"Tidak dikatakan beriman, sebelum Allah mengujinya.""Gimana hasil meetingnya?" tanya Amaliya, saat keluar kantor menggandeng mesra Mihran. "Tebak dong?" jawab Mihran tersenyum. "Kalau dari muka kamu sih, aku yakin meetingnya berhasil," kata Amaliya tertawa.Mihran pun tertawa"Pokoknya clientku langsung setuju waktu aku ngajuin Eliza jadi brand ambasador produknya," terang Mihran pada sang istri. "Kalau gitu, kamu harus terimakasih sama Eliza," ujar Amaliya tersenyum. Mihran dan Amaliya pun berpelukan."Elizanya di mana?" ujar Mihran."Coba kamu telepon, Sayang, tadi sih dia bilang mau ke rumah Papanya," ujar Amaliya. Mihran pun mengeluarkan benda pipih itu dari saku celananya. Sekali dua kali, tidak ada jawaban. Mihran pun mulai bertanya, Amaliya pun jadi khawatir. Amaliya pun mengeluarkan gawai dari tasnya untuk menghubungi Papa Eliza. [Hallo, Om, ini Amaliya. Eliza ada di sana?][Iya, tapi dia lagi ketemu sama Dygta]Amaliya pun menatap nanar ke arah Mihran. Mihran bingung,
Eliza membuat podcast"Terkadang kita sudah membuat rencana begitu rapi. Tetapi takdir menghancurkan segalanya. Seperti ombak memporak-porandakan istana pasir. Dan dia adalah ombak, karena aku selalu ada didekatnya. Istana pasirku akan hancur. Aku tidak punya pilihan lain lagi, selain menjauh darinya. Begitu selesai aku membantunya, aku akan kembali ke Amerika. Di mana ombaknya tidak dapat mencapaiku. Dan tidak dapat menghancurkan istana mimpiku.""Eliza!"Panggilan Mihran, membuat Eliza yang sedang asyik membuat podcast digawainya pun dibuat kaget. Mihran pun mendekati posisi Eliza yang kini sedang menikmati debur ombak pantai. "Kamu lagi apa?" tanya Mihran. "Nggak apa-apa. Gimana, setnya udah siap?" tanya Eliza mengalihkan pembicaraan. "Udah, Yuk!" ajak Mihran, menarik tangan Eliza menuju lokasi tempat mereka akan syuting. Rumah Mihran dan AmaliyaOma pun datang, berjalan perlahan, memperhatikan sekitar dalam rumah sang cucu yang nampak tak berpenghuni itu. "Liya, Liya .... "
"Takdir dapat merubah doa. Namun, saat mencintai pria beristri, apakah itu takdir Allah?"Sebelum melanjutkan, jangan lupa follow, subscribe and rate ya! Terimakasih atas dukungannya. Yang belum, jangan lupa subscribe biar author semangat update ya dan kalian nggak ketinggalan ceritanya ❤****"Kamu ini apa-apaan sih? Aku ini sudah punya istri, sahabat kamu sendiri! Nggak mungkin aku mengkhianati istriku!" Mihran pun beranjak pergi, meninggalkan Eliza begitu saja. Eliza yang merasa bersalah, akhirnya mengejar Mihran. Eliza setengah berlari dan berteriak memanggil Mihran hingga akhirnya Mihran menghentikan langkahnya. "Mihran, tunggu! Maaf, aku mencium kamu untuk membuktikan sesuatu," ujar Eliza yang kini berhadapan dengan Mihran. "Apa yang mau kamu buktikan?" tanya Mihran tegas, dengan wajajmh sedikit kesal. "Selama ini, aku pikir, aku mencintai kamu. Tetapi, setelah mencium kamu tadi, aku nggak merasakan getaran apapun. Itu tandanya aku nggak pernah mencintai kamu. Dan sekarang,
Rumah Amaliya"Alia, cepat siap-siap! Katanya mau ikut Bunda ke butik," teriak Amaliya yang sudah siap berangkat ke butik. Bel berbunyi"Siapa sih yang datang pagi begini, kayaknya nggak ngundang siapa-siapa," lirih Amaliya. Amaliya pun bergegas menuju pintuSaat Amaliya membuka pintu, ia pun kaget karena pagi itu ia kedatangan seseorang yang tidak diharapkannya. "Kamu .... "Amaliya terperanjat "Ngapain kamu datang ke sini? Kamu tahu dari mana alamat saya, Eh!" cecar Amaliya saat melihat ternyata Dygta, mantan tunangan Eliza yang kasar. Dygta yang datang mencari keberadaan Eliza pun yakin jika wanita yang telah meninggalkannya dihari pernikahan, ada di rumah Mihran, lelaki yang sangat dicintai Eliza. "Eliza, Eliza! Kamu di mana, Sayang?" teriak Dygta, berkeliling rumah Amaliya, mencari keberadaan Eliza. Teriakan Amaliya yang memintanya keluar pun tak digubrisnya. Dygta tidak perduli. Ia hanya ingin segera bertemu Eliza. "Eh, kamu jangan masuk sembarangan ya, saya nggak suka!"
Lokasi pemotretan Eliza"Aku harus melewati syuting terakhir ini. Aku harus bersikap professional agar Mihran tidak melihat kalau aku masih mencintainya. Aku harus terlihat biasa saja," batin Eliza. "Udah nih, Mbak. Semangat ya syutingnya," ujar Wita, asisten Eliza. "Eh, Mbak Wita itu make-up saya tolong dibawain ya jangan lupa," ujar Eliza berjalan sambil menengok ke arah asistennya. Tanpa sadar, ia bertabrakan dengan Mihran.Sesaat mereka beradu pandang "Aku harap kejadian kemarin tidak merubah persahabatan kita dan juga mood kamu bekerja hari ini," kata Mihran.Eliza berusaha tersenyum, "Kamu tenang aja. Aku bisa bekerja professional kok."Eliza berjalan terus meninggalkan Mihran yang masih menatapnya dari belakang. Eliza terus melangkah, meski ia tak bisa lagi menahan bulir bening itu jatuh. ****Rumah Amaliya"Bismillah. Semoga kali ini Oma uyut mau jawab telepon Alia. Tolong Alia, Alia takut," ujar Alia terisak. Rumah Oma SiskaOma Siska pun mulai merasakan kejanggalan meng
Pantai AnyerEliza says:"Kenapa hidupku jadi terombang-ambing seperti ini? Ke mana sebenarnya takdir membawaku. Kenapa betapa sulitnya aku berpisah dengan Mihran? Ya Allah, apa sebenarnya rencana-Mu padaku? Eliza termenung. Di sebuah batu besar, di atas bukit, ia merenungi nasib hidupnya yang terombang-ambing di antara cinta Mihran dan Amaliya. Ingin rasanya melepaskan, tetapi sulit baginya menghilangkan cintanya pada Mihran. Rumah AmaliyaAlia yang masih trauma atas kejadian Dygta yang datang dan hendak mencelakai sang Bunda pun ingin selalu ditemani tidur.Alia takut jika lelaki psikopat itu kembali datang saat ia tertidur pulas sendirian. "Alia takut kalau orang jahat itu datang lagi," ujar Alia, gadis cilik bermata bulat dan berpipi chubby.Amaliya pun berusaha menenangkan sang putri, "Alia nggak usah takut. Kita punya Allah. Allah yang akan jaga kita.""Sekarang kita salat bareng yuk. Kita berdoa meminta kekuatan dari Allah. Karena nggak ada kekuatan yang jauh lebih besar dar
Amaliya dan Mihran pun menjauh dari tempat Eliza yang masih saja tidak beranjak dari tempatnya duduk saat ia berbicara dengan Amaliya. "Tadi kamu mau ngomong apa ya?" tanya Amaliya yang bergelayut mesra pada Mihran. "Tadi aku .... "Mihran melirik ke arah Eliza duduk "Kayaknya Eliza nggak cerita apapun ke Amaliya. Buktinya dia nggak nanya ke aku dan sifatnya juga nggak ada yang aneh," gumam Mihran. Mihran pun mencoba mengalihkan pembicaraan. "E-ee, nggak sebenarnya kalian ngomongin apa sih?!" tanya Mihran penasaran. "Kayaknya Mihran nggak perlu tahu deh soal Dygta. Lagian aku percaya sama Mihran. Eliza juga nggak mungkin kan mencintai Mihran. Dia kan sahabat aku, sahabat kita," batin Amaliya. "Kalau aku kasih tahu, bukan rahasia namanya," ledek Amaliya.Mihran dan Amaliya pergi ke kamar, sekilas Mihran melirik ke arah Eliza duduk. ****Kamar Mihran dan ElizaMihran dan Eliza duduk santai dekat ranjang. Amaliya bergelayut manja dipundak Mihran. "Oma tuh parno, takut kamu kegod
Rumah Amaliya dan Mihran"Oma uyut kenapa sih? Bikin Alia pusing nih! Untung Ayah sama Bunda masih dalam perjalanan pulang," gerutu gadis cantik, cicit kesayangan Oma Siska.Oma Siska duduk di lantai dengan wajah kesal. "Oma tuh kesal. Yang biasa dandanin Oma disalon pulang kampung dan katanya nggak balik lagi.Oma kan mau posting di IG, wajah udah baru eh wajah belum kinclong," terang Oma dengan wajah kesal. Netra Alia terbelalak, "Hah, jadi tiap Oma mau posting di IG, harus ke salon dulu?""Iya," jawab Oma masih dengan wajah mengkerut. "Oma kan harus kece. Oma kan malu sama teman-teman Oma yang postingannya selalu baru dan kece. Oma nggak. Mana kinclongnya muka Oma tuh?!" gerutu Oma Siska. "Udah, Oma nggak usah ke salon, kan lebih hemat. Oma dandan di rumah aja. Kan tetap kinclong dan tetap kece. Nih, Alia udah siapkan." Alia menunjukkan seperangkat alat make-up milik Amaliya yang diambilnya dari kamar. "Emang kamu bisa?" tanya Oma Siska ragu. "Nih, kita pakai ini dulu nih."Al