Marsha ikut bahagia mendengar Sean ingin melamar Zie, tentu saja dia tidak akan keberatan, di ulangtahun pernikahannya nanti akan menjadi hari di mana sang sahabat juga mendapatkan cinta sejati. Marsha mematikan panggilan dan tak terasa air matanya menetes ke pipi. Bagus yang melihatnya pun merasa heran, tapi dia tidak cemas. Marsha terlihat tersenyum sambil menghapus sudut mata, tandanya wanita itu menangis karena haru bukan karena sedih.Bagus mendekat, dia tak bisa menyembunyikan rasa pensarannya dan bertanya apa sesuatu yang baik baru saja terjadi.Marsha mengangguk cepat dan berkata,”Seandainya kamu tahu bagaimana rumitnya hubungan Sean dan Zie.”“Mereka saling mencintai tapi tak bisa mengungkapkan isi hati, begitu ‘kan?” tebak Bagus.“Hem … dan kamu tahu? aku terkadang merasa semua ini berkatmu juga, untung masih ada gigolo mata duitan sepertimu tapi baik hati,”ucap Marsha tanpa sedikitpun rasa sungkan.Mata Bagus mendelik, dia menggertak Marsha tanpa bersuara karena mulut wan
Zie keluar sambil menggendong Ken menuju halaman rumah Marsha yang sudah disulap menjadi tempat diadakannya pesta. Memang sedikit aneh pesta ulangtahun bocah disatukan di hari yang sama dengan ulangtahun pernikahan orangtuanya.Namun, bukan Marsha namanya jika pikirannya sama dengan orang pada umumnya. Acara ulangtahun Serafina sudah dimulai, para orangtua duduk di ruang tamu terutama bapak-bapak - yang merasa tidak mungkin ikut berdiri di antara tamu anak-anak kecil, yang sedang dihibur oleh badut sulap. Zie nampak berdiri dan mencari-cari sosok Sean, dia sedikit kecewa tak melihat mantan suaminya itu berada di sana, meski begitu Zie tetap ceria, menggendong Ken yang sejatinya belum mengerti apa itu pesta. Bayi itu tertawa bahkan cekikikan kala orangtua teman Serafina menyapa dan mengajaknya bercanda. Siapa yang tidak kenal dengan Zie, Sean dan juga bayi mereka. Ken ternyata diam-diam masuk nominasi bayi terkaya versi sebuah majalah bisnis. Zie bahkan tidak mendengar tentang hal itu
"Sudah siap?" Gia masuk ke dalam kamar tipe presiden suit yang ditempati putrinya. Di sana ada Zie yang sedang duduk, dan Marsha yang berdiri di depannya. Dengan balutan kebaya modern, Zie nampak sangat anggun, dia sudah siap untuk duduk bersanding dengan Sean di depan penghulu. "Tidak perlu grogi! seperti perawan yang baru pertama kali mau nikah aja." Cibiran Marsha membuat Zie gemas dan mengayunkan tangan memukul lengan sang sahabat. Marsha sama sekali tak berubah, dia tetap ceplas-ceplos meski sudah memiliki dua orang anak. "Ayo sudah saatnya keluar, jangan membuat Sean menunggu lama." Gia sejak pagi juga tak kalah grogi, dia berdoa bahkan berpuasa sebelum acara hari ini digelar. Tujuannya hanya satu, berharap Tuhan melancarkan pernikahan sang putri. Zie mengangguk, dia membuang napas kasar dari mulut sebelum berdiri dan keluar menuju ballroom di mana akad dan resepsi pernikahannya dengan Sean akan digelar tanpa jeda waktu. Persiapan yang sangat singkat, tak menjadi masalah b
Zie dan Sean menerima banyak doa dan hadiah, setelah pesta mereka selesai dan saat semua keluarga sudah pergi dari ballroom itu, keduanya masih betah di sana. Zie dan Sean berdiri memandang pelaminan sambil bergandengan tangan. Ghea dan Daniel membawa Keenan ke rumah, meski tadi sempat berebut dengan Gia dan Airlangga.“Zie, apa ini pernikahan impianmu?” tanya Sean.“Tentu, menikah dengan orang yang mencintaiku adalah mimpiku.”Sean menoleh Zie yang masih menatap lurus ke depan, hingga wanita itu sadar lantas memalingkan muka. Tatapan mata kedua mahkluk yang sedang mabuk cinta itu pun bersirobok, Sean kembali membelai pipi Zie, dan perlahan menyatukan daging tak bertulang mereka. Sean menyesap dalam-dalam bibir wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya lagi. Ia tak sungkan menelusupkan lidah, menggelitiki rongga mulut Zie dan membuat wanita itu merasa geli.Zie hampir menjauhkan wajah agar tautan bibir mereka terlepas, tapi Sean malah semakin menekan, hingga Zie pun hanya bisa pasra
Zie melangkah masuk, memutar tubuhnya agar Sean bisa membantu meloloskan gaun yang melekat di badannya. Ia diam-diam membuang napas dari mulut untuk meredam perasaan grogi yang mendera, Zie menelan ludah. Ia merasakan Sean mengecup pundaknya dengan sangat lembut. “Zie, kamu mungkin mengira aku menggombal, tapi aku benar-benar menyukai aroma tubuhmu.” Sean memutar pelan tubuh Zie, dia menarik tangan istrinya berjalan meninggalkan gaun yang kini teronggok di lantai. Sean membelai kembali pipi dan mencium bibir wanita itu penuh kasih, Sebelum tangannya mulai bermain ke bagian dada wanita itu, lalu mengalihkannya ke paha karena takut asupan gizi Ken menetes keluar. Zie mendesah, gelenyar aneh kini mulai menguasai tubuhnya. Ia tak bisa mengendalikan libido yang kian membuncah dan secara impulsif meremas inti tubuh Sean di bawa sana. Keduanya saling memberikan rasa nyaman, hingga hasrat tak lagi terbendung. Sean mengajak Zie masuk ke dalam jacuzzi yang penuh air hangat setelah melucuti se
Sean rasanya masih enggan melepaskan pelukannya ke Zie, dia menghirup aroma tubuh istrinya itu dalam-dalam, sambil sesekali menciumi puncak kepala dan pipi. "Sean, aku lelah. Aku juga mengantuk, aku tadi bangun untuk memompa ASI lagi untuk Ken." Suara lengket Zie membuat Sean merasa kasihan. Dia akhirnya membiarkan sang istri istirahat dan menarik selimut untuk menutupi tubuh Zie yang hanya berbalut piyama satin tipis. "Tidurlah! Aku tidak ingin kalau kamu sampai sakit," bisik Sean. Ia yakin sudah membuat sang istri kehilangan banyak energi karena meladeninya semalaman. Zie bahkan berkata lututnya hampir copot tadi. Sean tersenyum mengingat ucapan itu, dikecupnya kening Zie sebelum turun dari atas ranjang menuju kamar mandi. Pria itu membersihkan tubuhnya yang lengket karena servis memuaskan dari sang istri. Ia membalut bagian bawah tubuhnya dengan handuk sambil mematut diri di depan cermin. "Sean, berjanjilah! kamu harus menjadi suami dan ayah yang baik mulai saat ini," ucapnya.
"Tanya apa?" Perasaan Raiga berubah tak enak. Ada ketakutan yang menjalar di hatinya melihat tatapan aneh dari Zie. "Kulitmu semakin gelap. Apa kamu tidak pakai skin care?" Sean tak bisa menahan tawa mendengar ucapan istrinya. Apalagi wajah Raiga dari tegang berubah menjadi masam. Pria itu mencebik kesal, tapi lega karena setidaknya masih tidak ada orang yang curiga tentang perasan yang dia pendam sendiri. "Ken, kamu tidak merepotkan oma dan opa 'kan?" tanya Sean mengabaikan muka sang adik yang cemberut. Ia mendekat ke Zie untuk menggoda putranya. Bayi berumur enam bulan itu tertawa dan mengulurkan tangan seolah ingin digendong sang papa. Namun, lagi-lagi Sean merasakan kepalanya seperti dihantam palu. Dia limbung sampai Raiga harus menahan tubuhnya. "Sean!" teriak Zie panik. Pembantu dan Ghea yang hendak turun ke lantai bawah juga ikut terkejut. Mereka buru-buru mendekat untuk memastikan apa yang terjadi sampai ibunda Keenan itu berteriak seperti tadi. "Apa kamu tidak apa-apa?
"Bulan madu? Ke mana? Aku tidak mungkin meninggalkan Ken lama-lama, kamu tahu sendiri, sedikit repot pergi karena aku harus memompa ASI."Zie mengedipkan mata karena wajah Sean begitu dekat. Dia takut Agita tiba-tiba masuk ke dalam lalu melihat posisinya dan Sean yang seintim ini."Sean, aku ke sini untuk mengecek kondisimu, bukan ingin bermesra-mesraan denganmu." Zie menegakkan kepala, dan apa yang selanjutnya terjadi tentu sudah bisa ditebak dengan sangat mudah.Sean menubrukkan bibir mereka, mencium lembut bahkan menyesap bibir Zie. Pria itu membuat sang istri gemas lalu memukul lengannya bertubi-tubi."Sean, kamu ya!"Perdebatan intim antara Sean dan Zie itu pun terdengar ke telinga Agita. Sekretaris yang merupakan adik kelas Sean dan teman seangkatan Zie semasa SMA itu memulas senyum tipis. Dia memilih untuk fokus ketimbang iri membayangkan kemesraan pasangan suami istri yang sedang dimabuk asmara itu.Sean tersenyum melihat tingkah Zie yang dirasa sangat menggemaskan, dia membim