Posisi Marsha kini terpojok, Albert mengunci tubuhnya hingga dia tidak bisa bergerak sama sekali. Ciuman pria itu sangat kasar. Bibirnya terasa perih karena pria itu terus menggigitnya dan memaksa lidahnya untuk masuk.
Marsha kembali berontak, mencoba mendorong agar pria itu mau melepaskan dirinya. Walaupun Kungkungan tubuh pria itu sulit untuk ia goyah kan, dia tetap mencoba mendorong serta memukul dada pria tersebut agar mau memberikan celah untuk dirinya bisa melepaskan diri.
Pertahanan gadis itu runtuh, Albert berhasil memasukkan lidahnya dan membelit daging tak bertulang gadis tersebut. Tangan gadis itu dia cekal keatas , sehingga tidak dapat melawan kekuatan pria itu. Tangan pria itu tidak tinggal diam, dia membuka kancing blouse yang dikenakan gadis itu, kini terlihat lah dua gundukan indah yang menggantung dibalik pakaian dalam gadis itu.
Dia melepas ciumannya dan fokus menatap keindahan tubuh gadis y
Albert kembali bekerja. Sedangkan gadis itu, ah salah dirinya sudah tidak gadis lagi. Wanita itu masih tertidur karena pingsan. Pria itu tersenyum puas, keinginannya sudah terpenuhi. Untung saja Joe tidak ada di kantor, jadi dia tidak perlu takut menarik wanita itu dan menidurinya.Jangan salahkan dirinya, karena wanita itu sendiri yang memancing dirinya untuk melakukan hal itu. Ya walaupun dari awal memang tujuan pria itu adalah mengambil kesucian gadis itu. Tetapi dirinya memang tidak suka jika apa yang sudah dia klaim menjadi miliknya disentuh orang lain.Wanita itu terbangun, dia merasakan tubuhnya sangat sakit. Bahkan ikatan Pada tangannya belum juga dilepas. Dia kembali menangis, ingatan Albert menyetubuhinya membuatnya sakit. Isakan tangis wanita itu terekam jelas oleh sadap suara yang Albert pasang dan terhubung ke ponsel pria itu. Albert yang semula meneliti berkas mengalihkan pandangannya dan melihat CCTV yang
Joe telah kembali dari tugasnya, kini saatnya dia beristirahat sejenak dengan mendudukkan dirinya pada kursi kerja kesayangannya. Pria itu meminum Americano yang dia beli saat kembali ke kantor. Dia memperhatikan sekitar, sepertinya ada yang kurang."Dimana gadis itu?" Pikirnya. Seseorang datang membuat pria yang duduk santai diatas kursi kesayangannya itu menoleh kearah objek yang sedang berjalan kearah kursi disampingnya. Dia adalah Marsha, gadis itu datang dengan membawa tas yang pria itu rasa adalah tas dari brand yang cukup terkenal.Bukankah gadis itu tadi memakai setelan berwarna biru Dongker? Mengapa sekarang berubah menjadi dress mahal yang dia kenakan. Ah soal gadis itu, Joe belum tahu jika Marsha sudah tidak gadis lagi. Dan dia akan menganggap seperti itu selama dia tidak mengetahuinya.Pria itu masih memperhatikan gadis yang kini tengah meringis saat mendudukkan dirinya,
Marsha merebahkan tubuhnya pada ranjang empuk yang berada di kamarnya. Dia memejamkan matanya dan menghirup udara bebas. Wanita itu tersenyum, akhirnya dirinya bebas dari jeratan Albert. Pikirnya.Setelah dibantu Joe mengeluarkan barang yang dia bawa, dia juga diantar pria itu untuk membeli stok bahan makanan. Dia sangat berterima kasih pada pria tersebut. Setidaknya masih ada orang baik yang mau membantunya dan tidak bersikap kurang ajar pada dirinya.Dia merasakan lelah pada tubuhnya, bagaimana pun juga hari ini adalah hari naas dimana dia dilecehkan oleh bos nya sendiri. Ingin dia merutuki dirinya yang tak bisa melawan Albert. Tetapi mau bagaimana lagi, semua sudah terjadi. Dan yang sudah terenggut tidak bisa kembali lagi. Dia hanya berharap semoga laki-laki yang akan menjadi masa depannya mau menerima dirinya apa adanya.Matanya mulai berat. Tanpa rasa takut akhirnya dia bisa tertidur dengan damai.
Suara tembakan menggema di kehening malam. Seorang pria dengan stelan serba hitam serta topi dan juga masker yang menutupi wajahnya tengah melesakkan tembakan pada pria tua yang tak lain adalah musuhnya. Darah terciprat memenuhi jalanan kumuh yang kerap ditinggali para pengemis. Bau amis menyeruak bercampur dengan bau busuk dari sampah yang menumpuk diujung jalan buntu.Pria itu tersenyum dibalik maskernya, dengan gagah dia menghampiri mayat yang terbujur kaku dan menginjak kepala mayat pria tua tersebut. Tangan kekar yang tertutup sarung tangan itu menyeret tubuh pria tua yang sudah tidak bernyawa.Beruntung sekali pria itu, kawasan yang dia jadikan tempat membunuh ini sedang tidak ada pengemis yang biasanya tidur disana. Satu orang lagi datang, dia juga tersenyum miring dibalik masker yang dia pakai. Pria yang baru saja datang adalah orang kepercayaannya. Dirinya datang setelah mendapat sinyal dari pria yang kini meny
Tubuh mungil wanita itu bergetar, tamparan yang pria itu layangkan meninggalkan luka pada bibirnya. Tidak tahu bagaimana , tetapi pria dengan tubuh kekar itu berhasil menguasai tubuhnya. Air mata mengalir dari mata indah wanita yang terkurung di bawah pria tersebut.ia memalingkan wajahnya saat pria itu mencoba untuk menciumnya. Marsha tidak mampu lagi melawan kekuatan Albert. Dirinya hanya pasrah ketika pria itu mengikat tali yang entah dari mana pria itu dapatkan pada tangannya yang sudah memerah.Ah, tidak lupa juga Albert membuka seluruh pakaian wanita itu hingga tak ada lagi kain yang menempel pada tubuhnya. Rintihan memohon untuk di lepaskan tidak di hiraukan sama sekali olehnya. Sungguh, Marsha sangat membenci Albert yang mengancamnya dan bertindak kasar padanya.Tubuhnya menggelinjang ketika jemari pria itu meraba setiap jengkal tubuhnya. Dengan tatapan mesum pria itu menghirup aroma tubuhnya, serta b
Joe melangkahkan kakinya dari parkiran menuju pintu masuk kantor. Pria itu berjalan dengan menjinjing tas kerja serta tumpukan berkas yang ia bawa pada tangan kanannya. Jari telunjuknya menekan tombol lift, setelah terbuka pria itu di kejutkan dengan kehadiran pria lain yang memakai pakaian serba hitam.Pria itu keluar setelah pintu lift terbuka, bahkan bahu pria tersebut juga mengenai bahu Joe yang membuat pria itu bergeser dari tempat dia berdiri. Joe tidak masalah dengan pria itu, kakinya lalu melangkah memasuki lift dan menekan nomor untuk mencapai tempat dirinya bekerja.Akan tetapi , sebelum pintu lift tertutup pria yang berpakaian serba hitam tersebut berbalik badan dan mengeluarkan seringaian. Membuat Joe melebarkan matanya serta mengerutkan keningnya , untuk memastikan dirinya tidak salah lihat dengan apa yang ia lihat barusan.Lift mengantarkannya pada lantai tempat dirinya bekerja, seperti biasa pa
Media di gemparkan oleh penemuan mayat yang telah terpotong tubuhnya dalam sebuah tempat sampah yang jarang di jangkau oleh seseorang. Bermula dari seorang pengangkut sampah yang mencium bau tidak sedap membuat dirinya segera mencari asal bau tersebut.Semula ia mengira jika itu adalah bangkai tikus, tetapi dugaannya salah ketika dirinya menemukan bungkusan plastik hitam besar. Dan sialnya, bau tidak sedap tersebut datang dari plastik hitam besar yang baru saja ia temukan. Dia mencoba membuka plastik itu, jika tebakannya benar ada bangkai tikus atau binatang lainnya terpaksa dirinya harus membuang bangkai tersebut agar tidak tercampur oleh sampah yang dapat di daur ulang.Tetapi, di luar dugaan. Ia menahan mual setelah melihat apa isi dari kantung plastik tersebut. Sebuah mayat dengan tubuh yang telah di potong menjadi beberapa bagian dan tentu sudah membusuk. Pria itu berteriak, mengagetkan rekan kerjanya yang menunggu di da
Marsha mendudukkan dirinya setelah lelah karena berjalan dari supermarket. Ia baru saja membeli beberapa bahan makanan dan juga kebutuhan pribadinya. Jujur saja, dia berjalan sedikit berlari. Setelah melihat berita tentang penemuan mayat yang telah termutilasi membuatnya parno.Sudah satu minggu sejak kejadian penemuan tersebut, namun sampai sekarang belum diketahui siapa pelaku dari pembunuhan tersebut. Ia bergidik ngeri, sebisa mungkin dirinya harus berjaga dari orang asing yang tidak ia kenali sama sekali. Ah, dirinya lupa. Ia memang tidak mengenali siapapun di sini selain Joe dan juga Albert pria b*ngsat tersebut.Deringan telepon menyadarkannya dari lamunan. Entah apa yang ia pikirkan, sampai membuatnya melamun seperti itu. Ia menatap layar telepon miliknya. Tatapan matanya terlihat gusar, sedikit tatapan kebencian pun terlihat dari manik mata indah itu.Albert, pria itu kembali menelponnya. Tidak kah pr