Hari sudah malam tapi Ardi belum juga pulang, Amanda sangat cemas karena ponsel Ardi mendadak tidak bisa dihubungi, pesan yang dikirim Amanda juga tidak masuk. Malam semakin larut, Amanda semakin gusar. Amanda seperti sedang menunggu tiap detik yang jadi semakin panjang serta mencekam, tiap detik yang bisa seketika berubah menjadi bencana. Berbagai bayangan mengerikan terus tumbuh berjejal di kepalanya.
Tiba-tiba Amanda mendengar suara pintu gerbang yang bergeser dan dia segera terlonjak. Amanda melihat mobil Ardi. Amanda langsung bergegas turun dengan kelegaan yang luar biasa karena suaminya masih pulang.
"Oh Tuhan... apa yang terjadi?" Amanda langsung menangis ketika memeluk tubuh suaminya yang babak belur dengan rasa pilu.
Wajah Ardi membengkak lebam dan hidungnya sedikit mimisan. Amanda menangis hingga mereka berdua bersimpuh di lantai untuk saling berpelukan. Malam ini suaminya memang masih pulang tapi bagaimana dengan besok dan besoknya lagi. Amanda sangat ketakutan memikirkannya. Mereka benar-benar seperti kelinci yang sedang disiksa pelan-pelan tanpa bisa melawan untuk menunggu eksekusi.
Amanda mengambil kantong es batu untuk mengompres rahang suaminya yang membengkak dan sisi hidungnya yang masih sedikit mengucurkan darah. Amanda tidak ingin menangis tapi air matanya terus bercucuran tanpa bisa dia hentikan. Ardi juga sangat pedih karena membuat wanita yang dia cintai jadi seperti ini, tapi mereka benar-benar tidak berdaya.
"Apa kita harus ke dokter?" Amanda benar-benar cemas tapi Ardi menggeleng.
"Aku harus melunasi semuanya akhir pekan ini, kau dan Sisi bisa pergi ketempat yang lebih aman dulu," saran Ardi tapi Amanda terus menggeleng dan makin menangis.
"Kita hanya akan pergi bersama, Mas."
Ardi dan Amanda sudah bersama sejak masih anak-anak dan selalu bersama di bangku sekolah sampai mereka akhirnya menikah. Amanda tidak akan ke mana-mana tanpa suaminya. Memang tidak pernah ada yang tahu bagaimana sebuah bencana bisa tiba-tiba menimpa sebuah keluarga yang semula damai. Banyak keluarga hancur karena masalah ekonomi atau orang ketiga tapi sedikit yang bernasib seperti mereka.
"Aku juga tidak ingin berpisah dengan kalian tapi jika itu bisa menyelamatkan kalian, pergilah Amanda, pergi dan bawa putri kita sejauh mungkin."
"Tidak, aku tidak mau!"
Amanda tetap bersikeras tidak mau jika Ardi menyuruhnya pergi sendiri. Amanda juga tidak berani bercerita jika tadi siang dia mendapatkan pesan dari nomor tidak dikenal.
Amanda bantu melepas kemeja Ardi yang kotor dan sedikit koyak di bahunya. Suaminya benar-benar dipukuli seperti binatang, bekas lebam kebiruan di punggung dan di dada Ardi membuat Amanda sangat takut, air matanya terus berderai melihat pria yang dia cintai mendapatkan perlakuan seperti itu. Amanda tidak rela dan tidak terima tapi apa yang bisa dia perbuat, bahkan mereka tidak bisa kabur ke manapun untuk menyelamatkan diri.
"Jika sampai terjadi sesuatu padamu aku juga akan ikut bersamamu, Mas." Pelan-pelan Amanda mencium sisi bibir suaminya yang lebam.
Ardi tidak sanggup bicara, dia sangat mencintai Amanda melebihi nyawanya sendiri, tapi Amanda juga tidak mau pergi darinya. Dalam kepedihan yang tak teratasi Ardi hanya bisa membawa wanitanya bercinta. Semalaman mereka bercinta sambil menangis tapi tetap tidak ingin saling berpisah. Jika hanya itu sisa kebahagian yang mereka punya paling tidak bagian itu tidak akan ada yang bisa merampasnya.
*****
Hari masih pagi ketika Amanda bangun lebih dulu, Ardi masih tidur saat Amanda menciumnya.
"Mas, aku kan antar Sisi ke rumah ibu."
Ardi mendengarkan tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Semalam mereka juga sudah membahas hal ini. Amanda tidak mau putri mereka sampai melihat ayahnya yang babak belur.
"Mas istirahat saja dulu nanti aku pulang sekalian membeli makanan."
Amanda juga sudah meliburkan para pengurus rumahnya termasuk supir dan juru masak. Amanda tidak mau terlihat seperti ini di depan siapapun. Amanda mengantongi ponselnya ketika masuk ke dalam kamar mandi. Bahkan sekarang Amanda takut untuk membuka ponsel di depan Ardi. Begitu menutup pintu Amanda segera memeriksa semua pesan masuk dan lagi-lagi sebuah pesan dari nomor asing yang telah di kirim sejak tadi malam.
[JANGAN ABAIKAN PESANKU!] bunyi pesan yang ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri tanda seru layaknya peringatan keras.
Amanda sampai ingin langsung membuang ponselnya ke tempat sampah karena tidak mau terus diteror. Tapi Amanda yakin para mafia itu juga tidak akan berhenti hanya dengan diabaikan. Tadi malam Ardi dipukuli hanya karena Amanda mengabaikan pesan, lain kali bisa jadi suaminya benar-benar tidak akan pulang lagi. Komplotan Mafia bisa berbuat apa saja dan nyawa manusia cuma dianggap hal sepele.
[Apa maumu] balas Amanda karena sudah tidak tahan.
[Temui Dominic Rodriguez jika kau ingin menyelesaikan hutang suamimu!]
Amanda terkejut karena pesannya juga langsung dibalas. Amanda masih tercengang syok di depan cermin kamar mandi menatap wajahnya sendiri yang pucat tanpa aliran darah. Tentu Amanda tidak bodoh, dia tahu apa yang mereka inginkan. Selain menjual organ tubuh manusia, orang-orang seperti mereka pasti juga biasa memperjual belikan wanita.
Tapi siapa yang bisa menduga kekuatan seorang wanita ketika harus menjadi seorang istri dan seorang ibu, apapun bisa dia terjang. Selesai mengantar Sisi ke sekolah Amanda melihat lagi pesan di ponselnya dan segera mengetik pesan.
[Di mana aku bisa bertemu dengannya?]
[Ikuti instruksi kami dan jangan matikan ponselmu!]Amanda nekat menemui Dominic Rodriguez seorang diri. Amanda terus mengikuti instruksi dalam pesannya dan sampailah Amanda di depan sebuah rumah besar dengan pintu gerbang tinggi yang dijaga oleh pria-pria berbadan besar. Amanda merinding hingga berpikir mungkin dirinya tidak akan bisa kembali jika sudah masuk ke rumah tersebut tapi sudah kepalang tanggung. Pintu gerbang di depannya segera terbuka, semuanya sudah terlanjur. Amanda nekat membawa mobilnya masuk. Rumahnya sangat besar berhalaman luas dan banyak pengawal berkeliaran persis dalam film-film mafia.Amanda menghentikan mobilnya di halaman paving berbentuk lingkaran dengan kolam air mancur di tengahnya. Sebuah rumah bergaya Eropa klasik dengan pilar-pilar putih besar menjulang sampai ke lantai tiga. Rumah yang sangat besar dan megah tapi kesannya tetap mengerikan karena Amanda tahu apa tujuannya datang ke tempat tersebut. Amanda benar-benar sedang seperti kelinci bodoh yang mas
Dom bisa melihat sebuah kebencian yang begitu dalam dari tatapan wanita yang baru diantar masuk oleh seorang pengawalnya. Bagi Amanda pria itu memang sudah bukan lagi orang yang pernah ia kenal dulu, dia orang yang berbeda. Amanda juga tidak akan sudi lagi memanggil namanya."Jadi apa kau sudah berubah pikiran?" Tubuh Dom masih tidak bergeming ketika menatap Amanda yang kali ini sudah kembali berdiri di hadapannya tanpa pelu dia minta untuk datang.Amanda memang kembali nekat datang sendiri menemui Dom meski tahu pria itu sangat licik dan keji, pria yang telah memotong jari tangan suaminya. Dominic Rodriguez adalah pria tanpa hati yang juga bisa mengambil ginjal, jantung, dan organ tubuh apapun dari keluarganya tanpa sedikitpun rasa iba."Apa kau akan bersumpah untuk berhenti menggangg
Hati Amanda benar-benar Hancur menyaksikan tubuhnya sendiri yang sedang begitu terpampang di hadapan pria yang bukan suaminya, Amanda sangat mencintai suaminya dan seharusnya hanya Ardi yang boleh melihatnya seperti itu. Tubuh Amanda sudah tidak terbalut apa-apa dan sedang direntangkan dengan begitu terbuka untuk dipandangi dan sebentar lagi akan ikut dicicipi oleh lelaki lain. Amanda sangat jijik tapi tetap harus menjalani ini dan harus bisa mengubur dalam-dalam seluruh perasaannya. Walaupun Ardi tidak akan mengetahui perbuatanya tapi Amanda yakin jika rasa berdosanya tetap akan ikut menggelayuti seumur hidup. Dia adalah seorang istri dan seorang ibu yang sedang seperti tidak memiliki harga diri, hal itulah yang sekarang paling membuat Amanda jijik dengan perbuatanya. Dominic Rodriguez hampir satu setengah kali lebih besar dari Ardi, punggungnya lebar dan tebal, otot lenganya sedang m
Ternyata Dom memang membiarkan Amanda pergi dan tidak menyuruh seorang pengawalpun utuk menghalanginya. Beberapa pengawal berbadan tegap yang berjaga di beberapa pintu itu juga hanya menatap Amanda dari ujung kepala sampai ujung kaki. Amanda sadar sudah jadi seperti apa penampilannya setelah perlakuan Dom tadi. Siapapun akan bisa langsun melihat jika dirinya baru selesai disetubuhi dan masih berantakan, bahkan Amanda baru sadar jika salah mengancingkan kemejanya yang tinggi sebelah. Amanda tidak perduli rasa malunya sudah lenyap di hadapan mereka semua, dia terus berjalan seperti patung hidup dan hanya ingin segera keluar dari tempat terkutuk itu.Mobil Amanda masih terparkir di halaman dan bersyukur mesinya masih berfungsi dengan benar tanpa ada yang mengganggu. Pintu gerbang besar itu juga segera dibuka untuknya, walaupun Amanda tetap akan menabraknya jika sampai tidak dibuka. Begitu k
Tiga hari setelah Amanda menemui Dom, dia masih harus rutin meminum kembali pil KB-nya diam-diam tanpa sepengetahuan Ardi. Walaupun perbuatannya tidak ketahuan tapi rasa bersalah dan kotor itu tetap tidak bisa Amanda singkirkan begitu saja. Amanda jadi takut untuk disentuh oleh suaminya sendiri karena rasanya seperti ada yang sedang berjalan tidak benar. Sudah beberapa malam Amanda selalu pergi tidur lebih dulu untuk menghindari suaminya. "Kau sudah bersih?" Ardi menyusul dan merabanya. Biasanya Ardi memang akan langsung memeriksa seperti itu dan jelas Amanda sudah tidak memakai pembalut. Ardi menggeser pinggulnya utuk lebih terbuka dan merapat. Amanda paham jika suaminya sudah sangat ingin setelah empat hari mereka tidak berhubungan intim. Biasanya Ardi hanya tahan dua
Amanda sudah sama sekali tidak tenang begitu mendekati tanggal satu, dia tidak bisa duduk atau berdiri dengan jenak lagi. Ujung jari telunjuknya yang bercat kuku merah cantik terlihat mengetuk-ngetuk gelisah pada tepian gelas koktail kristal yang sudah hampir dua jam baru dia minum setengahnya. Amanda sedang berkumpul bersama keluarga besar Ardi, hari ini ibu mertuanya sedang berulang tahun. Semua saudara Aldi dan iparnya juga sedang berkumpul bahkan yang tinggal dari luar negeri juga datang. Ini adalah kali pertama Amanda dan Ardi berkumpul dengan keluarga besar setelah masalah pelik mereka dan Ardi yang kehilangan satu ruas jari kelingkingnya. Tentu hal tersebut juga tidak luput menjadi pertanyaan di tengah saudara-saudaranya. Ardi berbohong jika Jarinya terkena gerinda. Meski terdengar agak janggal karena Ardi bukan tipe orang yang akan berurusan dengan alat pertukangan tapi mereka semua pilih percaya saja walaupun setelah itu tatapan mereka jadi aneh. Amanda merasa sanga
Tanggal satu akhirnya tetap tiba, Amanda kembali datang menemui Dom. Kali ini Amanda langsung dipersilahkan masuk tanpa diantar pengawal. Ketika Amanda tiba Dom terlihat sedang bicara dengan dua orang anak buahnya dan langsung dia perintah untuk pergi begitu melihat Amanda yang sudah berdiri di ambang pintu. Amanda sempat berpapasan dengan dua orang pria bertubuh tinggi besar itu ketika mereka keluar. Diam-diam Amanda mulai menghapal masing-masing wajah yang dia temui di rumah tersebut. Amanda tidak mau kecolongan dan tidak akan tinggal diam jika ada salah satu dari mereka yang berani berkeliaran di sekitar putrinya. "Senang melihatmu datang tepat waktu," sambut Dom dengan seringai kesombongannya yang tidak terbaca. Entah dia benar-benar senang atau untuk sekedar mengejek. Amanda tetap berjalan mendekati pria tinggi besar itu tanpa rasa gentar meski wajarnya dia takut karena tatapannya sama sekali tidak ramah. "Jika ini hutang aku ingin ada perhitungannya!" t
Dom benar-benar mengirim makana ke kamarnya meski pria itu sudah tidak kembali. Amanda cuma memandangi makanan di hadapannya dengan pikiran yang sebenarnya sedang tidak berani dia jabarkan. 'Satu tahun' pikir Amanda, satu tahun dirinya akan menjalani ini demi putri, sumi, dan keluarga kecilnya. Amanda tidak yakin apa dirinya akan sanggup sementara mengingat perbuatan mereka seperti tadi saja rasanya Amanda tidak sanggup untuk menatap Ardi lagi. Dom memang terkutuk, tapi Amanda juga mulai berpikir jika ini menjadi pilihannya maka dia harus segera bisa berdamai dengan kondisi ini dan mencari celah karena dia tidak mau kalah dan sia-sia. Amanda telah menyetujui kesepakatannya, sesuatu yang telah di putuskan hanya tinggal dijalani. Ponsel Amanda tiba-tiba berbunyi dan muncul pesan dari Ardi. [Apa kau sudah menjemput sisi?]