"Berapa? Dua juta ... lima juta? Tinggal sebut, Om punya banyak duit asal kamu nurutin keinginan Om Antony," desak pria hidung belang itu menowel-nowel dagu Cherry yang berwajah imut.
"Nggak mau, Om! Saya nggak jual diri kok. Saya hanya penyanyi di tempat ini. Permisi ya, sudah larut malam!" tolak Cherry mengumpulkan segenap keberaniannya. Dia buru-buru bangkit dari sofa berlapis vinyl merah cerah itu.
Namun, sejurus saja lengannya ditangkap dan disentakkan oleh Antony Razak hingga tubuh Cherry yang mengenakan high heels tinggi limbung lalu terjatuh di dekapan pria tersebut. Sontak gadis itu meronta-ronta dan berteriak minta tolong karena tangan pria mesum itu mulai menggerayangi tubuhnya di mana-mana.
"TOLOONG ... TOLOOONG!"
Seorang pria muda tak dikenal yang juga pengunjung Merlino Cafe and Bar tanpa pikir panjang bergegas menolong Cherry. Kepalan tinjunya menghajar rahang Antony Razak hingga jatuh terkapar di sofa. Dia segera menarik tangan Cherry seraya bertanya, "Apa kamu nggakpapa, Nona?"
"Ehh ... makasih, Mas. Sa—saya nggakpapa. Makasih banget sudah ditolongin!" ucap Cherry yang masih panik dan deg-degan jantungnya.
Segerombolan petugas sekuriti tempat hiburan malam itu segera memenuhi sekitar sofa tersebut. "Ada ribut-ribut apa nih?!" tanya Yoyok, kepala sekuriti di sana.
"Ckk ... tuh biang keroknya, Pak. Dia gangguin si mbak singer ini. Udah ada yang jualan, tapi malah maksa yang kagak dijual buat dibeli. Dasar tua-tua keladi mesum!" cerocos Nicky Jansen, pria yang tadi menolong Cherry. Dia pun menunjuk-nunjuk wajah Antony Razak yang masih berkunang-kunang akibat rahangnya dihajar bogem mentah pria muda itu.
Akhirnya Yoyok bersama rekan-rekannya mengamankan pengunjung Merlino Cafe and Bar yang nakal berbuat kerusuhan. Mereka menggelandang Antony keluar sekalipun diwarnai protes dan makian kasar pria berumur tersebut.
"Nama kamu siapa?" tanya Nicky Jansen mengulurkan tangannya yang segera dijabat oleh Cherry sambil menyebutkan namanya. Kemudian Nicky berkata lagi, "Okay, Cherry. Ini sudah malam, kamu pulang ke rumah naik apa?"
"Mas Nicky, saya naik sepeda motor bareng tetangga. Kalau begitu saya pamit buat beres-beres ganti kostum dulu ya. Sekali lagi terima kasih atas bantuannya tadi!" balas Cherry menganggukkan kepalanya sopan sambil tersenyum manis lalu melangkah menuju ke ruang make up artist di mana dia tadi menaruh barang bawaannya.
Sepasang mata cokelat itu mengamati sosok gadis belia yang berjalan menjauh darinya. 'Gadis yang menarik, aku suka sifatnya yang lugu!' batin Nicky Jansen diam-diam.
Seusai membersihkan dandanan menornya dan juga ganti pakaian dengan baju miliknya sendiri. Cherry didatangi oleh Sena, manager entertainment tempat kerjanya yang baru. Sebuah amplop putih panjang diulurkan ke hadapan Cherry.
"Gaji loe malam ini, Cher. Bagus penampilan loe, tadi big boss nonton dan beliau puas. Besok jam 8 malam paling telat kamu harus sudah di sini buat didandanin sama Abdul!" ujar Sena dengan seringai di wajah tampannya.
Cherry menerima amplop gajinya lalu membuka untuk melihat isinya. Sepasang mata jernihnya sontak membulat, ada 3 lembar uang rupiah merah dan selembar yang biru. Berarti malam ini dia mendapat gaji 350.000 rupiah.
"Wah, makasih banget, Mas Sena. Bilangin ke Pak Merlino, besok pasti saya akan tampil semaksimal mungkin di panggung!" ucap Cherry penuh semangat dengan binar kegembiraan terpancar di wajahnya.
Sesaat kemudian gadis itu berpamitan untuk pulang bersama Mang Tarjo yang setia menunggunya di depan pintu keluar Merlino Cafe and Bar. Cherry pun mengulurkan lembaran rupiah biru dari gajinya ke Mang Tarjo. "Ini buat Mamang karena sudah bantu Cherry cari kerjaan. Diterima ya, Mang!" ujar gadis itu tulus.
"Wah, rezeki jangan ditolak, Neng! Semoga betah ya kerja di sini. Besok kita berangkat bareng lagi 'kan ke mari?" jawab Mang Tarjo sambil menyimpan uang pemberian Cherry di dalam dompet lusuhnya yang tipis.
"Pasti, Mang. Cherry bakal rajin kerjanya. Yuk kita pulang sekarang, ibu pasti sudah kuatir di rumah nungguin aku!" balas Cherry lalu berjalan bersama pria paruh baya berkumis tebal itu ke parkiran sepeda motor.
***
Semenjak sampai di asrama mahasiswa University of West Australia (UWA) Martin segera menghubungi ponsel kekasihnya. Namun, nada sampungnya tidak aktif terus sepanjang hari. Dia juga mengirim email ke alamat surel gadis itu, tetapi hasilnya sama saja nihil.
"Ckk ... ke mana sih si Cherry? Kok kayak lenyap ditelan monster aja tuh bocah!" gerutu Martin di tepi ranjang asramanya. Rindunya sudah seberat gravitasi bumi kepada kekasih satu-satunya. Namun, sepertinya perasaan Martin bertepuk sebelah tangan.
"TOK TOK TOK."
Pemuda itu menoleh ke arah pintu kamarnya lalu bangkit berdiri untuk membukakan pintu. Ternyata yang berdiri di hadapannya adalah dua orang perempuan bule berpenampilan menarik.
"Selamat sore. Kami tetangga kamarmu, apa boleh berkenalan?" ujar salah seorang perempuan bule itu dengan senyum ramah.
"Ohh ... hai. Aku Martin. Mahasiswa baru di UWA dari Indonesia. Apa kalian juga mahasiswi baru di sini?" balas Martin sembari menjabat tangan bergantian dua perempuan yang bernama Kylie dan Sharron.
Kylie pun menjawab, "Iya, kami dari Sydney. Kamu mengambil jurusan apa, Martin?"
"Kedokteran Umum, bagaimana dengan kalian?" tanya balik pemuda itu ramah.
Kali ini Sharron yang menyahut, "Sama, kami juga mengambil jurusan itu. Wah, kita akan sering bertemu di kelas kalau begitu!"
Mereka bertiga pun sepakat untuk berjalan-jalan di komplek taman asrama mahasiswa UWA sambil menikmati suasana sore yang cerah. Sejenak Martin melupakan rasa rindunya kepada Cherry yang ada di Bandung. Ponselnya ada di kamar asrama untuk diisi dayanya yang akan habis.
Di komplek taman asrama ada sebuah lapangan basket yang sedang ramai oleh para pemuda mahasiswa kampus UWA berbagai jurusan dan angkatan. Martin pun bergabung dalam keseruan permainan lima lawan lima tersebut. Sedangkan, kedua gadis tadi menonton permainannya di tepi lapangan bersama penghuni asrama yang lainnya sambil memberikan sorak sorai semangat.
Ternyata permainan basket Martin nampak cemerlang dan menonjol di antara para pemuda yang bermain bersamanya. Para gadis bule mulai memperbincangkannya dan tertarik kepadanya.
"Apa Martin sudah punya pacar?" tanya Nancy Wright kepada Kylie dan Sharron yang telah berkenalan lebih dahulu dengan Martin tadi.
Kedua gadis itu kompak mengendikkan bahu mereka karena Nancy nampaknya memiliki niat terselubung di balik pertanyaannya. Maka Nancy pun memperingati Kylie dan Sharron, "Aku menyukainya. Kalian jangan coba-coba mendekati Martin. Dia pasti akan jadi milikku!"
Namun, Lindsey yang berteman dekat dengan Nancy menyeletuk, "Ohh ... Gosh, Nancy! Bagiamana dengan Dave? Bukankah kalian sudah berpacaran beberapa bulan ini?"
Nancy malah tertawa renyah menanggapi perkataan bestienya. "Ada yang lebih menarik dibanding Dave!" Dia melirik genit ke arah Martin yang telah bertelanjang dada mencopot kaos basahnya karena bermandikan keringat.
"Big boy sixpack memang lebih menggoda!" tukas Lindsey mengangkat kedua tangannya ke udara tanda menyerah dengan pemuda pilihan sahabatnya.
"Cool, Man!" seru para pemuda riuh menyoraki Martin yang baru saja sukses melakukan slam dunk ke dalam ring basket.
Para gadis berteriak heboh terkagum oleh permainan bola basket Martin. Sepertinya pemuda asal Indonesia itu akan mendapat banyak curahan perhatian fans-fans barunya. Akankah Martin mempertahankan kesetiaan cintanya hanya untuk kekasihnya di Indonesia?
"Ma, lihat baliho di depan itu!" tunjuk Nadira dari dalam mobil yang dikemudikan oleh Nyonya Femmy Bintoro. Mama dari Nadira dan Martin itu mendengkus sinis setelah membaca tulisan serta foto perempuan cantik di baliho jalan raya kota Bandung yang sedang dilewatinya. Nyonya Femmy pun mengomentari hubungan puteranya dengan Cherry, "Ckckck ... seperti dugaan Mama 'kan, Dira?! Untung aja adik kamu tuh encer otaknya jadi bisa kuliah di luar negeri. Apa jadinya kalau Martin sekolah di sini terus ketemu, pacaran sama Cherry si anak tukang ojek itu?" "Dira nggak nyangka saja sih ya, si Cherry bakal jadi penyanyi bar. Perempuan malam kayak gitu pasti sering di-booking sama om-om hidung belang pastinya. Dia apa nggak malu tuh fotonya dipajang di baliho jalanan?!" timpal Nadira memandang profesi Cherry begitu rendah."Pastinya begitu, Dir. Sudah kepalang basah nyebur sekalian. HA-HA-HA. Duit haram tuh dapetnya lebih gampang, dia bisa berkilah kalau kerjaannya dia lakuin demi keluarganya yang
"Meskipun dirimu tak bersayap, ku akan percaya kau mampu terbang bawa diri tanpa takut dan ragu ...," nyanyi Cherry di atas panggung Merlino Cafe and Bar yang penuh sesak oleh pengunjung malam itu.Sebagian besar pengunjung adalah penggemar gadis belia bersuara merdu tersebut. Mereka rela merogoh kocek untuk memesan minuman atau makanan ringan demi diperbolehkan menonton pertunjukan Cherry.Big boss Cherry pun ikut senang karena tempat hiburan miliknya semakin ramai saja semenjak ada penyanyi yang baru pengganti Astrid. Bahkan, dia terkadang menyempatkan waktu untuk menonton penampilan Cherry dari salah satu sofa VIP sekadar untuk menghibur diri seusai kesibukannya sepanjang hari.Tepuk tangan meriah ditujukan kepada Cherry seusai lantunan lagu Sang Dewi yang dipopulerkan kembali oleh Lyodra. Malam ini Merlino mendapat kunjungan sobatnya Nicky Jansen yang terkadang mampir untuk sekadar minum-minum di sana. Mereka duduk di sofa yang sama dan mengobrol akrab."Lino, itu penyanyi kamu be
"Kamu nggak keberatan 'kan kita jadinya jalan-jalan dulu di mall baru habis itu dinner?" tanya Nicky yang berjalan bersebelahan dengan Cherry di selasar mall. Sebenarnya mereka tidak punya tujuan khusus untuk membeli sesuatu, hanya murni window shopping. Cherry pun menjawab seraya menoleh sekilas ke teman hangout-nya yang berpenampilan rapi, "Saya malah seneng sih bisa sekalian jalan-jalan sore begini, Pak. Sudah lama nggak ngemall. Teman-teman SMA dulu banyak yang lanjut kuliah ke Jakarta, sebagian juga sibuk kuliah karena ambil jurusan teknik di ITB.""Oke. Kamu kenapa nggak lanjut kuliah, Cher?" sahut Nicky yang penasaran seperti apa kehidupan gadis gebetannya itu.Cherry tersenyum getir, dia sedikit malu bila harus menceritakan bahwa keluarganya bukan berasal dari kalangan orang berada. Mereka bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah bersyukur sekali. Namun, dengan jujur Cherry pun berkata, "Karena faktor biaya, Pak. Adik saya masih butuh untuk melanjutkan sekolah karena sa
"Sorry ya, Cher. Kamu tadi pasti belum kenyang 'kan makannya!" ucap Nicky setelah keluar tergesa-gesa dari Japanese fast food di mana dia tak sengaja bertemu mantan tunangannya.Gadis itu menggelengkan kepalanya lalu menjawab, "Nggakpapa kok, Pak. Nanti saya terusin di rumah aja. Apa kakak Rihanna tadi mantan pacar Pak Nicky?" "Jangan deh! Kesannya aku egois dong kalau ngajak dinner, tapi malah kamunya tetap laper sampai pulang ke rumah. Kita pindah tempat makan yang lebih privacy aja deh biar nggak ketemu mereka lagi!" ujar Nicky tanpa menjawab pertanyaan siapa Monica. Biarlah tunangan tukang selingkuh itu jadi masa lalunya yang pahit dan tak perlu diingat lagi.Toh wanita itu kena batunya juga. Habis manis sepah dibuang. Selingkuhannya setelah bosan kabur dari Monica. Sementara Nicky yang sudah tersakiti ogah diajak menjalin hubungan kembali dengan sang mantan yang ratu tega dan tak setia.Akhirnya mereka berdua pun meninggalkan mall dengan mobil Lamborghini Aventador merah mentere
"Cher, bantu ibu kirim pesanan nasi dus ke rumah mamanya Rihanna ya? Ada arisan di sana sore ini, pesanannya sudah dibayar sebagian DP-nya, nanti dimintain sisa duit kateringnya ke Tante Diah," ujar Bu Martinah sambil memasukkan isian lauk ke dalam kardus makanan persegi yang berjejer di meja panjang warungnya.Cherry yang baru saja datang dari rumah seusai mandi sore bergegas membantu ibunya agar cepat siap pesanan nasi box dari mama sahabatnya tersebut. "Boleh, Ma. Kebetulan banget jadi bisa ketemu Rihanna nanti. Kali aja dia ada di rumah, ini 'kan hari Minggu!" sahut gadis itu riang sekalipun malam ini dia ada jadwal manggung di tempat kerjanya.Sekitar setengah jam kemudian mobil taksi online yang dipesan ibunya tiba dan pengemudinya berbaik hati membantu memasukkan dus-dus nasi box yang diikat dengan tali rafia dan dimasukkan ke tas kresek jumbo warna putih itu ke bagian belakang dan tengah mobil."Cher, ini nota tagihannya ya, total empat ratus ribu rupiah. Sudah sana berangkat
"Pak Harjo, tolong anterin saya ke Merlino Cafe and Bar ya sebelum pulang ke rumah. Saya mau ngobrol sama kawan sebentar!" titah Nicky Jansen dari bangku belakang mobil sedan mewahnya yang melaju di tengah hujan deras yang mengguyur kota Bandung petang itu."Siap, Mas Nicky. Maaf bisanya jalan pelan-pelan mobilnya. Hujannya tumben deres banget malam ini!" jawab Pak Harjo sambil mengemudi penuh konsentrasi ke jalan raya yang nampak buram dari kaca depan mobil.Majikannya pun paham karena terkadang juga mengendarai sendiri mobil sport kalau sedang ada acara khusus. Nicky menyahut, "Iya, kecepatan segini aja, Pak. Bahaya kalau sampai selip ban atau nabrak!"Setelah perjalanan yang cukup lama, mobil tersebut memasuki halaman parkir Merlino Cafe and Bar yang diterangi banyak lampu layaknya tempat hiburan malam pada umumnya. "Sudah sampai tujuan, Mas Nicky. Apa perlu saya payungi ke pintu masuk?" ujar Pak Harjo karena hujan bukannya mereda malah bertambah deras saja.Suara derai air yang ja
"Lino, panggilin si Cherry dong!" pinta Nicky saat dia melihat gadis itu telah selesai tampil menyanyi satu sesi penuh di atas panggung Merlino Cafe and Bar.Merlino pun bertepuk tangan seraya memanggil, "CHER ... CHERR ... SINI KAMU!" Gadis itu pun urung berjalan ke back stage bersama rekan-rekan personil band pengiringnya, alih-alih justru berjalan memutar turun dari panggung menemui big bossnya. "Iya, Pak Merlino, ada apa?" sahut Cherry berdiri di hadapan sofa di mana Merlino dan Nicky sedang duduk santai menikmati segelas minuman beralkohol di tangan masing-masing."Tuh, Nick. Kamu mau ngapain nyuruh aku manggil si Cherry?!" ujar Merlino sembari terkekeh mengamati sobatnya yang tersipu malu.Nicky pun menyerahkan sebuah pack dengan gantungan baju. "Ini buat kamu ganti kalo mau pulang. Tadi kuliat pakaian kamu basah kena hujan," ujarnya.Dengan sedikit terkejut sekaligus terharu karena ada orang yang begitu peduli kepadanya, Cherry pun sedikit berkaca-kaca matanya lalu menerima b
"Kita sudah di Jalan Cibiru, Mas Nicky. Selanjutnya arahnya ke mana ya?" tanya Pak Harjo, sopir pribadi Nicky yang mengantarkan Cherry pulang ke rumahnya.Gadis yang mereka antar pulang malah ketiduran di pelukan Nicky dengan sangat lelap. Dilema bagi pria blasteran tersebut, separuh hatinya masih ingin berada di posisi yang mesra seperti itu dan di sisi lainnya dia harus membangunkan Cherry agar tahu alamat tepat rumahnya.Akhirnya dia pun memilih membangunkan Cherry saja. "Ehm ... Cher, kita sudah sampai di Cibiru. Bangun sebentar ya!" ujar Nicky dengan hati-hati sambil menepuk-nepuk pipi gadis tersebut."Ehh ... mm—maaf, Pak Nicky. Apa saya ngiler?!" seru Cherry yang membuat Pak Harjo dan Nicky sontak tertawa geli."Nggak kok, ini alamat pasti rumah kamu di sebelah mana? Pak Harjo bingung tuh mesti belok ke arah kanan apa kiri," jawab Nicky masih menyisakan seringai tawa di wajah tampannya.Maka Cherry pun melihat ke luar kaca jendela mobilnya lalu dia berkata, "Ini ambil kiri, Pak