“Nes?”
Olivia berdeham setelah menyapa temannya melalui telepon. “A-aku boleh nginep di rumahmu?”
Nessa mengernyitkan matanya. Ada perasaan ragu di wajahnya.
“Kenapa, Ci?”
“Mmm aku nggak mau di rumah aja, sih?”
Olivia enggan menceritakan hal yang dialaminya kini. Seraya membayangkan kejadian tempo lalu saat ia pergi dari rumah dan berakhir menginap di sebuah hotel mewah yang ternyata menjadi malapetaka untuknya. Kartu kreditnya diblokir semua oleh papanya—pemegang kartu kredit utama.
“Ta-tapi rumahku jelek?” Nessa menjawab dengan bimbang. Antara merasa kasihan dengan temannya ini atau harus mengikuti pesan dari Aulia.
“Pokoknya aku mau tidur di rumah kamu. Nggak apa-apa, ya?”
Nessa menggaruk keningnya kasar. “Aku ijin mamaku dulu, ya?&
“Aaargh!”Teriakan itu sempat mengusir burung-burung kecil yang sedang hinggap di batang pohon sebelah kamar Olivia.Ia sudah berpindah dari hotel ke sebuah kos eksklusif. Olivia mendapatkan lantai dua sehingga ia bersebelahan dengan pohon salam dengan daunnya yang tipis.Rambut Olivia pagi ini sangat berantakan. Wajahnya memerah karena emosi yang memuncak dan tak tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Bumi seolah sedang memberikan racun padanya kali ini.Ia memikikan perkataan Ivan di malam dua hari yang lalu.Saat itu Ivan juga mengajaknya pulang namun Olivia kekeuh menolaknya. Sehingga Ivan berkata, “oke. Aku kasih kamu waktu lagi. Tapi kalau aku sudah muak dan nggak tahan … aku jemput dan paksa kamu.”Olivia juga mematikan ponselnya. Ia berusaha keras untuk tidak menghubungi siapapun. Karena ia merasa tidak ada yang berp
Hidup Olivia yang semula manis kini berada dalam suatu tempat yang ia sebut api penyucian. Entah apa yang membuatnya menyebut frasa tersebut.Yang ia tahu kini ia sedang berdandan ayu di depan cermin di sebuah ruangmake-up. Dengan rasa kesal yang membendung tinggi dalam hati dan benaknya.Bukankah seharusnya pengantin merasa bahagia ketika menyambut pernikahannya?“Ck! Menikah!?” decitnya sendiri ketika perias tersebut telah selesai menata wajah cantiknya itu.Pasalnya, Olivia tidak ingin menikah selama hidupnya. Ia hanya melihat dirinya menghabiskan waktu bersama anjingnya yang beranak-pinak dan berlarian di rumah besarnya.Uang? Punya. Rumah keren? Punya. Mobil? Lebih dari satu. Lantas mengapa Olivia menikah dengan laki-laki yang disebut super sempurna itu? Padahal dirinya juga memiliki segalanya.Orang tua bangkrut? Tidak j
“Bukan mimpi namanya kalau memang takdir.” — Rebecca Puspa.***Tiada hari tanpa jalan-jalan bagi Olivia. Hidupnya seakan hanya bisa berfoya-foya saja.Kesehariannya hanya bangun tidur, rebahan di kasur, memainkan ponsel, mandi dan pergi ke luar rumah untuk bertemu teman-temannya di sore hari. Selama menunggu teman-teman Olivia pulang kuliah, ia menghabiskan waktunya untuk membuat konten Tik-tok.Semua yang viral ia lakukan demi menaikkanfollowers. Ia juga memanfaatkan kecantikannya agar menarik banyak pengguna menilik akunnya itu.“Jadi ke Noach nggak?”Olivia menghubungi Nessa. Teman akrabnya yang ikut terjun dalam beberapa masalah yang dibuat Olivia.Rencana dari kemarin, mereka ingin pergi ke sebuah kafe yanginstagrammable.Dengan nuansa kayu cerah, tanaman r
“Astaga!” jerit Olivia dari dalam hati. Wajahnya memerah padam dan terbaring di ranjangnya.Apa yang sedang ia bayangkan?Rupanya malam itu, pria yang mengendarai Lamborghini sedang memaksanya ikut menaiki mobil. Hingga Olivia pun meninggalkan teman-temannya di kafe.***Kala itu, degup jantung Olivia berdebar kencang. Bukan karena akhirnya berdampingan dengan pria yang sempat ia lirik tadi. Melainkan karena pria itu menyetir mobil seperti sedang menaiki jet tempur.“Hoi! Pelan-pelan dong bawa mobilnya! Kamu mau tanggung jawab kalau aku ada apa-apa?! Nggak, kan? Kita aja nggak kenal!”Pria tadi masih berdiam diri dan fokus menyetir. Sampai pada mereka berhenti di sebuah mall dengan parkir VIP.Anehnya, meski Olivia merasa takut dengan pria asing ini, ia masih mengikutinya. Pria yang dari tadi belum mengucap sepatah
Perlahan Olivia membuka matanya yang sejak tadi hanya melihat warna hitam. Jantugnya berdebar hebat sejak sebuah kain tipis melingkar di kedua matanya.Sialan! Dimana aku?Pandangannya sinis ke seluruh ruangan ini. Namun ia tak terlalu merasa terkekang karena tak ada satupun tali yang mengikatnya seperti adegan kejam di sinetron.“Nona, silakan ditunggu.”Olivia kontan menoleh ke belakang. Tampak seorang pria mengenakan jas hitam formal sedang bertugas.“Hah? Nungguin siapa?” tanya Olivia yang tak kunjung mendapat jawaban juga.Dengan mata ayamnya, nampak seseorang telah datang mendekatinya. Ia pun menoleh ke kanan.“Eh?” Celetuk Olivia menghentikan langkah kaki wanita tersebut. Wanita yang ditemuinya di sebuah restoran korea di mall hari yang lalu.Perempuan itu s
“That you were Romeo, you were throwing pebbles.” — Taylor Swift.***Ivan memejamkan matanya. Hari yang tak biasa telah terjadi. Seperti laba-laba telah bersarang di otaknya.“Mah!? Ini maksudnya apa?”Li Hua berkata, “mama sudah nggak bisa nunggu. Mama mau kamu menikah.”Lantas Ivan semakin stress, ia mengacak adul rambutnya yang lemas itu.“Aku belum mau!” tolak Ivan mentah-mentah. Melihat Li Hua menyicip beberapa masakan di sebuah hotel.Tampaknya Li Hua sedang merencanakan pernikahan baginya. Itu yang ada di pikiran Ivan. Sebab mamanya bertemu dengan pihak wedding organizer di hotel yang mereka kunjungi ini.Kemudian Ivan menarik tangan Li Hua dan mengajaknya keluar dan pulang.Ivan mengantar Li Hua ke rumah. Lantas ia be
Terik matahari yang sangat terang benderang ini membuat seluruh manusia malas untuk keluar. Termasuk Olivia. Ia tidak berniat untuk berbelanja seperti biasanya. Hanya mendekam di dalam kandangnya saja.Perutnya pun kini sudah menebarkan nada. Tanda bahwa ia merasakan lapar dan ingin segera diisi.Olivia beranjak dari kasur dan menuju dapur.Dilihatnya satu buah yang mencolok mata. Ia tertarik memakan buah tersebut.“Livia!”Denyut nadi Olivia seketika berhenti selama satu detik setelah mendengarkan teriakan tersebut.“Kamu lagi hamil! Nggak boleh makan nanas!”“Tapi—““Nggak ada tapi-tapian,” ucapnya pada Olivia. “Mbak Asti! Ini siapa yang suruh taruh nanas di sini?!”Aulia meneriaki Asti sekarang.“Ma! Ak
Sejujurnya Ivan tak bersungguh-sungguh dalam perkataannya kemarin saat berdialog dengan mamanya. Tentang rencananya menikahi Olivia. Yang benar saja, Ivan tak mengenal Olivia. Jadi ia hanya bermaksud menggertak mamanya dan membatalkan perjodohannya dengan Bella.Namun setelah mengetahui secercah celoteh dari seseorang, Ivan kembali mencari Olivia setelah satu bulan mereka tak bertemu kembali. Sebulan setelah Ivan secara tak diundang datang ke rumah Olivia. Mengatakan bahwa dirinya menghamili wanita muda tersebut.Pasalnya saat Ivan pergi setelah berdebat dengan mamanya, ia bertemu dengan seseorang yang dianggapnya sangat berharga.“Waktu itu … saya ingat sekejap kejadiannya.”Ivan memasang wajah antusias. Siap mendengarkan setiap ucapan yang keluar dari mulut tersebut.“Saat itu opa kamu berniat membelikan es krim buat kamu. Kamu masih kecil sekali. Mungk