Dayu tersenyum. Dia melihat Nala tengah tertidur nyenyak di atas rerumputan, bersembunyi dari mata dan keramaian lewat deretan tanaman sokha yang berbunga warna merah, kuning dan putih. Jika saja Dayu tidak melihat wanita astral yang berdiri di sana, tentu Dayu tak akan menyangka dokter koas itu sedang menikmati waktu sorenya untuk tidur di sana.Melihat bahwa Nala tak bergerak sama sekali, Dayu tersenyum. Wajah letih yang tenang dengan mata yang terpejam. Bulu matanya panjang dan ada jerawat kecil yang sepertinya baru tumbuh di pipi kiri.Angin sore sepertinya membuai cowok berusia dua tahun lebih tua dari Dayu itu dalam dekapan mimpi yang indah, membuatnya tertidur begitu nyenyak seperti seorang pangeran dalam dongeng. Nala bahkan tak menyadari kedatangan Dayu, juga tak sadar angin meniup beberapa bunga dari pohon yang ditanam tak jauh dari sana. Bunga kecil berwarna putih dengan titik kuning cerah di tengahnya itu terbang di udara lantas berjatuhan di atas tubuh Nala.Dengan hati-h
Dayu membuka mata dan tersenyum ketika melihat bahwa dia tak hanya bermimpi. Ayah memang masih terbaring lemah di rumah sakit dengan selang infus dan lebih banyak tidur, begitu juga dengan bunda. Tapi, setidaknya dia bisa melihat mereka, bisa bersama mereka dan diberi kesempatan untuk memperbaiki sikapnya pada ibu tirinya. Toh, sejak awal sebenarnya tak ada masalah antara dirinua dengan tante Sekar.Semalam, Dayu menghabiskan waktunya di lorong rumah sakit, mengabaikan semua penampakan yang dia lihat untuk bicara bersama Anis, Leah dan Dimas. Mereka duduk di tengah kekosongan lorong menjelang tengah malam, sementara ayah dan bunda tertidur di satu ruangan yang sama.Jika Dayu ingat kembali, mereka seperti sedang melakukan pertemuan dari kedua belah pihak, baik pihak anak-anak ayah dari mendiang istri sebelumnya, dan anak-anak dari pihak bunda dari mendiang suami sebelumnya. Anis, sebagai yang paling tua dan Leah sebagai kakak Dimas bicara banyak mengenai alasan mereka sama sekali tak
Dayu dan Dimas sama sekali tidak melakukan kesepakatan terlebih dahulu. Tidak juga ada yang memberi dua bersaudara itu komando, tapi mata keduanya sama-sama kompak memandang sosok wanita yang diselimuti asap hitam itu dalan diam.Setelah wanita itu berlalu, baik Dayu maupun Dimas sama-sama menoleh untuk menemukan reaksi heran yang sama di wajah satu sama lain. Dayu mencoba tersenyum meskipun hasilnya justru terlihat aneh, sementara Dimas menelan ludah dan segera mengalihkan pandangannya.Kebetulan, pesanan mereka sudah siap sehingga mereka bisa mengalihkan fokus dari sosok wanita yang belum pernah mereka lihat sebelumnya itu."Wanita barusan menakutkan sekali. Aku pikir nyaris sama menakutkan seperti sosok yang aku lihat di alam sebelah, mereka memberikan kesan yang membuat sekitarnya menjadi suram!" Daniel berbisik di telinga Dayu setelah sang kakak membayar makanan mereka.Dayu mengangguk-angguk, lalu menggandeng Dimas untuk meninggalkan warung makan itu. Mereka berjalan kembali men
Dua bersaudara yang sudah sepakat untuk meniadakan istilah 'tiri' di antara mereka berjalan memasuki halaman rumah sakit dengan tentengan masing-masing. Dayu, sebagai kakak perempuan yang sedang memikirkan laki-laki terbaik versinya sendiri di dalam kepala membawa nasi bungkus yang mereka beli, sementara si adik laki-laki yang lebih banyak diam membawa bungkusan bersisi air dan daging kelapa muda.Dayu masih memikirkan apa yang dikatakan oleh pedagang kelapa muda tadi, mengenai pola makan Nala yang mirip seseorang yang sedang melakukan lelaku. Menurut lelaki sepuh itu, apa yang dia maksud dengan lelaku adalah orang-orang tertentu yang melakuakan suatu kegiatan, ketentuan atau pola makan tertentu untuk mencapai suatu tujuan, bahkan mungkin untuk apa yang dia sebut kesaktian.Masalahnya, Nala sama sekali tak terlihat demikian. Dia adalah seseorang yang menyatakan bahwa dia tidak percaya pada eksistenti hantu dari orang yang sudah mati, meski dia sendiri bisa berkomunikasi dan berinterak
Dayu sudah selesai membersihakn tumpahan bubur dan membuang semuanya ke tempat sampah. Dayu juga dengan cukup merayu, meminta Anis untuk menyiapkan makanan yang dia beli bersama Dimas untuk diberikan pada ayah dan bunda.Untungnya, setelah mendapat tatapan dan senyuman penuh kode dari Dayu, Anis setuju dan mengatakan bahwa sepertinya Anto membeli bubur di tempat yang belum pernah dia datangi, sehingga dia tidak tau kalau bubur itu tidak terlalu bersih.Ayah dan bunda percaya saja, sementara Dimas yang mendengar itu melongok dari balkon dan terlihat curiga. Dayu hanya memberikan senyuman kecil dan anggukan ringan pada cowok itu saat membawa sisa bubur ke luar.Gadis astral yang semula mencoba untuk menarik perhatian Dimas mengikuti Dayu keluar."Kamu menyukai makanan ini?" Dayu bertanya dengan setengah berbisik tanpa menoleh sekalipun.Dia tau gadis itu bergerak di sampingnya, mengikuti kemana dia pergi membawa bubur-bubur itu."Ya!" Dia menjawab dengan penuh semangat, sampai suaranya
Hari ke dua berlalu dengan cepat. Dayu tak begitu memperhatikan gawainya karena sepanjang hari itu kondisi ayah tiba-tiba menurun, meski tidak begitu memburuk, tapi lelaki yang paling berjasa dalam hidupnya itu diserang demam dan suhu tubuhnya naik dua derajat. Untungnya di hari ke tiga, kondisinya terus membaik.Dayu baru bisa memeriksa pesan masuk yang dia terima di malam ke tiga dan mendapati bahwa Anto telah membalas pesannya. Cowok itu mengatakan bahwa dia sengaja membeli bubur di tempat langganannya dan membawanya untuk keluarga Dayu.Membaca pesan itu, tentu saja perasaan Dayu menjadi semakin tak karuan. Bukan karena terharu pada niat baik Anto, tapi juga banyak pertanyaan mengapa bubur yang diakui cowok itu sengaja dia beli untuk diberikan pada keluarga Dayu justru dianggap sebagai makanan persembahan oleh seorang gadis astral.Akhirnya, meski Anto meneleponnya sampai tiga kali, Dayu tidak menjawabnya. Dayu bahkan sengaja tak membaca pesan Anto berikutnya, juga tak membuka apl
Baik Dayu maupun Dimas mendengkar penjelasan Anis dengan seksama, seolah mereka akan mendapatkan ujian dengan pertanyaan mengenai sosok Nala besok pagi. Meskipun Dimas tetap tak berhenti mengunyah dan menelan makanannya, tapi cowok berusia enam belas tahun masih tetap memberikan perhatian penuh pada suara si sulung dan memaksa telinganya untuk tetap mendengar baik-baik setiap kata yang Anis gunakan untuk menyampaikan apa yang baru saja dia ketahui juga."Jadi, Nala sebenarnya lahir dalam keluarga yang kaya ... bukan kaya lagi, tepatnya dia sangat kaya!" Anis mulai menjelaskan latar belakang Nala sambil membuka kemasan mie instan yang baru dia keluarga dari kantong belanjaan.Anis lantas mengatakan bahwa Bambang menangani kasus yang mirip dengan yang mereka alami sejak awal kepindahannya ke kecamatan tempat hutan itu berada, dan tak ada satu pun yang selamat. Jadi, setelah memahami apa yang terjadi dan ikut terlibat membantu mereka beberapa hari lalu, Bambang merasa ingin tau lebih ban
Dayu menyelimuti Dimas dengan selimut yang sebelumnya dia pakai. Semalam, setelah makan sate sampai kenyang sembari mengobrol dengan Anis mengenai Nala dan latar belakang dokter koas itu, mereka kembali ke rumah sakit saat malam sudah larut.Tak ada masalah saat itu. Dimas baik-baik saja dan hanya mengeluh bahwa dia mengantuk, jadi dia langsur tidur. Berbeda dengan adik lelaki yang tiga tahun mebih muda dari dirinya itu, Dayu memilih untuk mengobrol dengan Leah dan mereka sempat melakukan video call dengan Anis selama beberapa menit sebelum akhirnya ayah menegur keduanya dan meminta mereka tidur.Menjelang waktu subuh, Dayu sudah membuka matanya dan dia tersenyum lebar. Setelah sekian waktu berlalu, untuk pertama kalinya dia bisa bangun dalam keadaan yang benar-benar nyaman, tenang dan lega.Tak ada kekhawatiran, semuanya terasa lengkap dan genap, begitu utuh dalam suasana pagi yang dingin. Hanya Dimas yang meringkuk dengan selimut di seluruh tubuh tapi masih kedinginan yang membuat D