campur dongkol. Bukan baru sekali ini istrinya melakukan kekerasan fisik terhadapnya. Dirinya selalu berusaha bertahan karena memahami alasan di balik sikap istrinya itu.“Sudahlah, Sayang,” ucap Jonathan lembut seraya memeluk Theresia yang masih menangis. “Aku yang bersalah. Aku minta maaf.”Begitulah, setiap kali terjadi perselisihan diantara mereka berdua, laki-laki yang sudah sepuluh tahun membina rumah tangga dengan Theresia itu selalu menyalahkan dirinya sendiri di hadapan istrinya. Dengan begitu, wanita cantik itu akan mereda emosinya dan tidak histeris lagi.“Aku mau minum obat….”“Jangan, Sayang. Kamu harus berusaha mengendalikan dirimu sendiri. Jangan bergantung terus pada obat penenang.”“Obat itu memang diresepkan untukku supaya aku bisa tenang, kan? Ambi
Bastian menepuk-nepuk pundak Jonathan dengan perasaan sangat iba. Dia merasa beruntung perkawinannya sendiri dikaruniai dua orang anak perempuan yang lucu-lucu.Walaupun terkadang masih terdengar suara sumbang mengapa dia dan istrinya tidak mencoba untuk mempunyai anak laki-laki, hal itu tidak dipedulikannya. Bagi dirinya anak laki-laki dan perempuan itu sama saja. Bahkan dikaruniai seorang anak tanpa kesulitan apapun itu sudah merupakan anugerah yang luar biasa dari Tuhan, batinnya dalam hati seraya membandingkan nasibnya dengan Jonathan.“Bro, apakah kau keberatan mengadopsi anak? Barangkali ketidakmampuan istrimu mengandung itu merupakan suatu pertanda dari Tuhan agar kalian memelihara anak-anak yang telantar. Secara finansial, kalian berdua sangat mampu mengasuh beberapa anak sekaligus!”Jonathan menghela napas panjang. Sepasang mata elangnya menerawang ke langit-
“Iya, Pak. Saya sangat berterima kasih. Bapak ini pimpinan saya, tapi malah memanggil saya dengan sebutan Ibu. Jadi sungkan rasanya.”“Hahaha…, nggak-lah. Dirimu pantas mendapatkannya. Kinerjamu sangat baik, Bu. Saya malah nggak pernah terpikir Ibu akan menikah. Maaf, bukannya saya menghina. Tapi Bu Rosa kelihatannya sangat menikmati pekerjaan Ibu. Sudah dua puluh tahun lebih kan, Ibu bekerja di perusahaan ini?”“Dua puluh empat tahun tepatnya, Pak.”“Nah, apa nggak mau digenapin dua puluh lima tahun aja? Seperti usia kawin perak.”“Hehehe…maunya sih begitu, Pak. Tapi usia saya sudah tidak muda lagi untuk menikah. Dan setelah resmi menjadi suami-istri, saya berencana membantu usaha garmen suami saya.”“Oh, calon suami ibu adalah seorang pengusaha garmen?”“Usaha kecil-
Demikianlah percakapannya dengan Rosa seminggu yang lalu. Tak terasa hari ini keponakan yang direkomendasikannya itu datang juga menemui kepala HRD untuk menjalani prosedur penerimaan karyawan baru.Dalam hati sebenarnya Jonathan hampir pasti akan mempekerjakan gadis itu untuk menggantikan posisi tantenya. Dia merasa tak enak hati kalau sampai menerima orang lain sebagai sekretarisnya. Pertama, dirinya kuatir akan menyinggung perasaan wanita yang lebih senior darinya itu. Kedua, takutnya Rosa tidak akan sepenuh hati mengalihkan seluruh tugasnya kepada orang baru. Hal itu dapat berakibat fatal bagi kinerja Jonathan selanjutnya.Bayangkan, wanita itu mengetahui segala informasi penting mengenai kedua perusahaannya! Dia bisa saja menjualnya kepada perusahaan pesaing jika merasa tidak puas dengan kebijakan yang kubuat, pikir sang direktur utama itu waspada. Ironis sekali, seorang pimpinan pun
Aku mau nonton film Brad Pitt yang terbaru. Nanti jam 7 malam main di Q-Mall. Kamu belikan tiketnya di aplikasi, ya.Begitulah bunyi pesan WA Theresia untuknya lima belas menit yang lalu. Jonathan segera membalasnya. Iya, Sayang. Aku belikan sekarang. Nanti sebelum jam 5 sore aku sudah sampai di rumah.Sempat terpikir dalam benak laki-laki itu untuk menanyakan istrinya mau makan apa. Tapi sesaat kemudian dia mengurungkan niatnya. Daripada nanti makanan yang kubelikan nggak sesuai dengan keinginannya, malah berabe, gumamnya dalam hati. Kalau Theresia sampai mengajak nonton bioskop, berarti suasana hatinya sedang dalam kondisi baik. Aku tidak ingin mengacaukannya.
“Aku pakai baju ini bagus nggak, Mas?”“Bagus. Cantik kok, Sayang.”“Apa nggak kependekkan roknya?”“Nggak, kok. Kaki kamu kelihatan langsing dan putih kok, pakai rok jeans itu.”“Sungguh?”“Sungguh, Sayangku. Buat apa aku bohong?”“Tapi aku kurang pede, Mas. Umurku udah tiga puluh tiga tahun. Udah kalah keren sama cewek-cewek umur dua puluhan yang suka jalan-jalan ke mal pakai rok mini.”&ldqu