"Mbak Za!" panggil Nila yang baru pulang dari ketemuan. Sekarang dia sudah resmi pacaran dengan Falen, sepupu jauh Akmal. Zanna yang berdiri di anak tangga ke tiga menghentikan langkah kakinya, kemudian menoleh. "Kenapa?" "Udah denger kabar baru belum?" "Kabar apa?" Nila pun menceritakan pada Zanna bahwa tadi dia bertemu Dimas di jalan lantas menceritakan bahwa pernikahannya dengan Sandra telah kandas. Sekarang Dimas tinggal di rumah sendirian tanpa ponsel ataupun televisi. Seperti di zaman dahulu, terutama karena para tetangga mulai cuek padanya semenjak menikah lagi. Kemalangan yang berduyun-duyun menghampiri semua Nila ceritakan pada Zanna dengan raut wajah bahagia. Dia berbalik melawan kakak sendiri karena takut diputuskan oleh Falen. Nila juga memberitahu Zanna bahwa untuk makan pun, Dimas harus berpikir dua kali. Hidup dalam kemalangan seharusnya membuat Zanna bersorak pada dunia. Namun, wanita itu masih memasang air muka datar. "Dimas siapa yang kamu bicarakan?" "Loh, Mba
"Kenapa nyari aku, Za?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Gunawan. Tentu saja dia gugup karena tahu bahwa Vita dan wanita di hadapannya saling mengenal. Poin utama adalah Sandra telah merusak rumah tangganya."Atha sudah meninggal, jadi aku mau ketemu langsung sama kamu. Nggak usah gugup, aku ke sini sendirian.""Lalu?""Bayi Sandra dirawat oleh Vita, itu berarti dia nggak bebas ke mana-mana lagi. Anak hasil perbuatan kotormu dijaga istri sah. Menakjubkan!" Zanna menepuk tangan tiga kali dengan tatapan yang sulit diartikan.Gunawan semakin tidak tenang, dia mengepalkan kedua tangan. Namun, siapa yang berani memukul Zanna terlebih saat melihat dua bodyguard-nya? Gunawan hanya bisa menggerutu di dalam hati sebagai luapan amarah."Ayo, aku harus ketemu Sandra." Zanna melirik jam tangannya. "Masih ada waktu kurang dari dua jam, bilang aja sama Vita kalau kamu lembur.""Kenapa mau ketemu Sandra?""Dia abis melahirkan, tentu aku harus ngasih ucapan selamat, 'kan?"Gunawan mendesah pelan,
"Kok, bisa? Emang kamu nggak nyadar apa gimana?" Zanna pura-pura panik."Sebenarnya sadar, Mbak. Emang siapa yang bisa menolak pesona Falen? Aku sadar, Falen enggak. Dia dipaksa minum sama temannya sampai mabuk. Daripada digoda gadis lain, mending aku bawa ke ruangan yang entah kamar siapa. Tahu-tahunya Falen malah nyium aku, terus ya gitu.""Aduh, terus yang tahu siapa aja?"Nila menggeleng lemah. Dia mengaku bahwa hal itu masih menjadi rahasia karena Falen memintanya untuk tutup mulut atau resiko mereka putus. Nila juga memberitahu Zanna bahwa lelaki itu akan bertanggungjawab kalau sampai dirinya hamil.Sebenarnya Nila berharap tidak ada sesuatu yang lebih parah lagi dan dia sangat yakin bahwa berhubungan suami istri sekali itu memiliki peluang kecil saja untuk bisa hamil, seperti Zanna contohnya. Hal itulah yang membuat Nila mau dijamah kekasihnya.Tidur dengan Falen juga membuat Nila merasa ada. Dengan demikian, sulit bagi lelaki itu meninggalkannya. Segala sesuatu memang memiliki
"Sesuai keputusan aku sama Mas Akmal, Bu Tika dan Nila bisa bebas dari sini karena Dimas sudah bayar setengah dari utangnya kek Kak Alyssa." Zanna berucap tegas pada dua perempuan yang berdiri tidak jauh dari tempatnya duduk. Melipat kedua tangan di depan dada, posisi kaki menyilang serta memberi tatapan dingin."Dimas dapat uang dari mana?""Itu bukan urusan aku, intinya kalian sudah bebas dan harus pergi dari sini."Bu Tika dan Nila saling pandang, padahal tadi malam mereka berencana untuk tetap tinggal sampai gadis itu resmi menikah dengan Akmal karena tidak punya tempat tinggal lagi. Tidak, meskipun tanpa suara, anak dan ibu itu saling mengerti isyarat yang ditunjukkan.Satu detik kemudian, Nila menjatuhkan diri ke lantai, menatap sendu pada wanita yang pernah menjadi kakak iparnya. Kedua tangan saling mengatup. "Mbak, kami rela tinggal di sini untuk tiga atau empat bulan lagi. Apa kami punya salah?""Ini keputusanku dan tidak bisa diganggu gugat.""Atau minimal sampai Mbak Alyssa
"Semua sudah terpantau, Bu Za. Sekarang Nila sibuk mencari pekerjaan. Bagaimana rencana selanjutnya?" Zanna tersenyum mendengar informasi dari bodyguard-nya. Baru dua hari, tetapi katanya ibu dan anak itu sudah tidak betah. Apalagi pemilik kost garang dan pandang bulu. Setiap malam mereka akan terusik oleh musik dangdut dari penghuni kost sebelah, tetapi mereka enggan menegur karena tahu dia adalah preman pasar. "Biar saja dia cari pekerjaan, kalau sudah dapat, kamu datangi tempat kerjanya dan minta mereka memecat Nila satu atau dua hari ke depan. Mengerti?" "Tapi gimana kalau mereka menolak karena butuh karyawan, Bu?" Zanna memejamkan mata menahan amarah. Bodyguard-nya bertubuh kekar dan tinggi, tetapi pikiran pendek. Setelah cukup tenang, dia pun menjawab, "Sogok mereka. Satu juta juga mau itu sekalian bawakan gadis yang nyari kerja. Pokoknya lakukan sesuai perintah." "Siap, Bu." Setelah kepergian lelaki berkacamata hitam itu, Zanna duduk santai di rumah. Hari ini dia enggan pe
Hampir sepanjang malam, Zanna terus gelisah, padahal sejak tadi suaminya sudah lama terbang ke alam mimpi. Terkadang miring ke kanan, beberapa detik kemudian balik ke kiri. Sekarang Zanna justru mengambil posisi telentang, menatap langit-langit kamar dalam cahaya temaram.Sepasang suami istri yang unik. Zanna sangat suka kegelapan, tetapi Akmal justru tidak bisa tidur tanpa cahaya. Untung ada lampu tidur sebagai solusi. Namun, bukan itu yang membuat Zanna gelisah, galau, merana saat ini.Menjelang magrib tadi, wanita berambut ikal itu menonton You-Tube secara acak. Pertama dia menghabiskan satu episode Drama Cina, lalu berakhir pada sebuah ceramah dari salah seorang ustaz. Sebuah nasihat yang disampaikan tentang rasa sabar dan ikhlas menerima setiap ujian dari Yang Maha Kuasa.Hal itu membuat Zanna bertanya-tanya, apa memang dirinya kurang sabar sehingga berhasil menumbuhkan dendam di dalam hati? Salahkah dia sejak awal karena balas memperlakukan mantan suami dan keluarganya seperti y
Nila terus memutar otak agar mantan kakak iparnya mau menerima. Kebetulan Alyssa belum pulang dan tentu menjadi kesempatan besar bagi keduanya. Hanya sebentar karena sesuai janji dari Falen bahwa mereka dibiarkan tinggal di rumahnya. Bukankah itu bagus? Beberapa detik berpikir, Nila mengambangkan senyum diam-diam, memegang tangan kanan Zanna yang langsung ditarik kasar. Gadis itu tidak berputus asa demi mencapai tujuan. Tepat di hadapan Zanna, dia bertekuk lutut. "Mbak, kami rela melakukan apa saja di sini asal diberi tempat berteduh dari panas dan hujan. Mbak mau membalaskan dendam, silakan. Aku sadar telah salah di masa lalu dan anggap saja ini penebusan." "Kamu yakin?" Nila terpaksa mengangguk sambil mengepalkan kedua tangan karena emosi. Zanna sendiri tertawa sumbang lantas meminta mereka berdua masuk lewat pintu belakang karena kondisi basah kuyup. Setelah berganti pakaian, mereka kembali berdiri di hadapan wanita berwajah oriental itu yang tengah duduk melipat kaki di sofa b
PoV Nila___________Aku sangat bahagia karena di akhir pekan, Mbak Za mengizinkan aku jalan-jalan bersama kekasih. Kini, kami saling bergandengan tangan menelusuri setiap keindahan di taman ini. Sebelumnya kami sudah pergi ke pusat perbelanjaan dan lelaki tampan itu memberiku jam tangan cantik.Meski sebenarnya aku mendambakan Alexandre Christie, tetapi jam warna merah muda ini tidak begitu buruk. Terutama karena dibeli oleh pujaan hati. Menarik napas dalam seraya merentangkan tangan, aku menikmati embusan angin sore ini."Bahagia?""Sangat. Semoga saja tidak ada yang berubah.""Maksudnya?"Sekarang aku beralih menatap Falen lekat. Suasana di taman terbilang sepi, entah kenapa. Mungkin mereka lebih memilih menghabiskan waktu di rumah atau tempat lain. Lagi pula, aku hanya suka dengan taman karena ada beragam bunga.Taman adalah tempat ketiga yang kami kunjungi hari ini setelah kafe. Menarik tangan Falen menuju pohon rindang untuk duduk bersamanya. Aku menyilang kaki, lalu menyandarka