'Flashback' ke beberapa jam sebelumnya di kedalaman terkelam Lorong Bawah Tanah puri Vagano :
Sky tetap memutuskan takkan mundur sebelum semuanya terungkap dini hari ini juga. Ia bertekad takkan kembali ke atas sana sebelum menemukan asal suara raungan yang sudah membuat semua orang tersiksa dan hidup dalam kengerian.
Ia memang tipe cowok funky, kepo sekaligus kurang hati-hati. Sebab ia tak tahu apa atau siapa yang akan dihadapinya.
Sementara di atas sana Ocean menemukan petunjuk di lounge. Sky belum menutup lukisan dimana ada lemari rahasia tempat penyimpanan persenjataan, dan ada satu pucuk senapan yang hilang. Juga kepergian Emily berhasil ia ketahui karena sweater gadis itu ada di atas sofa lounge dan sepatu serta jaket gadis itu tak ada di pintu puri, jadi ia pasti memakainya entah kemana.
'Bagaimana, haruskah aku menyusul Emily yang pergi entah kemana atau mencari saudaraku yang ceroboh itu?
Tapi, Emily tak mungkin dicari saat hari belum teraKembali pada Emily di pantai yang masih berdua saja dengan Earth, yang baru kali ini berhadap-hadapan sedemikian dekat dan intim hingga bibir mereka bertemu bagaikan sepasang kekasih yang dimabuk cinta. Tapi Emily merasa ada yang belum saatnya ia berikan walau ia harus menuruti semua permintaan dan perintah Earth. "Tunggu." ia menahan dada pemuda itu saat Earth mendorongnya ke pasir dan mulai menaruh tangannya yang penasaran ke tubuh Emily, seperti ia pernah lakukan beberapa saat silam. "Teman belum boleh begini. Ini bukan caranya manusia berteman." "Apa? Kau tak mau menuruti perintahku?" Earth yang emosinya masih sangat labil merasa terluka dengan penolakan Emily itu. PLAK! Tangannya mendarat di salah satu pipi gadis itu. "Ah..." Emily merasa sedikit perih, walau tamparan itu tak terlalu keras. "Kau tak boleh menyakiti wanita. Kau harus belajar menghormati wanita, sebab ibumu dulu juga seorang wanita." pipi Emily sedikit memerah dan panas karenanya. Melihat hal itu Earth jadi
"Jangan, Earth. Tidak dulu, tidak sekarang, kumohon." Emily tersadar bahwa ia terlena, hampir terjatuh dalam pencobaan terindah, segera duduk dan merapikan dirinya, membuang muka sambil berkata perlahan, "Aku tak tahu, aku takut." "Apa?" Earth tampak kecewa. Tadi ia begitu yakin gadis itu sudah menerimanya. "Kuselamatkan kau beberapa kali. Aku tak tahu mengapa aku begitu. Mestinya aku tak perlu menyelamatkanmu, ya?" Pemuda itu berdiri, ikut merapikan pakaian lama yang diberikan Lilian yang masih dikenakannya, dan sejenak mencoba mengontrol dirinya yang hendak marah sekali lagi karena penolakan Emily."Mengapa kau tak mau melihatku? Apakah milikku tak seindah dirimu?" "Bukan begitu. Aku... " Emily mengaku, antara malu dan masih begitu takut. "Yang tadi kita alami dan yang sesungguhnya kita hampir lakukan, itu belum pernah kualami. Hubungan sedemikian mesra antara manusia bukan hanya dengan cinta saja. Kita harus menikah." Earth terperanjat. "Apa itu menikah?" "Yang dilakukan orangt
(Point-of-view Seseorang di Lorong Bawah Tanah:) Aku mungkin kehilangan akal sehat, kehilangan anggota keluarga, serta apapun yang dulu kumiliki, termasuk cinta. Bahkan wanita yang dulu kucintai, lalu tidak jadi kupilih karena sifatnya yang tak cocok lagi denganku, telah menghempaskanku begitu saja setelah aku tak lagi berharga di matanya. Semua orang mengiraku mati. Semua orang tak lagi perduli kepadaku termasuk Hannah. Hanya karena aku menolak cintanya dan juga menolak menerima lahirnya anak ketigaku. Ya! Karena kelahirannya memang tak kukehendaki! Satu atau dua putra dari wanita yang kupilih, baiklah. Aku sungguh bersyukur dan bahagia bisa memiliki dua putra pada saat bersamaan.Tapi tiga? Aku tak siap dan begitu terkejut. Apalagi disusul dengan perginya seseorang yang kuci
Sementara Ocean dan Sky masih dalam perjalanan mencari Emily yang hilang, gadis itu masih berada bersama Earth di pantai dekat lokasi mercu suar Lilian yang semalam-malaman terbakar dan hingga kini masih menyisakan jejak asap mengepul lamat-lamat. Baik Emily maupun Earth belum tahu siapa pelakunya dan apa yang telah terjadi di sana. Setelah Emily merasa pulih, ia berdiri dan mendekat ke tempat itu, berusaha mencari petunjuk. Tak ada tanda-tanda korban makhluk hidup kecuali rerumputan dan tanaman obat Lilian yang ikut hangus terbakar. Namun sesuatu yang berkilau di abu potongan rumput liar yang juga terbakar di dekat pintu masuk menarik perhatian Emily. Diambilnya dan diamatinya. "Sebuah pisau?" "Milik Si Tua." Suara Earth yang mi
Dalam hati Earth tiba-tiba bergejolak sebuah rasa yang sudah ia pendam selama berpuluh-puluh tahun. Rasa yang sudah ditanamkan ke dalam hati dan pikirannya sedari batita atau balita, entah kapan. Yang jelas, selama masa kecilnya hingga remaja dan dewasa, ia hanya diberitahu Hannah bahwa Ocean dan Sky itu 'orang jahat', Ocean dan Sky itu 'penyebab dirinya berada di bawah sini', Ocean dan Sky itu 'istimewa' sedangkan dia bukan siapa-siapa. Dan siapa lagi kalau bukan Si Tua, alias Hannah Miles, orang yang belakangan juga mulai dibenci olehnya karena kerap menyiksanya akibat membangkang dan tak mau menuruti semua perintahnya untuk 'tak menampakkan diri dahulu'. Tapi belakangan karena yakin ajal Earth semakin dekat, malah memberinya 'kebebasan' dengan harapan Earth akan menjadi 'kuat' sebelum hari pembebasan sejatinya tiba. Dan terlebih lagi sejak ketertarikannya kepada Emily. Earth tahu betul, Ocean adalah sosok saudara kandungnya yang tertua dan juga paling dekat dengan
Sampai sore itu Emily belum bisa menemukan cara untuk pergi dengan aman meninggalkan Earth, yang hingga saat ini masih 'menempel erat' pada dirinya. Sudah seperti pacar, bahkan mungkin seperti ibunya! Earth begitu gembira saat Emily tersenyum padanya, mungkin baru beberapa jam terakhir ini sepanjang perjalanan hidupnya, ada seseorang yang begitu intim. Emily merasakan kegembiraan serupa, walau masih bercampur kekhawatiran yang amat sangat. Ia bukannya tak ingin menemani pemuda itu, malah semakin dalam mengenalnya, semakin ia merasakan ketertarikan yang tak biasa. Kadang ia merasa takut sendiri apabila Ocean sampai tahu bahwa perlahan-lahan hatinya mulai lebih memilih Earth. Simpatikah? Rasa kasihan atau sekedar penasarankah? Yang jelas, ketertarikan ini membuat Emily jatuh dalam rasa bersalah dan dilema berkepanjangan. Yang jelas, pemuda itu memiliki hati yang tulus, walau masih menyimpan kepahitan dan juga sama berbahayanya dengan pedang yang
Hingga malam tiba, Ocean maupun Sky belum tahu dimana keberadaan Emily. Mereka begitu ingin berkeliling pulau mencari dimana gadis itu berada, karena dirasa percuma mendesak Hannah yang walaupun semakin mempertunjukkan aura jahatnya, juga menunjukkan ketidaktahuan pada hilangnya Emily. Si Tua Jahat memang tak pernah suka kepada gadis itu, karena kehadirannya dianggap menghalang-halangi atau menunda segala rencananya! Namun dengan menghilangnya gadis itu, ia merasa sedikit di atas angin. Ocean dan Sky dalam kebingungan yang amat sangat, antara ingin menyisir pulau lagi atau diam saja melindungi keberadaan mereka berdua. Walaupun banyak petugas jaga dan pegawai perkebunan yang berjaga-jaga 24 jam, namun tanpa tahu apa dan siapa yang mengancam nyawa, bagaimana mungkin bisa tetap tenang? Hanya sedikit kata-kata Lilian si Dokter yang mampu melegakan hati kedua kembar itu, "Emily gadis yang cerdas. Ia pasti bertahan, mungkin ia belum pulang karena sedang menyelidik
Sementara itu di Puri, Ocean tergeletak di atas ranjang besar mewahnya, telentang menatap lurus langit-langit berbantal lengan, belum bisa tidur, memikirkan Emily yang belum juga kembali dan tak ada kabar apa-apa selama hampir 24 jam. Ia tak tahu harus berbuat apa. Haruskah aku mencarinya keluar sana atau turun ke Lorong Bawah Tanah? Tidak mungkin ia berani turun ke sana sendirian tanpa siapa-siapa, dan bagaimana mungkin ia bisa bertahan hingga 24 jam? Satu jam saja di bawah sana kurasa manusia biasa takkan bisa bertahan. Belum lagi bila sekarang semakin jelas dan nyata ada sesuatu di bawah sana. Bisa berdarah. Bukan monster apalagi hantu. Tapi sesuatu tak dikenal. Mungkinkah sesuatu itu menawan Emily? Memikirkan itu, tetiba Ocean tersentak bangun dan bergegas mengganti pakaian tidurnya. Dihampirinya kamar Sky, berharap agar adiknya belum terlelap. "Sky !!! Kau sudah tidur? Ayo kita turun ke Lorong Bawah Tanah sekarang juga !!! E