Dayu terpeleset begitu sebelah kakinya menapak di lantai yang ada di balik pintu, sementara pandangannya masih terhalang kerumunan banyak sekali kelelawar yang masih berterbangan menutupi pintu.Awalnya, Dayu kira dia hanya terpeleset karena lantai yang licin dan basah. Mungkin saja kamar itu baru saja selesai dibersihkan dan dipel, jadi sisa pembersih lantai membuat lantai menjadi lebih licin saat dipijak. Akan tetapi, begitu tubuh Dayu yang terpeleset meluncur masuk ke dalam kamar, ternyata apa yang dia perkirakan benar-benar salah.Penampakan kamar yang seharusnya cukup polos dan pucat, beraroma karbol dan antisentik, lantai marmer putih, brangkar yang kosong dan tirai warna hijau mint tidak terlihat lagi. Tubuhnya meluncur masuk ke dalam sebuah ruangan yang kurang lebih sama dengan ruang praktek Mak Nik, ruang persembahan dukun itu, lengkap dengan altarnya dan juga segala bentuk sesajen, aroma dupa dan bunga bercampur aroma darah busuk. Sungguh konbinasi yang pas untuk membuat ses
Dimas tak melihat Dayu dimana pun, bahkan setelah mengelilingi tempat-tempat sepi yang jarang dikunjungi di seluruh rumah sakit itu bersama Anto. Sambil terus berbicara dengan Leah yang meneleponnya tak lama sejak dia mulai menerima bantuan Anto, Dimas terus mencari. Pada akhir sore, di masih saja tak menemukan Dayu, hanya sosok-sosok yang dia pikir adalah hantu saja yang semakin banyak terlihat di sana.Gudang, halaman samping, halaman belakang, kamar mandi, sampai ke paviliun sudah Dimas datangi tapi tetap tak menemukan kakak tirinya itu.Setelah Dimas mengabarkan bahwa dia tak bisa menemukan Dayu pada Leah, dia diminta untuk kembali dulu ke ruang informasi. Kakak perempuan dan kakak tirinya sudah menunggunya di sana, dan Leah merasa khawatir Dimas juga akan menghilang jika tak segera ada dalam pengawasannya.Sebenarnya, Dimas tak mengerti mengapa Leah berkata demikian. Akan tetapi, demi memberikan perasaan lega dan tak membuat kakaknya itu menjadi lebih khawatir, Dimas mengiyakan d
Dimas memapah Nala menuju ke kursi terdekat, lalu membiarkan Nala duduk di sana. Dimas tak tahu bahwa Nala dalam keadaan sakit atau bagaimana, tapi saat telapak tangannya bersentuhan dengan Nala, telapak tangan kanan dan kiri merasakan dua suhu yang berbeda. Dua sensasi yang seperti bertolak belakang satu sama lain.Telapak tangan kirinya yang memiliki bercak hitam seperti merasakan sengatan listrik tegangan rendah, menyebar sampai ke dada, menyengat jantungnya hingga berdetak kasar, memaksanya menjadi resah. Sementara tangan kanannya bisa merasakan bahwa suhu tubuh Nala sedang tinggi, kemungkinan Nala sedang demam tapi memaksakan diri untuk datang."Kak Nala, apakah kamu baik-baik saja? Kamu sepertinya demam?" Dimas menanyakan kondisi Nala pada dokter koas itu, yang lantas hanya dijawab dengan senyuman.Nala terlihat sangat kelelahan, napasnya tak beraturan. Begitu punggungnya bersandar, Nala memejamkan mata lalu mengatur napasnya sampai menjadi tenang dan teratur kembali, baru kemud
Mak Nik langsung turut berdiri begitu melihat Dimas berjalan ke arah ruang prakteknya. Begitu juga dengan Bambang yang mengikuti dari belakang remaja itu. Dimas bergerak seperti tak menyadari bahwa Bambang sudah mengikutinya dan memandang dengan tatapan was was."Mau ke mana kamu, Nak?" Mak Nik bertanya, masih dengan suara lembut.Dimas tak menggubris. Dia tak mau menoleh sama sekali dan tetap mengikuti ke arah mana kiranya pada laba-laba kecil itu bergerak. Lagi pula, memandang ke arah dukun itu membuat seluruh rambut halus di lengannya berdiri, memberi Dimas pemandangan yang ngeri.Semua laba-laba kecil itu bercalan masuk ke dalam sebuah ruangan, melewati celah kecil di bawah pintu. Dalam penglihatan Dimas, di depan daun pintu itu tengah duduk sosok yang seluruh tubuhnya ditutupi rambut, terlihat kusam dan suram, dengan mata yang melotot ke arahnya.Dimas mundur tapi dia menunjuk ke arah pintu itu."Di sana tempatnya. Kak Dayu ada di sana, Pak!" Dimas berucap, ditujukan pada Bambang
Dimas hanya tersenyum, tapi dengan senyuman yang bisa membuat siapa saja ketakutan."Menurutmu, siapa aku, wahai manusia yang serakah?" tanya Dimas tanpa melepas senyumnya.Mak Nik tak lagi menjawab, tapi dia melemas dan akhirnya tak sadarkan diri.Dimas tak menaruh peduli, tak terlihat bersimpati. Sangat berbeda dengan sosoknya yang biasa terlihat. Dia meninggalkan Mak Nik yang tergeletak dan anak gadisnya yang panik.Tangan Dimas terulur, meminta kotak dari tangan Bambang. Polisi muda itu menatap Dimas sebentar sebelum menelan ludahnya sendiri dan menyerahkan kotak itu dengan gugup.Begitu berada di tangan Dimas, kotak itu seolah dipanaskan. Asap muncul dan sesuatu di dalam kotak itu mengelurkan suara seolah kotak sedanh diguncangkan, meski sebenarnya tidak sama sekali.Kotak itu akhirnya hancur dan Dimas sendiri juga jatuh tak sadarkan diri, membuat Bambang kelimpungan karena ada dua orang yang tak sadarkan diri di hadapannya.***Bersamaan dengan hancurnya kotak di rumah Mak Nik,
"Jiwa kedua, apa itu?" Leah bertanya, merasa berhak tau karena apa yang Nala katakan berkaitan dengan adik laki-lakinya. Nala tersenyum. "Aku akan menjelaskannya hanya jika Dimas mengizinkannya. Jika Dimas tidak ingin hal ini dikatakan pada orang lain, maka aku juga tidak akan mengatakan apa pun soal itu." Nala menolak dengan halus. Dayu sedikit kecewa tapi dia bisa mengerti. Perihal Nala yang tak akan mengatakan mengenai rahasia yang dipercayakan kepadanya sudah Dayu ketahui dari Naya. Senyumnya mengembang karena dia bahagia mengetahui bahwa apa yang Naya katakan kepadanya benar adanya, terbukti dengan begitu sempurna. Senyum Dayu terus berkembang, bahkan ketika dia mulai merasakan rasa lapar. "Apakah Dimas sudah kembali?" Dayu bertanya sambil menekan perutnya. Leah menggeleng, begitu juga dengan Anis yang memperjelas secara lisan bahwa Dimas belum kembali dari rumah Mak Nik. "Dimas akan segera sampai, tidak perlu khawatir. Tapi kondisi dukun itu tidak akan dalam keadaan baik-b
Nala diam, tapi matanya berpendar lwbih lebar. Cowok yang lulus pendidikan kedokteran dalam usia yang terbilang lebih muda dari para kawan seangkatannya itu, membuka mulutnya sebentar tapi mengatubkannya kembali sebelum mengeluarkan suara. Tanda bahwa Nala sebenarnya sangat ragu untuk bicara, atau mungkin memang merasa tidak siap untuk memberi penjelasan lebih.Tapi, Dayu dan Dimas, dua bersaudara yang tidak berkaitan dengan hubungan darah itu sama-sama memandang ke arahnya dengan tatapan penuh harap. Rasa ingin tahu Dimas menggunung memang sejak Nala mengajaknya bicara berdua kemarin, yang lantas berakhir dengan meminta Dimas mendatangi rumah dukun yang menawan Dayu. Sementara Dayu sendiri memberikan tatapan menuntut yang disandingi keputusasaan, sesuatu yang membuat Nala jatuh dalam dilema."Aku tidak tau pasti, aku tidak bisa menjawab karena aku sendiri tidak yakin." Nala akhirnya menjawab meski dengan rasa tidak enak di hatinya.Dayu melepas napas kecewa sementara Dimas masih memp
"Ya, mereka belum mati. Jika seseorang benar-benar sudah mati, entah siapa itu pasti akan menemukan mayatnya di sekitar sana. Sama seperti yang terjadi pada supir truk itu, begitu dia meninggal, mayatnya akan ditemukan tak lama kemudian!" Nala menjawab dengan suara tenang tapi penuh kehati-hatian.Dayu mendekati cowok itu, menggenggam tangan Nala dan menatap langsung ke dalam matanya. Dayu memohon pada Nala untuk memberi tahunya bagaimana cara menyelamatkan ayah dan tante Sekar tanpa mengucapkan sepatah kata pun, tanpa suara.Nala mengambil napas, diam selama tiga detik, lalu memberi penjelasan."Membawa mereka kembali ke sini, ke dunia nyata, tidak mengubah fakta bahwa mereka dan kalian sama-sama tetap tumbal dari danyang. Seratus hari telah berkurang banyak, apa kamu ingat sudah berapa hari terlewati?" Nala kembali mengingatkan Dayu dan Dimas mengenai nasib mereka sendiri.Seratus hari telah banyak terlewat. Tujuh puluh hari tersisa dan tak banyak perkembangan."Oh, aku lupa mengata