Share

Ditawar Om Om Genit

"Jadi nama kamu, Cherry? Coba nyanyi buat saya sekarang. Bisa lagu barat?" ucap Merlino Branson, pria keturunan blasteran Amerika-Indonesia yang memiliki Merlino Cafe and Bar. Dia duduk santai menggoyang-goyangkan kursinya menatap gadis belia di hadapannya.

Cherry berdehem dua kali melancarkan tenggorokannya lalu menghela napas panjang sebelum mulai melantunkan sebuah lagu pop barat yang sering dinyanyikannya untuk Martin. 

"And even if the sun refused to shine. Even if romance ran out of rhyme, you would still have my heart until the end of time. You're all I need, my love, my Valentine!" nyanyi Cherry dengan suaranya yang merdu. Itu lagu legendaris romantis karya Jim Brickman yang dipopulerkan oleh Martina McBride, judulnya My Valentine.

"Prok prok prok. Bravo ... good voice! Cher, kamu boleh nyanyi di tempatku mulai malam ini ya. Ehh ... ada tapinya nih, ganti baju kamu sama kostum manggung penyanyi di sini, jangan kayak orang udik begitulah. Kesannya kayak waitress jadinya!" tutur Merlino dengan kening berkerut mengamati penampilan sederhana gadis tersebut.

Dia lalu mengangkat gagang telepon di meja kerjanya dan menekan beberapa kombinasi tombol nomor. "Halo, Sena. Kamu ke kantorku, cepetan. Kutunggu nggak pake lama!" ucap pria berambut pirang cokelat tua itu tegas lalu menutup teleponnya.

"Tunggu sebentar. Sena ini manager bagian entertainment di barku. Dia yang bakal ngurusin kamu nantinya, Cher!" Merlino menyelipkan rokok ke tepi bibir merah mudanya lalu menyalakan korek api. Asap putih pun membubung di hadapan wajahnya.

"TOK TOK TOK." 

"Masuk!" sahut Merlino yang ditanggapi oleh tamunya yang segera membuka pintu kantornya.

"Iya, Sir. Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya pria berpenampilan flamboyan dengan kemeja hitam sutera bermotif batik yang dibuka 3 kancingnya dari atas dipadu dengan celana kain cutbray.

"Sena, ini penyanyi baru pengganti si Astrid. Kenalan dulu, namanya Cherry. Kamu lihat sendiri 'kan penampilannya nggak banget. Dandanin biar cakepan terus kasih kostum yang sexy biar nggak disangka waitress, okay?" ujar bos baru Cherry itu sembari menyeringai lebar menatap Sena dan gadis pegawai barunya bergantian.

Dengan tatapan penasaran Sena mengamati penampilan Cherry dari ujung kepala hingga ujung kaki hingga membuat gadis itu sedikit jengah dan kikuk. "Cakep sih sebenernya, bisa kok dipoles-poles, Bos. Oke, saya bawa ya si Cherry ke ruang make up sekarang?" jawab Sena antusias.

"Iyalah sono. Keburu pagi kalo kelamaan!" Merlino mengibaskan telapak tangannya agar mereka berdua keluar dari kantornya.

Tanpa membuang waktu, Sena menyerahkan calon penyanyi baru di bar yang ramai pengunjung malam ini ke Abdul, make up artis kepercayaannya.

"Dul, bikin cakep nih pengganti si Astrid. Cariin dress yang sexy juga buat Cherry. Gue tungguin ya!" ujar Sena seraya membanting tubuhnya ke sofa empuk di ruang make up artis.

Dengan mata berbinar Abdul pun meraih lengan Cherry yang masih malu-malu karena semua baru dia temui kali ini. "Hai, Cantik. Jangan takut ya, eike jinak kok ... nggak gigit. Hihihi emang rabies yes?! Yuk didandanin dulu sebentar," celoteh Abdul, transgender yang melambai sekalipun berbadan kekar.

"Iya, Dul. Silakan!" sahut Cherry pasrah. Dia pun terdiam dan menutup matanya saat wajahnya divermak oleh tangan dingin make up artist tersebut. 

Rambut panjangnya pun di styling dengan cekatan. Abdul menyemprotkan pewarna rambut non permanen berwarna merah dan keemasan hingga penampilan Cherry berubah 180° nampak glamor layaknya penyanyi ibu kota.

Sena yang melihat perubahan itu pun bersiul nakal. "Abdul gitu loh! Busett jadi cakep bener nih cewek udik. Buruan ganti kostum, udah waktunya perform nih!" komentar pria muda flamboyan itu tak sabar.

Dengan segera Abdul mencarikan kostum penyanyi yang biasa dikenakan oleh Astrid dulu dan menyuruh Cherry berganti pakaian di balik tirai. 

"Hahh? Mini amat roknya, apa nggak masuk angin kalau bajunya kurang bahan begini?" gumam Cherry tak nyaman saat mengenakan mini dress ungu bling-bling bermodel halter neck yang memamerkan setengah pahanya yang putih mulus.

"Woiii ... keburu pagi ntar, ngapain aja loe di sana, Cherrybelle?!" teriak Sena seraya melirik arloji di pergelangan tangan kirinya.

Akhirnya yang ditunggu-tunggu pun muncul dari balik tirai bilik fitting room. Kedua pria yang satu tulen dan satunya transgender itu melongo bersamaan melihat Cherry. Spontan Sena mengumpat lalu terkekeh mesum. Dia memuji penampilan gadis belia itu yang baginya nampak 'hot'.

"Good job, Dul. Gue bawa si Cherry buat manggung. Thank you ya!" pamit Sena merangkul bahu Cherry yang bergidik risih dengan tingkah sok akrab Sena.

Ketika mereka berdua melalui lorong-lorong bilik VIP untuk pelanggan berkantong tebal menuju ke panggung bar, Sena berkata, "Lo cakep banget, Cher. Gue pesen, hati-hati aja. Pasti banyak lelaki buaya darat yang bakalan panas dingin ngiler lihat bodi loe!"

"I—iya, Sena. Apa kostumnya nggak ada yang agak tertutup gitu? Aku nggak pede pakai beginian. Kesannya kayak cewek kagak bener gitu lho!" protes Cherry yang tak diindahkan oleh manager entertainment Merlino Cafe and Bar itu. Sena mendorongnya dari back stage keluar ke panggung yang disorot lampu-lampu yang membuat Cherry silau.

Pemain keyboard paruh baya yang bertugas mengiringi penyanyi itu bernama Sandro, dia menyambut Cherry, "Singer baru ya? Aku Sandro, nama kamu siapa? Rileks ... tarik napas dan jangan tegang. Lebih penting lagi jangan sampe suara kamu fals!"

"Cherry, Om. Apa nyanyi lagunya bebas pilih atau ditentuin sama Om Sandro?" tanya Cherry berbisik-bisik. 

"Bebas, kamu bisanya apa lagunya, kasih tahu ke aku, Cherry. Ayo jangan kelamaan ... mulai aja!" balas Sandro lalu mereka memutuskan beberapa deretan judul lagu populer.

"Tell me something, Girl. Are you happy in this modern world?" Baris pertama lagu Shallow dari Lady Gaga dan Bradley Cooper yang dilantunkan oleh Cherry sontak membuat seisi ruangan Merlino Cafe and Bar senyap mendengarkan suara merdunya.

Sandro pun tertawa pelan merasa puas dengan penampilan perdana Cherry malam ini. Jemari lentiknya menari-nari di atas tuts keyboard dan tak lupa memberi efek dramatis ke musik pengiring lagu yang dinyanyikan gadis cantik itu.

"Wah, cakep banget tuh cewek! Siapa namanya, Mirna?" tanya seorang pelanggan tempat hiburan malam itu mengendikkan dagunya ke arah panggung.

"Anak baru, Om Anton. Aku belum sempat kenalan. Memang kenapa, Om?" jawab Mirna, perempuan pendamping tamu yang disewa untuk menemani Antony Razak, pria duda berusia kepala lima itu malam ini.

Mata pria itu berkilat berbahaya, dia menyeringai lebar lalu berkata, "Nanti ajakin ke sini ya, Om mau kenalan sama dia. Kali aja bisa tuh dibungkus, dibawa pulang nemenin Om!"

Mirna pun terkikik sembari melirik penuh arti ke arah Cherry. Dia paham maksud pelanggan hidung belangnya itu terhadap si anak baru. "Beres, Om. Jangan lupa fulusnya ya biar mulus urusan kita!" ucapnya tak ingin melewatkan kesempatan mendapat cipratan rezeki dadakan.

Pria bercambang tipis itu merogoh saku jasnya lalu mencabut beberapa lembar rupiah merah. Dia menjejalkan uang itu ke belahan dada Mirna yang bermodel terbuka gaunnya. "Buat kamu tuh!" tukasnya sambil terkekeh mesum.

Sederetan lagu pop barat yang dilantunkan oleh suara merdu Cherry pun usai. Sekitar nyaris tengah malam, gadis polos itu turun ke back stage untuk berganti kostum sebelum pulang dengan Mang Tarjo.

"Hai ... kamu Cherry ya? Kenalin, namaku Mirna!" Perempuan bergaun seksi warna merah itu berjabat tangan dengan Cherry. Kemudian dengan luwes dia menggamit lengan gadis itu menuju ke lantai pengunjung bar, menghampiri sofa tempat Antony Razak duduk menunggu calon mangsanya. 

"Ngomong-ngomong, ada yang ngefans deh sama kamu, Cher. Kukenalin sebentar aja, boleh ya?" bujuk Mirna dengan cerdik. Dia tak membiarkan Cherry menolak ajakannya yang menyesatkan.

"Ehh ... tapi ... tapi, Mbak—" Gadis itu tak sempat menolak karena mereka berdua telah sampai di hadapan tamu yang dimaksud oleh Mirna.

Dengan gesit Antony bangkit dari sofa lalu menyambut Cherry. Dia merangkul bahu gadis sexy itu lalu mengajaknya duduk lagi ke sofa. "Halo, Gadis Manis. Kamu nyanyi merdu sekali malam ini. Nama kamu siapa? Berapa tarif kamu semalam?" rayunya dengan piawai.

"Saya, Cherry. Maaf, Om ... sudah malam, saya harus pulang sekarang!" Cherry yang merasa panik menatap ke sekelilingnya mencari bantuan datang untuknya. 'Ya ampun, aku nggak mau jual diri. Tolong aku, Tuhan!" serunya dalam hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status